55

868 44 2
                                    

"Kalian yakin akan pergi?" tanya Anggun yang tampak sedih saat mengantarkan sepasang suami istri itu untuk pergi.

Ya, Yudanta dan Dara jadi untuk berangkat ke Bali, seperti keinginan Yudanta sejak awal. Mereka dengan sangat hati-hati, takut jika nanti anak buah Kaito melihat Yudanta yang masih hidup.

"Maafkan aku, Mbak." Dara memeluk tubuh Anggun yang berat melepask kepergian mereka.

"Semua akan baik-baik saja. Kalian di saja jaga kesehatan dan jangan melupakan kita di sini," tutur Anggun.

"Begitulah wanita, mereka itu rumit. Seperti ingin pergi jauh saja," bisik Brian yang melihat Anggun dan Dara sedang bicara.

Saat menunggu Dara berpamitan pada Anggun, mata Yudanta menatap lekat dari balik kaca mata yang di kenakan. Dia membalikkan badan dan lebih dekata dengan kedua sahabatnya.

"Kalian pulanglah. Aku pikir mengenal orang berjalan di belakang kita. Aku hubungi nanti saat sampai." Yudanta yang asal menatap belakang melihat seseorang yang dia kenal. Yudanta langsung berjalan pergi dengan Dara yang menggandengnya.

"Ada apa sayang?" tanya Dara yang bingung dengan sikap suaminya.

"Jangan menoleh. Jalan saja. Tau begini kita bawa motor lebih aman," ucap Yudanta.

Dia segera pergi sebelum orang yang dia lihat, menghampirinya. Dia kenal siapa dia, walau hanya sekali bertemu tapi aku tau jika itu anak buah dari orang yang akan dijodohkan padanya.

Sesampainya di pesawat, Yudanta menatap sekitar ada orang itu tidak satu pesawat dengannya atau tidak. Dia tidak mau, saat dia tau dan melaporkan Yudanta yang masih hidup.

"Sayang, kau merasa gelisah sejak tadi. Ada apa?" Tangan Dara membuat Yudanta menatapnya. Dia tersenyum melihat istrinya. Harapannya hanya semoga ini menjadi pilihan bagus untuknya tidak di Bali berdua saja.

"Tidak ada apa-apa." Yudanta tidak akan mungkin mengatakan apa yang sedang menganggu pikirannya. Dia hanya ingin segera sampai di Bali.

Memakan waktu kurang lebih 2 jam mereka sampai di Kecamatan Kuta, jaraknya 25 menit dari Denpasar. Setibanya di Bali, ada salah satu teman Yudanta yang menjemputnya. Dia mengajak Yudanta untuk ke rumahnya sebelum dia pergi ke tempat yang akan menjadi rumah mereka nanti. Temannya juga yang membantunya.

"Kau tetap sama. Kau tidak menua," tutur Agung, teman Yudanta. Dia asli orang Bali yang dulu sempat berteman saat satu kuliahan.

"Kau saja yang tua sebelum usiamu. Kenapa tidak membawa putri kecilmu?" tanya Yudanta.

"Dia sedang demam. Nanti juga dia akan melihatmu. Apa dia akan mengenalimu," jawab Agung.

"Dia ini dulu berandalan kampus, tapi sekarang dia sudah tenang setelah memiliki anak cewek yang lucu," jelas Yudanta pada Dara.

"Ya, terus saja kau menceritakan keburukanku pada istrimu. Asal Mbak tau, dia playboy kampus. Siapa yang tidak mengenal Yudanta Wijaya, bukan begitu saja. Dia di takuti dulu, apa sekarang masih?" tanya Agung. Mereka sedang menuju rumah Agung sebelumnya.

"Terlihat jelas itu. Apa dia juga sempat menghamili wanita di kampusnya?" Dara menatap sambil tersenyum ke arah Yudanta.

"Tidak sampai begitu, dia jual mahal saat cewek antri berharap cintanya," jawab Agung.

"Kau itu memuji atau ingin menjatuhkanku? Terdengar seperti sedang menjatuhkanku," sahut Yudanta.

Sampailah mereka di rumah Agung. Tempatnya begitu indah karena dekat dengan pantai. Dara menatap bentangan laut yang menjadu halaman rumah Agung.

"Kau tidak memberitahu yang lain saat aku datang?" tanya Yudanta lirih, membiarkan Dara melihat keindahan Pantai Kacamatan Kuta.

"Seperti yang kau minta Bos," jawab Agung.

"Jangan memanggilku seperti itu. Aku ingin menikmati waktuku di sini." Yudanta menepuk pundak Agung yang ternyata kawan satu genk motor dulu. Dia salah satu anggotanya, dia juga mengenal Brian ataupun Kale, namun Yudanta ingin dia bersikap seperti biasa saja.

"Sayang, kita masuk dulu. Kita bertemu dengan istri Agung, sebelum kita ke rumah yang akan kita tempati," jelas Yudanta.

Dara segera menghampiri Yudanta dan berjalan masuk ke rumah Agung yang lumayan besar. Saat baru masuk, mereka di sambut oleh gadis kecil yang berlari pada sang ayah.

"Hei, apa kau mengenalku? Kita bertemu setahun yang lalu." Yudanta mencolek pipi gadis kecil yang ada digendongan ayahnya. Dia seperti malu pada Yudanta yang baru datang.

"Tidak. Apa kabar, Om Tampan," sapa anak itu menggemaskan.

"Boleh aku menggendongmu. Aku gemas sekali pada pipi tembemmu ini." Yudanta sepertinya sangat suka dengan anak kecil, dia tampak senang bercanda dengan anak temannya itu.

"Bos Yuda, apa kabarmu?" Sapa seorang perempuan yang berjalan dari dalam rumahnya. Dara yang terkekjut menatap perempuan itu. Di beberapa bagian tubuhnya, ada tatto. Tampak garang walau tak mengurangi kecantikannya.

"Jangan memanggilnya seperti itu, ada istrinya," bisik Agung yang tak ingin Dara merasa tidak nyaman.

"Tentu baik. Apa aku boleh membawa gadis kecil ini pulang. Dan kau--"

"Ya, aku hamil lagi, kawanmu ini suka sekali membuatku susah," sahut Mira, istri Agung.

"Kenalkan ini istriku, Dara."

Mereka saling berkenalan, Dara tampak canggung pada Mira. Bukan karena tatto di tangan dan kakinya, hanya saja dia pikir Yudanta tidak akan jauh dari orang-orang seperti mereka. Tapi itu bukan buruk, hanya saja kapan dia bisa menjadi Yudanta, pria biasa saja bukan Bos Yuda yang terkenal sebagai Singa dingin.

"Jarak rumah kalian tidak begitu jauh dari sini. Jadi kalau ada apa-apa, kau bisa datang ke sini. Anggap rumah sendiri. Kita juga di sini karenanya. Dia membantu kita dari masalah yang sempat menimpa," Jelas Mira pada Dara sambil menikmati secangkir teh hangat yang Mira buatkan untuk tamunya.

"Aku pasti sangat merepotkan Mbak nanti. Maafkan aku," tutur Dara.

"Tenanglah jangan canggung. Anggap aku temanmu. Aku tidak menyangka jika pria sedingin Yuda akan menikah. Dia itu dulu idaman banyak wanita. Sejak di masih di bangku sekolah tingkat atas sampai perguruan tinggi, dan aku tak percaya jika bisa tunduk, karena selama aku mengenalnya, dia tidak pernah bersama wanita yang serius, pasti hanya pelampiasan saja," jelas Mira.

"Bagaimana kalian bisa kenal? Maksudku, kau dengan suamiku?" tanya Dara.

"Aku dulu hanya seorang wanita yang dilecehkan oleh Ayah tiriku sendiri, saat itu Agung mengenalku dan ada sedikit masalah yang membuat Agung minta bantuan Bos Yuda, eh maaf ... aku terbiasa memanggilnya seperti itu, karena dia memang ketua genk motor yang terkenal saat itu, walau sekarang sama saja. Tapi dia berbeda sekarang." Mira menatang Yudanta dan Agung yang tak jauh dari mereka berdua.

"Aku berharap dia hanya menjadi suamiku. Tidak dengan embel-embel ketua genk motor ataupun gangster," jawab Dara. Harapan hidup dengan tenang masih menjadi anggan Dara dan juga Yudanta. Mereka harap hal baik menyertai mereka saat du Bali.






.
.
Hai apa kabar?
Lama nih gak update
Masih ada yang nunggu gak nih?
Kalo ada 10 like, aku update 2x deh
🤭

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang