95

331 12 0
                                    

Yudanta hanya tersenyum mendengar perkataan Galih. Dia juga tidak takut saat senjata itu mengarah padanya. Dia sangat yakin, jika Galih tak akan melukai dirinya.

"Kau!!" Kale yang mendengar suara tembakan segera masuk dan menodongkan senjata pada Galih.

"Lakukan saja, akan percuma saat kau membunuhku, karena kau juga akan mati setelahnya." Yudanta berjalan kembali ke meja kerja, membersihkan darah yang mengenai wajahnya.

Tak jauh dari meja kerjanya, Dilla tergeletak tak berdaya. Dia mati ditangan pamannya sendiri. Yudanta tidak harus mengotori tangannya untuk menyingkirkan wanita ular itu.

"Aku sudah melakukan apa yang kau minta. Sekarang kau harus menepati janjimu," ujar Galih.

"Tentu. Kau bisa mulai bekerja. Sebaiknya kau pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran dan menyuruh sahabatku membunuhmu, dan bereskan mayat keponakanmu itu," tutur Yudanta sambil menghisap ujung rokok yang ada di sela-sela jarinya. Membalikkan kursinya memunggungi Galih yang menatapnya dengan senyuman tipis.

Galih dengan tenaganya sendiri membawa mayat Dilla dari kediaman Kaito seperti permintaan Yudanta yang juga bosnya sekarang.

"Jalankan rencana selanjutnya," ucap Yudanta pada Leo. Sejauh ini apa yang terjadi seperti rencananya. Jika rencana ini Galih ketahui, nyawannya sendiri yang terancam.

"Baik, Tuan," jawab Leo.

"Kau harus membuat rekaman tadi aman." Rekaman yang Yudanta maksud adalah kejadian di mana Galih menembak Dilla di ruangannya, hingga membuang mayat keponakannya itu seorang diri tanpa dibantu anak buah Yudanta.

"Seperti permintaan Anda, saya akan menyimpannya sebagai bukti," sahut Leo.

"Ya sudah, aku pergi dulu. Brian mendapatkan kabar tentang Juan. Aku ingin pastikan. Jangan biarkan Galih menemui istriku saat aku pergi," ucap Yudanta.

Entah apa niat Yudanta saat dia ingin kakak iparnya pergi, malah sekarang dia ingin bertemu dengannya. Tidak akan baik jika Juan bertemu dengan Dara. Kejadian terakhir kali sudah cukup membuat Dara takut. Apalagi sikap Yudanta yang membabi buta memperlakukan Juan.

***

Di sebuah Desa kecil, Yudanta yang datang bersama Kale dan beberapa orang anak buahnya berjalan masuk ke rumah kecil di ujung Desa itu. Dengan bantuan Leo, Brian bisa mendapatkan keberadaan Juan di tempat itu.

"Kau masih tetap sama," ujar Yudanta sambil duduk di dekat seseorang yang sedang terbaring dengan beberapa botol minuman keras di dekatnya.

"Jangan menggangguku! Pergi dari sini!" teriak Juan yang tak sadar jika orang di sampingnya Yudanta.

"Kau tak ingin hidup layak dari yang sekarang?" tanya Yudanta dengan menatap ke sekitar rumah kecil yang Juan tempati.

Juan tidak menjawab, dia masih memejamkan mata dengan posisi yang sama. Tak lama Yudanta menuangkan sebotol air pada kepala kakak iparnya itu. Seketika Juan yang tadinya memejamkan mata, menatap Yudanta marah.

"Akhirnya kau bangun juga," ucap Brian. Dia berdiri di dekat Yudanta.

"Kau!!" Juan berusaha untuk mendekat pada Yudanta, namun Kale segera menendang hingga Juan jatuh terduduk.

"Apa kakimu sudah sembuh?" tanya Yudanta basa-basi.

Cuhhh. Juan meludahi sepatu Yudanta mendengar pertanyaan adik iparnya. Namun, bukannya marah, Yudanta hanya tersenyum. Dia bahkan lebih dekat, tak peduli jika Juan akan meludahinya lagi.

"Aku datang ke sini menawarkan hal yang akan membuatmu senang," ucap Yudanta.

"Tidak. Kau hanya akan menganiaya diriku, dan membuatku cacat. Apa kau tidak puas dengan yang kau lakukan sekarang!" tegas Juan. Sorot matanya terlihat jelas jika dia sangat marah adanya Yudanta di hadapannya. Dia yang membuat Juan terasingkan seperti sekarang.

"Aku bisa saja membunuhmu sekarang, bukankah lebih baik aku membuat kakimu cacat saja," ucap Yudanta.

Seperti tidak ingin mendengarkan Yudanta, dia berusaha untuk berdiri dan berjalan meninggalkan Yudanta dengan kaki pincang.

Saat Kale akan menyeretnya, Yudanta melarangnya. Dia berdiri dan mengikuti Juan keluar rumah itu. Bahkan dia tak peduli saat Juan mengerutu karena Yudanta mengikutinya.

"Aku dengar Galih mencarimu. Apa kau sudah bertemu dengannya?" tanya Yudanta. Mereka berjalan menyusuri jalanan Desa yang gelap. Jarak satu rumah ke rumah yang lain lumayan jauh. Apalagi tempat yang Juan tempati ada di ujung Desa.

"Untuk apa dia mencariku saat dia tidak bisa membantuku. Dia menjebakku," sahut Juan dengan nada ketus. Mereka masih melangkah dengan Yudanta yang ada satu langkah di belakang Juan.

"Untuk apa kau datang? Tidak biasanya kau seperti ini padaku? Apa anak itu sudah mati?" tanya Juan.

"Sepertinya pertanyaan itu rasa rindumu pada Dara. Dia baik-baik saja, anak kita juga sudah lahir. Aku harap kau tidak berencana untuk membunuh mereka saat aku ingin menawarkan sesuatu menguntungkan untukmu," jelas Yudanta.

"Aku pikir kau sejak tadi ingin menawarkan sesuatu padaku. Apa yang kau mau?" tanya Juan. Kali ini Juan menghadap Yudanta yang sudah tersenyum. Sepertinya dia akan berhasil bicara dengan Juan.

Tak jauh dari mereka, Kale, Brian dan anak buah Yudanta mengikuti ke mana mereka pergi. Hingga saat mereka berdua berhenti, mereka yang mengikutinya juga berhenti. Obrolan mereka tampak serius. Juan sendiri sangat berbeda dari yang sebelumnya, entah entah ada perubahan atau tidak, tapi biasanya sikap Juan hanya uang, uang dan uang saat bertemu dengan Yudanta.

"Kita pulang sekarang," pinta Yudanta. Setelah puas bicara dengan Juan, dan raut wajah Juan yang sudah berubah dari sebelumnya, menandakan apa yang Yudanta minta akan dia lakukan. Dia berhasil membuat Juan memihaknya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Kale.

Terlihat Yudanta memijat kepalanya pelan sesampainya di dalam mobil. Rasa pening itu membuat pandangannya kabur sesaat, namun dia tidak ingin mengeluh. Dia hanya diam sambil menyandarkan kepalanya.

"Kita ke rumah sakit terdekat," ucap Kale pada anak buah yang menjadi sopir.

"Tidak. Kita pulang saja," sahut Yudanta dengan mata yang masih terpejam.

"Apa kau berhasil membujuknya?" tanya Brian. Dia bicara dengan Yudanta dari jendela mobil yang memang Yudanta buka. Sebelum mobil yang Yudanta tumpangi melaju.

"Aku harap dia memegang janjinya. Suruh anak buahmu menjaganya dari jauh. Aku tak ingin Galih menemuinya. Dia sangat mudah berubah pikiran saat apa yang akan Galih katakan mrngiurkan," tutut Yudanta.

"Baiklah," jawab Brian.

"Berhati-hatilah. Aku pulang lebih dulu," timpa Yudanta.

Brian memang datang lebih dulu, itu sebabnya dia tidak pulang bersama Yudanta. Setelahnya mobil yang Yudanta kendarai melaju meninggalkan Desa itu. Dengan Yudanta yang mulanya bersandar, sekarang coba menghubungi seseorang.

"Aku berhasil membujuknya, sisanya kau yang lakukan. Suruh mereka berhati-hati saat menjalankan rencana kita. Biar Galih menikmati waktunya sebelum dia masuk perangkap kita," jelas Yudanta.

Yudanta menjalankan rencana yang hanya dia dan Leo yang tau. Brian dan Kale saja tidak banyak tau apa yang akan dia lakukan. Yang mereka lakukan hanya mendengarkan perintah Yudanta saja. Seperti sekarang, tugas Brian mencari keberadaan kakak iparnya.

"Apa kau percaya dengan kaki tangan kakekmu itu?" tanya Kale yang duduk di depan samping bangku kemudi.

"Kalaupun dia mau nyawaku. Aku akan berikan, asal tidak melukai anak dan isteriku," jawab Yudanta.

"Sebenarnya apa yang kalian rencanakan. Sepertinya kau tidak ingin kita tau," sahut Kale. Memang tidak semuanya yang Yudanta rencanakan mereka tau, tapi ini sudah menjadi niat Yudanta.

"Tidak ada. Hanya ingin tau saja sejauh mana Galih ingin menyikirkanku," timpa Yudanta.

"Sepertinya lebih dari itu, aku--"

"Biarkan aku tidur. Bangunkan jika hampir sampai," ujar Yudanta sebelum Kale bicara lebih panjang.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang