58

634 24 1
                                    

Brakkk

Galih menendang tubuh Yudanta yang sedang duduk di kursi sampai terjungkal. Dia juga menginjak dada Yudanta yang memejamkan mata karena merasa kesakitan menahan berat tubuh Galih.

Yudanta tidak melawan sedikitpun. Bukan dia tak bisa melawan, hanya saja nyawa Dara dipertaruhkan. Dia hanya harus mendengarkan apa yang Galih mau.

"Ambilkan alkohol itu," pinta Galih pada salah satu anak buahnya.

"Aku katakan padamu. Kau harus pulang dan mengambil apa yang menjadi hakmu itu!" tegasnya pada Yudanta dengan posisi yang sama karena Galih masih di sampingnya.

"Aku tidak akan melalukan apa yang kau mau. Ambil sendiri kalau kau mau. Itu bukan urusanku. Aku juga tak peduli denganmu," jawab Yudanta.

"Kau bilang apa!!!" Galih melogok minuman keras di tangannya pada Yudanta yang mau tak mau menelan alkohol itu. Yudanta sampai tak bisa bernafas karena Galih terus menuangkan alkohol itu pada mulutnya.

"Apa kau ingin aku bersikap seperti ini pada istrimu?" tanya Galih setelah puas membuat Yudanta terbatuk karena Galih memaksanya.

"Jangan ... coba-coba menyentuhnya," sahut Yudanta dengan nafas memburu. Dia coba untuk bangun. Bagian atas tubuhnya basah whiskey yang Galih tuangkan pada mulutnya.

Tanpa mendengarkan apa yang Yudanta katakan, anak buah Galih membawa Dara tak jauh dari Yudanta. Dia tampak terlelap di lantai dingin dengan tangan yang diikat.

"Sepertinya bercinta dengan istrimu di hadapan suaminya akan sangat seru. Boleh aku mencobanya," ucap Galih tanpa rasa malu. Dia mengangkat baju yang Dara kenakan perlahan.

Walau kepalanya terasa pening karena alkohol yang dia minum, tapi Yudanta berusaha untuk menjaga kesadarannya agar Dara tidak mendapatkan pelakukan tidak baik dari Galih.

"Cukup! Jangan kau sentuh istriku!" Teriak Yudanta.

Seakan tuli, Galih membuat tubuh bagian atas Dara terbuka, tersisa bra yang menutupi gunung kembar milik istrinya.

"Jangan!" Terikan Yudanta tidak dipedulikan oleh Galih. Tangannya semakin nakal. Dia membuka resleting celana Dara yang hanya terdiam karena efek obat tidur yang Galih berikan padanya.

"Kau memang pintar memilih wanita. Lihatlah tubuh mulus istrimu ini. Haruskah aku membuat goresan di kulit mulusnya agar menjadi pertanda, saat suaminya lebih memilih korbankan dia daripada melakukan apa yang aku mau."

"Jangan kau berani menyentuhnya. Aku--" Yudanta kembali ambruk saat anak buah Galih menendangnya. Dia memegangi perutnya yang terasa sakit. Tidak berhenti di sana, 2 orang sedang menghajar Yudanta yang tak berdaya. Matanya terus menatap apa yang Galih lakukan.

Yudanta mencoba untuk bangun dan menghampiri Dara, namun gagal. Padahal Galih terus melakukan niatnya untuk melecehkan Dara yang tak sadar. Dia bahkan membuat celana jeans yang Dara kenakan sobek karena dia gunting dari bawa ke atas.

"Kau tau resikonya. Dia akan di nikmati oleh anak buahku di sini saat kau tidak segera menjawab apa yang aku tawarkan. Pulang dan ambil hakmu," jelas Galih.

Tubuh Yudanta sudah babak belur. Rasanya remuk karena 2 anak buah Galih terus menghajarnya. "Hentikan! Aku akan lakukan apa yang kau mau, jadi pergilah. Jangan coba melecehkan istriku." Tubuhnya begitu lemah, tapi Yudanta tetap ingin menyelamatkan Dara dari kebringasan Galih.

"Aku tidak dengar. Katakan sekali lagi. Jika tidak aku akan membuat tubuh istrimu telanj*ng agar mereka bisa menikmatinya dengan mudah," tutur Galih.

"Ya, aku akan pulang. Jangan sentuh istriku lagi," jelas Yudanta dengan tubuhnya yang terbaring karena tak sanggup untuk berdiri.

Galih mendekati Yudanta, membiarkan Dara terbaring di sana, dengan tubuh setengah telanjang. Dia menginjak pergelangan tangan kiri Yudanta hingga dia berteriak begitu keras karena rasa sakit di bagian yang Galih injak.

"Akhh!!!" Teriakan itu begitu meyakitkan untuk Yudanta. Tangannya hingga bergetar karena rasa sakit itu.

"Aku tunggu dirimu pulang. Jika 2 hari kau tidak pulang jangan harap istrimu baik-baik saja. Kau akan melihat mayatnya. Ini tidak akan sulit untukku, jadi lakukan apa yang aku mau," ujar Galih. Setelah mengatakan itu dia pergi meninggalkan mereka berdua. Dengan Dara yang masih tergeletak dan Yudanta yang terbaring dengan tangan kiri yang terasa patah tulangnya.

Galih tertawa puas saat berhasil menyiksa Yudanta agar menjawab apa yang dia mau. Padahal Yudanta sudah tidak lagi ingin berurusan dengan bisnis gelap kakeknya.

"Sayang ... bangunlah," panggil Yudanta. Dia berusaha keras untuk bangun dan coba menguncang tubuh Dara pelan dengan satu tangan yang memang patah.

"Sayang ...," panggilnya lagi.

Yudanta merogoh kantong dan mengambil ponselnya. Dia coba mencari nomor para sahabatnya dengan rasa sakit yang dia tahan.

"Bisakah kau menjemputku? Aku ...akh!!"

"Yuda!!" Teriak Brian saat panggilan dari Yudanta terhubung, namun hanya terdengar erangan kesakitan.

"Sudah, datanglah cepat!!"

Yudanta tak tahan dengan rasa sakitnya. Dia merebahkan tubuh setelah menyelimuti tubuh istrinya dengan jaket yang di kenakan. Dia dengan susah payah membuka jaket miliknya, karena kesadaran yang tak bisa dia tahan lagi.

"Maafkan ... aku," ucap Yudanta lirih. Dia membawa Dara dalam pangkuannya, saat posisinya sendiri bersandar di dinding tak jauh dari tubuh Dara.

Perlahan kesadaran Yudanta mengabur dan pandangannya hilang begitu dia tak tahan dengan rasa sakit. Dadanya yang Galih injak saja terasa sangat sakit, belum lagi bagian tubuh yang lain.

Galih memang selalu kejam pada Yudanta. Dia selalu memberikan luka pada Yudanta dengan ancaman yang selalu berhasil membuatnya hanya tutup mulut.

***

"Ahh ...." Suara rintihan terdengar saat Dara mulai tersadar. Dia menatap kesekitar tempat dia berada. Bukan lagi lantai yang dingin dan kotor. Dia berada di kamarnya.

"Mas--" panggil Dara saat dia sudah benar-benar tersadar. Dia menatap kesekitar, tapi tidak menemukan Yudanta.

Dara coba berjalan keluar kamar dan melihat Kale yang sedang duduk menghadap ke arahnya. Dengan Brian yang memunggungi Dara. Namun, bukan mereka yang membuatnya terkejut. Melainkan suaminya yang terbaring di kasur lantai dengan luka di wajahnya.

"Apa dia yang membawaku pulang?" tanya Dara yang sudah duduk di samping Brian.

"Ya, dia yang menemukanmu. Sebaiknya kau istirahat. Yuda hanya tertidur karena mabuk, tidak perlu khawatir," jelas Kale.

"Tapi kenapa kalian di sini? Apa dia yang memintanya?" tanya Dara.

"Tidak. Aku hanya ingin bertemu dengan kalian sampai semua ini terjadi," jelas Brian.

"Dan tangannya--" Dara menunjuk pergelangan tangan kiri Yudanta yang terbalut perban, menandakan hal tidak baik.

Seberapa keras mereka ingin hidup bahagia, namun tetap saja mereka masih merasakan rasa sakit, karena masalah mereka belum selesai.

"Mas ...." panggil Dara pada Yudanta.

Mata Dara menangis melihat kondisi Yudanta. Setahun sudah dia tak melihat kondisi seperti sekarang, dan ini begitu menyakitkan untuknya. Galih sudah gila, hanya karena ingin memiliki apa yang bukan haknya, dia rela membuat Yudanta babak belur.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang