66

656 26 0
                                    

Kehamilan Dara masuk ke 10 minggu, dia harus menjaganya lebih extra karena pernah mengalami keguguran di masa kehamilan sebelumnya. Dan kehamilan kali ini, Dara merasakan lebih berat daripada kehamilan sebelumnya. Rasa mual dan pusing membuat dirinya lemah. Tapi dengan sigap Yudanta selalu ada di sampingnya walau dia sedang sibuk.

"Maafkan aku, Mas. Aku membuat Mas repot," tutur Dara saat dia baru memuntahkan isi perutnya, padahal dia belum mengisinya dengan makanan apapun.

"Tidak apa-apa. Buatlah tidur jika dirimu bisa." Dengan duduk di hadapan istrinya, dia menatap sambil memegang tangannya erat. Sesekali dia akan mencium tangan Dara yang tampak pucat karena rasa mual yang terus menyiksanya.

"Yuda, mobil sudah siap," ucap Kale pada Yudanta yang sedang membantu istrinya untuk berbaring.

"Beri aku waktu 30 menit. Aku akan menyusulmu," jawab Yudanta. Tanpa membantah, Kale pergi membiarkan Yudanta membantu istrinya lebih dulu.

"Mas tinggal saja. Aku tidak apa-apa. Berhati-hatilah," tutur Dara dengan lembut.

"Aku akan menemanimu sampai kau tertidur. Sudah tidurlah," pinta Yudanta. Sepenting apa urusannya, Yudanta tetap mementingkan Dara, karena prioritasnya hanya sang istri.

Setelah di rasa sudah lelap, Yudanta segera turun. Dia menitipkan Dara pada Anggun. Hatinya seperti berat untuk meninggalkan Dara, tapi dia tetap harus pergi. Kondisi Kaito tetap sama, dia masih koma dan yang menjadi pemimpin Yudanta seperti kemauan kakeknya.

"Galih sudah berisik dari tadi. Ingin sekali aku menyumpal mulut orang itu. Menjengkelkan sekali," gerutu Brian yang duduk di samping Kale yang sedang mengemudi.

"Aku bahkan ingin membunuhnya. Aku dijadikan budaknya. Dia memerintah seenak hatinya. Harusnya aku yang memerintahkan dia," sahut Yudanta.

"Tapi gimana kondisi Dara? Apa dia baik-baik saja?" tanya Kale.

"Baik. Hanya merasakan keluhan hamil saja." Yudanta yang ada di belakang mereka, bersiap dengan senjata yang dia sembunyikan di mobil. Dia tak pernah menunjukkan senjata itu pada Dara.

Dia terlihat savage saat memegang senjata. Darah dinginnya terlihat jelas, seperti menjadi pria yang berbeda. Sifat yang sekarang Yudanta tampilkan tidak bisa dia tunjukkan pada Dara. Hatinya selalu luluh saat sudah berurusan dengan Dara.

Sejenak Yudanta menghentikan kegiatannya saat melihat seorang gadis kecil sedang berada di luar mobilnya yang sedang berhenti karena lampu merah. Entah kenapa dia terenyuh saat melihat gadis kecil itu. Apalagi beberapa waktu belakangan ini dia sering bermimpi gadis kecil.

"Bisa kau tepikan mobilnya sebentar," pinta Yudanta pada Kale.

Yudanta menyelipkan senjata di punggungnya sebelum dia keluar mobil setelah Kale menepikan mobilnya.

Tangannya melambai gadis itu saat duduk di tepi trotoar. "Kemarilah, aku tidak ingin berbuat jahat padamu," tutur Yudanta lembut.

Dengan rasa takut dan ragu, gadis usia 6 tahun itu berdiri di hadapa Yudanta yang berjongkok menatapnya. "Kenapa menangis? Apa kau lapar?" tanya Yudanta dan langsung mendapat anggukan dari gadis kecil itu.

Yudanta menyeka air mata gadis kecil itu. Dia kemudian beranjak dan mencari sesuatu untuk gadis kecil itu. "Galih terus menghubungiku. Bisakah--" ucapan Brian tidak membuat Yudanta menghentikan niatnya untuk memberi gadis kecil itu makan. Dia membelikan susu kotak dan juga roti untuk anak itu.

"Apa kau di sini sendiri?" tanya Yudanta sambil menyodorkan roti dan susu pada gadis kecil itu.

"Tidak. Kakak ada di sana." Gadis kecil itu menunjuk ke arah seberang jalan, ada bocah laki-laki sedang berjualan tisu di sana.

"Ya sudah, ini untukmu. Ajak kakakmu pulang hari ini. Beli makan yang enak." Yudanta memberikan beberapa lembar uang pada gadis kecil itu. Tubuhnya bergetar karena takut, dia menunggu di tepi jalan sambil menangis kelaparan. Hati Yudanta tersentuh melihat itu.

Setelah memberikannya, Yudanta segera bergegas pergi karena Galih sudah berisik memintanya datang. Padahal Yudanta sengaja mengulur waktu agar Galih disalahkan atas gagalnya pertemuan hari ini.

Sesampainya dia di sebuah club malam, Yudanta berjalan masuk dan menggampiri orang yang ada di dalam salah satu ruangan.

"Apa kau sudah gila! Kau datang terlambat. Dia sedang menunggu di dalam," tegas Galih dengan suara berbisik. Namun, tangannya mencengkram bahu Yudanta keras.

"Bisa kau lepaskan tanganmu dariku!" Yudanta menyibakkan tangan Galih dari tubuhnya. Tanpa menatap Galih, di berjalan masuk ke ruangan itu seorang diri.

Yudanta menuduk sopan pada seseorang yang sedang duduk di temani beberapa wanita di sana. Dia seperti tidak peduli dengan kedatangan Yudanta di sana. Ada salah satu kaki tangan yang ikut di dalam.

"Apa kau ingin membuatku menunggu lebih lama? Siapa dirimu berani padaku." Kali ini pria dengan tatto penuh di tangannya itu berdiri, berjalan menghampiri Yudanta.

Tanpa aba-aba, kaki tangan orang tersebut segera melucuti senjata milik Yudanta sebelum tuannya itu lebih dekat.

"Aku pikir Kaito memang berkata benar, nyatanya kau itu tidak bisa tepat waktu. Itu artinya kau tidak becus mengurus bisnis ini," ucapnya.

"Aku lebih baik dibilang tidak becus. Alasan aku melakukan ini karena Kakek memaksaku, bukan dari hatiku atau kepuasaan yang harusnya aku dapatkan," tutur Yudanta tanpa rasa takut. Dia bahkan menatap mata pria garang itu.

'Turunkan pandanganmu!" tegas kaki tangannya.

"Sebaiknya katakan apa yang harus aku lakukan. Jika aku gagal dalam tugas yang kau berikan. Kau bisa menilai hasil kerjaku. Aku tak perlu basa-basi lagi," jawab Yudanta.

Pris bertatto itu mengambil senjata milik Yudanta dan mengarahkan pada dada sebelah kiri Yudanta. "Kalau seperti ini, bukankan senjata makan tua. Dia bisa menjadi lawanmu saat kau tidak bisa tunduk pada orang yang harusnya kau dengarkan perintahnya," ucapnya.

Yudanta tak takut dengan ancaman itu, ini sudah menjadi resikonya menjadi Gangster. Apalagi bertemu dengan Mafia seperti pria di hadapannya butuh mental yang kuat, karena pria yang bersama Yudanta orang yang kejam.

"Jika rencana ini gagal, kau akan mati dengan senjatamu sendiri," ujarnya.

"Lalu bagaimana jika aku berhasil. Harusnya Anda memberiku reward juga," sahut Yudanta.

"Tentu aku akan memberimu. Aku akan memberikan area kekuasaan yang selama ini kakekmu mau. Bukankah kau sempat menggagalkan pertunanganmu karena seorang wanita? Aku akan memberimu itu jika kau berhasil, tapi kau harus menikahi wanita itu," jelasnya.

"Kalau boleh jujur aku tidak peduli dengan area itu. Aku hanya ingin melakukan apa yang menjadi tanggung jawabku. Selama mereka tidak mengusik keluarga, itu cukup untukku." Yudanta seperti sedang mengingatkan orang di depannya agar tidak menjadikan istrinya umpan.

"Sepertinya otakmu itu bisa diajak berunding dengan benar, hanya saja kau seperti enggan untuk melakukan ini karena bukan karena hatimu," ucapnya.

"Tapi bisa aku minta sesuatu darimu saat aku mau melakukan apa yang Anda perintahkan?" tanya Yudanta.

"Katakan saja," jawabnya. Namun, senjata masih di dada sebelah kirinya.

"Bunuh Galih untukku, aku berikan lebih yang Anda mau."

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang