77

634 18 0
                                        

Yudanta berjalan masuk ke rumah kakeknya, pagi ini dia ingin bertemu dengan beberapa anggota gangster yang harusnya dia temui kemarin. Mereka tampak tunduk di hadapan Yudanta, karena memang dia yang menjadi pemimpin mereka sekarang.

Duduk di meja kerja kakeknya membuat Yudanta takut jika dia akan menjadi serakah sama seperti sang kakek. Memang tampak begitu nyaman, tapi hal ini bukan yang Yudanta inginkan. Dia bukan pria yang mau di suruh memakai jas lengkap seperti orang penting, bukan style Yudanta.

Tidak banyak yang mereka katakan, karena Yudanta sendiri bagian dari mereka. Malah dia menjadi tombak kakeknya sejak beberapa tahun belakangan ini.

"Apa aku kalian anggap boneka? Apa begitu?" tanya Yudanta pada beberapa orang yang bersamanya. Mereka sedang menjelaskan apa yang dia mau dari Yudanta, namun mereka seperti memerintah bos mereka yang melakukan itu.

"Maafkan kami, Tuan. Maksud kita bukan seperti itu, hanya saja Tuan selalu berhasil dengan tugas yang Tuan Kaito berikan, itu sebabnya kami percaya sepenuhnya pada Anda," jawab salah satu dari mereka.

"Kalau kalian memang percaya. Lakukan apa yang aku mau. Ambil lahan yang kalian anggap bagus itu dengan usaha kalian. Jika kalian hanya ingin mengandalkanku, aku tak perlu kalian di sini. Aku bisa melakukannya sendiri," ujar Yudanta.

"Maafkan kami, Tuan."

"Aku datang ke sini hanya ingin mendengarkan apa yang Kakek berikan padaku, bukan tentang kalian yang mau aku merebut lahan itu. Aku tak perlu itu, jadi lakukan sendiri." Yudanta beranjak dan berjalan pergi. Dia menyesal datang, lebih baik dia menghabiskan waktunya dengan sang istri daripada mendengarkan mereka.

Leo yang memang menjadi kepercayaan Kaito, coba menghentikan Yudanta agar tidak pergi karena bukan itu yang dia maksudkan.

"Sudahlah, aku malas berurusan dengan mereka. Aku merasa kau sedang menjadikanku boneka mereka. Perlu kau ingat, aku tidak mau menjadi seperti ini. Terserah kau saja akan kau apakan harta Kakek, aku tidak peduli." Yudanta masuk mobil dan melajukan meninggalkan kediaman Kaito, membiarkan Leo yang berusaha untuk menghentikannya.

Selama menjadi gangster, Yudanta tak mau berkumpul dengan mereka yang hanya mau bersembuyi di ketiak Kaito. Itu alasannya, Yudanta selalu memilih menjadi eksekusi di lapangan daripada mendengarkan kakeknya memerintah langsung.

"Cepat katakan," jawab Yudanta saat menjawab telepon saat dia mengendarai mobil menuju ke rumahnya.

"Juan membuat ulah di basecamp. Bisakah Bos datang?" tanya seseorang yang menghubungi Yudanta.

"Apa dia mabuk?" Yudanta balik bertanya.

"Sepertinya dia sedang memakai. Dia mencarimu di sini," jelasnya.

"Hubungi Kale atau Brian. Agar mereka yang mengurusnya. Aku tidak mau menemuinya." Yudanta tak ingin berakhir babak belur lagi, bukan dia takut melawan. Jika Yudanta sudah hilang akal, pasti melakukan hal bodoh. Walau Dara ingin dia membunuh kakaknya.

Yudanta hanya ingin pulang sekarang, sebelum Juan datang untuk menemuinya di rumah. Dengan kecepatan tinggi, Yudanta melajukan mobilnya.

***

"Mbak Anggun, apa kau tidak ingin menikah?" tanya Dara pada Anggun yang sedang menemaninya bersantai di teras belakang rumah.

"Ingin, tapi Brian tak peka. Mungkin awalnya aku berpikir seperti ini sama saja, nyatanya aku melihat kalian merasa iri. Apalagi Yudanta yang begitu perhatian padamu. Dia memang playboy tapi padamu dia berbeda. Sikapnya tak sama," jelas Anggun.

"Ya, aku beruntung mendapatkannya. Entah kenapa dia bersikap seperti itu padaku," jawab Dara.

"Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya asyik." Dara yang mendengar suara siapa itu menatapnya dengan senyum manis.

"Yang di omongkan di sini," sahut Anggun.

"Kalian membicarakanku? Ada apa?" Yudanta segera duduk di samping istrinya yang masih menatapnya lekat.

"Selalu saja dengan pertanyaan yang sama. Ada apa?" Dara berpindah duduk di pangkuan suaminya.

"Tidak adil. Kalian selalu membuatku iri dengan hal seperti ini. Oh ya, apa yang kau dapat dari rumah kakekmu?" Anggun mengalihkan pembicaraan sebelum Yudanta malah mengejeknya.

"Tidak ada sama sekali." Yudanta menatap Anggun kemudian menatap Dara, seperti memberikan syarat untuk tak membahas itu.

"Oh ... Brian sejak tadi tak bisa di hubungi. Apa kau tau di mana dia? Pria menjengkelkan seperti dia itu sungguh merepotkan," gerutu Anggun.

"Dia bilang sedang di basecamp, dia tidak pergi bersamaku," jawab Yudanta.

Tengah asyik bicara, mereka mendapatkan kabar dari Brian. Bukan kabar yang baik, karena mereka harus segera ke rumah sakit setelah memdapatkan kabar. Yudanta harus mengajak Dara juga, tidak mungkin dia meninggalkan Dara di rumah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Yudanta pada Kale yang ada di depan ruang UGD. Pakaiannya ada noda darah di beberapa bagian.

"Ya, aku baik-baik saja. Tapi Brian terluka di kepalanya karena Juan memukulnya dengan kunci inggris. Kita baru datang saat Juan sudah membuat onar, karena Brian belum siap dengan serangannya, Juan mengenai kepalanya sampai berdarah," jelas Kale.

"Sekarang di mana dia?" tanya Dara memotong obrolan Kale dengan Yudanta.

"Sudahlah, biar mereka yang urus. Sebaiknya kita fokus dengan kondisi Brian. Kasihan Anggun syok mendengar kabar ini," sahut Yudanta.

"Tidak, Mas. Dia sudah keterlaluan," timpa Dara.

"Percuma saja karena dia sedang mabuk," jawab Yudanta.

Dara sungguh kecewa dengan sikap Juan. Dia seperti orang yang sudah tidak waras. Bagaimana bisa dia tega melukai Brian yang ingin membawanya pergi karena membuat kerusuhan.

"Tapi Juan tidak bisa di biarkan Mas." Dara masih saja ingin bertemu dengan kakaknya.

"Sudahlah, jangan pikirkan dia," jawab Yudanta.

"Mas seperti tidak peduli, laporkan saja jika begitu," elak Dara yang sedang bicara dengan Yudanta di sudut kiri ruang UGD.

"Darapuspita! Haruskah aku mengulangi ucapanku? Akan percuma kau melawan orang yang tak sadar, tenanglah," tegas Yudanta.

Seketika Dara diam saat mendengar jawaban suaminya yang penuh penekanan. Sorot matanya tampak jelas jika dia sedang tidak ingin bantahan. Lagian jika Yudanta meladeni Juan sekarang, yang ada dia akan menghabisi kakak iparnya itu. Dia hanya menahan untuk tidak bertemu dengan Juan. Dia akan gelap mata, jika bertemu sekarang. Bagaimanapun Juan adalah kakak dari istrinya.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Yudanta saat Anggun keluar dari ruang UGD.

"Dokter sudah menutup lukanya. Pria gila itu memukulnya sekali, entah apa yang akan terjadi kalau pukulan itu lebih keras," jelas Anggun.

"Maafkan aku, Mbak. Ini semua karena kakakku," sahut Dara. Dia merasa bersalah atas apa yang tidak dia lakukan. Ini semua karena Yudanta yang meminta Brian dan Kale mengurus pria gila seperti Juan.

Yudanta hanya diam sambil menyilangkan tangan. Dia hanya ingin tenang, dia di hadapkan pilihan yang sulit. "Masuklah, dia ingin bertemu dengan kalian berdua," pinta Anggun pada Yudanta dan juga Kale.

Yudanta masuk lebih dulu, membiarkan Dara bersama Anggun di luar. "Sebenarnya apa yang Juan cari di basecamp? Bukankah Mas Yuda tidak lagi menjadi anggota di sana?" tanya Dara.

"Dia ingin suamimu memberinya uang," jawab Anggun. Tak tau malu memang, kenapa Juan terus membuat Yudanta menderita.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang