38

1.8K 57 1
                                        

"Akh!!" Yudanta melampiaskan kemarahannya dengan memukul dinding rumah sakit setelah Dokter memberitahu, jika janinnya tidak bisa diselamatkan. Perdarahan yang terjadi begitu banyak. Dokter harus menyelamatkan ibunya, jika janin di perutnya tidak segera di angkat, itu akan mengancam jiwa Dara.

"Cari 2 orang itu. Aku tidak mau tau bagaimana cara kalian membawanya hidup-hidup, karena hanya aku yang akan membunuh mereka berdua," tegas Yudanta. Sorot matanya, syarat akan kemarahan. Dara harus kehilangan janinnya karena ulah mereka.

"Kau harus fokus dengan kondisi Dara dulu. Biarkan mereka kita yang urus. Dara membutuhkanmu sekarang," ucap Kale. Beruntung Dara tadi melihat Kale, jika tidak. Mungkin dia sudah mati di tangan 2 orang itu.

Anggun dan Kale hanya diam. Yudanta dikecohkan dengan orang yang dia hajar di baseman. Tenyata mereka mengincar Dara, bukannya dia.

Perlahan langkah kakinya mengarah ke ruang rawat Dara. Langkahnya berat untuk bertemu dengan wanita yang sudah menjadi istrinya, karena calon bayi mereka tidak bisa bertahan lagi.

"Sayang ...." panggil Yudanta lirih, Dara sendiri tampak diam dengan wajah pucat pasih.

Dara sudah menangis saat menatap Yudanta. Dia tidak kuat lagi menahan rasa sesak di dadanya. Wajahnya tampak pucat pasih, dia terlihat hancur dengan yang dia alami sekarang. Rasanya lebih sakit dari dipukul Juan.

"Sayang ... bayi kita." Dara mengatakannya dengan tangis yang sudah pecah. Dia memegang perutnya, dia berharap ini tidak terjadi di hari bahagianya.

Yudanta langsung memeluk Dara yang menangis dengan nafas berat, dia terpukul akan kehilangan calon bayinya. Yudanta sendiri terisak saat mengetahui kenyataan yang berat untuknya. Hal yang tidak dia sangka terjadi di saat hari pernikahan mereka.

Mereka harus kehilangan calon bayinya di hari yang harusnya mereka rayakan dengan kebahagiaan. Semua begitu cepat untuk Yudanta dan juga Dara.

"Bayi kita, sayang." Dara masih menangis mengatakannya. Dan itu semakin membuat Yudanta hancur, istrinya begitu terpukul akan kehilangan.

"Tatap mataku. Semua akan baik-baik saja. Kita harus relakan dia. Tidak apa-apa. Kau percaya padaku?" Yudanta harus lebih kuat dari Dara walau dia juga merasa kehilangan atas bayi yang dia harap lahir ditengah keluarganya.

"Kau harus merelakannya. Yakinlah semua akan baik-baik saja." Yudanta memeluk tubuh Dara yang kembali menangis. Dia tidak bisa melarang Dara untuk berhenti menangis karena ini memang menyakitkan.

Sekeras apa sifat Yudanta, dia tidak bisa menahan rasa sakitnya atas kehilangan ini. Mungkin dia memilih menerima luka di tubuhny, tidak dengan luka seperti ini.

"Kau jaga dia," pinta Yudanta pada Anggun.

"Kau mau ke mana? Temani istrimu dulu, jangan pergi ke manapun dan membuat kondisi semakin buruk. Fokuslah dulu pada kondisi istrimu," tutur Anggun.

Namun, Yudanta tidak peduli akan perkataan Anggun saat dia memiliki rencana sendiri. "Brian, temani Anggun di sini. Jaga Dara, jangan sampai siapapun menemuinya. Katakan padanya aku ada urusan jika dia tanya." Yudanta memegang pundak Brian dan berjalan pergi.

Dia tidak bisa jika harus diam saja. Dia tau ini semua rencana siapa, dan siapa yang bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Yudanta melajukan mobilnya ke rumah Kaito, kakeknya.

Dengan kecepatan tinggi, dia pergi seorang diri karena Kale masih mencari orang yang mencelakai Dara. Sesampainya di rumah kakeknya, beberapa orang memintanya agar tidak masuk, tapi Yudanta bersikeras untuk masuk.

"Pergi dariku. Aku ingin bertemu Kakek!" Bentak Yudanta saat beberapa orang coba menghalanginya. Sepertinya Kaito sedang ada tamu, tapi Yudanta tidak peduli akan hal itu.

Yudanta menendang beberapa orang yang menghalanginya sampai dia melihat kakeknya sedang bicara dengan beberapa orang.

"Biarkan dia. Kalian pergilah," ucap Kaito pada anak buahnya.

"Apa ini semua ulah Kakek?" tanya Yudanta tanpa rasa malu pada mereka yang sedang menatapnya.

"Apa yang kau bicarakan? Kemarilah, ini keluarga calon istrimu. Kau harus memberinya salam," ucap Kaito tanpa rasa bersalah.

Yundanta tersenyum sinis mendengar apa yang kakeknya katakan. "Calon istri? Apa aku tidak salah dengar? Aku sudah memiliki istri, dan Kakek yang membuat istriku kehilangan bayinya." Yudanta berpikir jika ini karena kakeknya. Siapa lagi yang mau mencelaki Dara kalau bukan dia.

"Oh, dia sudah kehilangan bayinya? Bukankah itu bagus. Anak hubungan tanpa status memang tidak berhak hidup. Kau harusnya menerima tawaran kakekmu itu," ucap seorang wanita yang tak lain calon istri yang kakeknya mau.

Wanita itu berdiri dan berjalan tepat di hadapan Yudanta. "Aku suka dia, Ayah. Dia begitu tampan. Aku ingin menikah dengannya." Wanita itu memegang pipi Yudanta, tapi langsung dia tampik begitu saja. Dia tidak tau malu memgatakan keinginannya saat tau Yudanta sudah memiliki istri.

"Jangan bicaramu! Aku tidak akan sudi menikah dengan wanita sepertimu," tegas Yudanta.

"Kau yakin itu?" Wanita itu semakin dekat dengan Yudanta.

"Tentu, sangat yakin." Yudanta mendorong tubuh wanita itu. Dia tidak peduli harus melawan wanita, dia hanya tidak mau wanita itu berani menyentuhnya ataupun Dara.

"Kurang ajar sekali kau!" Teriak Kaito saat melihat wanita itu jatuh terduduk.

"Ingat! Jangan harap kau bisa mengganggu istriku. Aku tidak akan takut walau kau ini wanita, aku bisa lebih dari ini." Yudanta menujuk tepat ke wajah wanita itu.

"Cucu Anda sudah memperlakukan putri saya dengan tidak baik. Aku tidak ingin menjadi rekan Anda," tungkas Ayah dari wanita itu.

"Tapi, Ayah. Aku mau dia. Aku--"

"Jangan bertindak bodoh. Nyawamu lebih berharga daripad bekerja sama dengan mereka." Pria tua itu menarik lengan putrinya dari kediaman Kaito dengan marah, dan itu menjadi buruk untuk Kaito yang gagal mendapatkan apa yang dia mau.

"Dasar anak kurang ajar! Buat dia menyesal sudah membantahku. Kau tidak bisa selamat dari sini."

"Di mana letak hati nurani Kakek. Bagaimana bisa Kakek membuat Dara kehilangan bayinya karena orang suruhanmu itu. Agar aku menikah dengan wanita gila itu? Kau hanya menjadikanku alat, aku tidak mau lagi. Aku pastikan Kakek akan hancur perlahan-lahan. Pencapaian Kakek selama ini atas kerja kerasku, aku pastikan akan hancurkan bisnis Kakek!" Yudanta memang tidak pernah membantah, tapi kali ini dia tidak terima dengan perbuatan kakeknya yang tega mencelakai Dara.

"Kau menantang kakekmu? Kau yang akan kehilangan gadis itu. Kau menghancurkan rencanaku! Hajar dia!" Kaito meminta kaki tangan yang juga anak angkatnya itu bertarung melawan Yudanta.

Walau tidak ingin, tapi dia tetap mau Yudanta melawannya. Mendapatkan tendangan, membuatnya langsung membalas. Dia tidak peduli lagi akan seperti apa nantinya. Dia hanya akan meluapkan emosi dengan bertarung dengan kaki tangan kakeknya.

"Kau tau, bagaimana istrimu itu terjatuh dan mengalami perdarahan di gaun pengantinya. Harusnya aku merekam itu," tuturnya.

"Jadi ini ulahmu?"

"Tentu saja. Aku suka sekali melihatmu menderita. Kakekmu itu terlalu percaya jika cucunya ini akan menjadi dirinya, namun dia lupa, cucunya juga yang akan menjadi penghancur bisnis ilegalnya," ujarnya. Sebenarnya dia begitu membenci Yudanta, karena dia tidak bisa menjadi Ketua Gangster seperti keinginannya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang