37

1.9K 54 0
                                        

"Ke mana Yuda tadi. Apa dia tidak jadi untuk menikah?" Anggun mencari Yudanta yang entah ke mana, padahal hari ini acara pernikahannya bersama Dara.

Dara sudah terlihat cantik dengan gaun putih yang dikenakan. Anggun memintanya untuk duduk karena takut Dara lelah dan perutnya kram lagi.

"Hubungi dia. Apa dia akan kabur saat pernikahannya akan di mulai? Anak itu memang sangat menjengkelkan sekali," gerutu Anggun.

"Itu dia." Dara melihat Yudanta masuk ke kamar hotel yang mereka sewa untuk pesta pernikahan mereka. Walau tidak begitu mewah, Yudanta mengadakan pernikahannya di sebuah Hotel bintang 5, hanya mengundang para sahabatnya dan juga anggota genk nya.

"Kau terluka. Ada apa?" tanya Brian.

"Urus sisanya di baseman, jangan biarkan mereka masuk." Yudanta merapikan jas yang dia kenakan. Mengibaskan agar tidak begitu kotor. Tangannya yang berdarah karena tergores dia balut dengan kain seprei Hotel, tak peduli pihak Hotel akan marah atau bagaimana.

"Ada apa? Kenapa sampai seperti ini?" Dara membantu Yudanta mengikat kain itu dengan tatapan khawatir.

"Hanya ada sedikit masalah, tapi sudah tidak apa-apa. Kita mulai acaranya sekarang?" Dengan tangan yang terbalut kain, Yudanta menggapai tangan Dara yang menatapnya khawatir.

Sudut bibir Yudanta juga berdarah. Lengan kemejanya sobek, tapi masih bisa disembunyikan dengan Jas yang dikenakan. Dara hanya menatap Yudanta berjalan di depannya sambil menggandengnya.

Senyum Yudanta mengembang saat dia berjalan ke aula di mana sudah ada tamu undangan di sana. Masalah yang dia hadapi saat ini tidak akan membuat menghentikan pernikahannya. Hari ini dia harus sah menjadi suami istri.

"Aku memilihmu karena aku sungguh mencintaimu, bukan hal lain, kini ku siap untuk hidup bersamamu," tutur Dara.

"Aku memilihmu karena ku sangat mencintaimu, ku akan menjaga percaya, dan juga siap untuk hidup bersamamu, hidup selamanya," sahut Yudanta.

Setelah sumpah pernikahan mereka ucapkan dan cincin pernikahan yang melingkar di jari mereka berdua. Berjanji satu sama lain di hadapan para tamu. Kaito tidak datang, dia benar-benar menunjukkan dirinya memang tidak menyukai Dara, tapi itu bukan masalah untuk Yudanta. Karena jika dia datang, itu artinya masalah akan datang dan Yudanta tidak mau itu.

"Akhirnya kalian sah menjadi suami istri. Apa kalian lega?" tanya Anggun.

"Tentu, Mbak. Ini juga karena Mbak. Terima kasih sudah membuat ini semua lancar," tutur Dara.

Yudanta tampak banyak diam. Seperti ada yang mengganggu pikirannya. "Ada apa, sayang? Kau terlihat tidak senang," ucap Dara saat Yudanta fokus ke arah pintu masuk.

"Apa Brian sudah kembali?" tanyanya pada Kale. Dia bahkan tidak menjawab pertanyaan Dara.

"Dia sudah mengurusnya."

"Bisakah kau kembali ke kamar bersama Anggun? Nanti aku akan menyusulmu," pinta Yudanta pada Dara.

"Memangnya Mas mau ke mana?" tanya Dara, dia menggenggam Jas Yudanta agar tidak pergi.

"Dara!!!" Teriak seseorang yang sangat Dara kenal. Dia kira tidak akan datang karena, dia tidak melihatnya datang sebelum sumpah janji.

"Apalagi sekarang." Yudanta menghela nafas frustasi.

Di hari pernikahan mereka diadakan. Setelah mengucapkan janji suci pernikahan, mereka tampak bahagia, sampai Juan datang membuat ulah. Dia datang dengan kondisi mabuk, tapi teman genk yang lain segera membantunya keluar aula. Juan hanya akan membuat masalah jika terus di sini.

"Aku hanya ingin bertemu adikku! Kenapa kalian menghalangku?" Teriak Juan tanpa malu.

"Itu yang tidak ingin ku lihat saat kakakmu datang. Pergi ke kamar bersama Anggun. Percuma saja kau menemuinya saat dia mabuk," pinta Yudanta.

Dara hanya diam menatap ke arah kakaknya. Matanya sudah berkaca-kaca. Dia berharap kakaknya yang dulu, bukan Juan yang kasar padanya.

"Aku tidak akan mengulangi ucapanku. Kembali ke kamar sekarang!" tegas Yudanta. Dia tampak berbeda. Sikapnya seperti seseorang yang sedang menutupi sesuatu. Dia tampak serius, dan khawatir.

Anggun segera membawa Dara ke kamarnya. Tidak ingin Yudanta semakin marah saat tidak di dengar perintahnya.

"Sebenarnya ada apa, Mbak? Yuda terlihat gelisah." Dara sedang berjalan ke kamarnya. Dia merasa Yudanta memang bersikap berbeda.

"Aku juga tidak tau. Semoga bukan apa-apa." Namun, harapan Anggun tidak terjadi saat seseorang mendekap Anggun hingga dia pingsan di hadapan Dara yang langsung ketakutan.

"Kau ikut dengan kita baik-baik atau aku harus membuatmu pingsan sepertinya?" Dua orang yang ada di depannya berusaha untuk menangkap Dara yang melangkah mundur. Entah siapa mereka, yang pasti itu bukan bagian dari Yudanta, karena mereka membuat Anggun pingsan dan tergeletak di lantai saat baru masuk lift.

Dara terus melangkah mundur sampai dia melihat pintu darurat. Segera di berlari ke arah pintu dengan gaun yang dia angkat. Dia tidak boleh tertangkap oleh mereka berdua. Dara menuju kamarnya menggunakan tangga darurat.

"Kau mau ke mana?" tanya salah satu oranh itu yang sudah menariknya. Membuat Dara terjatuh beberapa anak tangga. Hingga kepalanya terbentur ujung anak tangga, membuatnya berdarah.

"Akh!" Rintih Dara saat merasa perutnta terbentur anak tangga, karena dia menyeretnya saat sepatunya terlepas.

Dengan tega, mereka kembali menyeret kaki Dara saat hampir berhasil lolos. Tidak mau terus mereka aniaya, Dara memilih untuk turun. Dia berjalan tertatih setelah menendang organ vital orang yang ingin membawanya. Dengan tangan memegang perutnya, Dara terus berjalan menuju baseman. Dia berharap bertemu orang di sana dan bisa membantunya.

Perlahan darah mengalir dari selangkangan mengotori gaun putih yang dikenakan. Kalau saja dia membawa ponsel, dia sudah menghubungi siapapun yang bisa dia telepon. Sayangnya dia tidak membawa. Dia terus berusaha lari dari kejaran mereka, tanpa peduli darah yang terus mengalir. Sepertinya dia perdarahan karena salah satu dari mereka membuatnya terjatuh.

"Akh!" Dara mendekap bibirnya sendiri saat dia sampai di baseman dan bersembunyi di mobil agar mereka tidak menangkapnya. Gaun putih itu menjadi kotor dan berdarah karena perdarahan yang dia rasakan.

"Kau tidak bisa lepas dari kita. Kemarilah, suamimu itu tidak akan bisa menolongmu," ucapnya.

Dengan rasa takut, air mata yang terus mengalir dan rasa sakit menjadi satu dia rasakan. Dia butuh Yudanta sekarang. "Yuda--" panggil Dara lirih.

Tak jauh dari tempatnya, terlihat Kale baru masuk baseman. Dia tampak melihat sekitar dan akan kembali. "Kak Kale! Tolong!" Teriak Dara tak peduli jika 2 orang itu akan menemukannya. Kareja jarak Kale dan Dara lebih dekat.

Merasa dipanggil. Kale menatap ke sekitar. Dan benar saja, di sisi kirinya, dia melihat Dara sedang bersandar di salah satu mobil. Dia segera berlari untuk menghampirinya.

"Apa yang terjadi?" Tatapan syok Kale tunjukkan saat melihat kondisi Dara. Padahal baru beberapa saat dia melihatnya, tapi dia sudah berada di baseman.

"Ke mana Anggun?" tanya Kale.

"Mbak Anggun pingsan. Tolong, Kak, mereka mengejarku. Mereka ingin membawaku," jelas Dara dengan suara bergetar. Gaun putih itu berdarah karena dia mengalami perdarahan.

Kale menatap ke sekitar, tapi tidak melihat orang yang Dara maksud. "Kita ke rumah sakit sekarang."

"Sakit sekali, Kak," keluh Dara.

Tanpa berpikir dua kali, Kale menggendong tubuh Dara. Dalam gendongan Kale, Dara meringis kesakitan. Mengeluhkan perutnya yang terasa sangat sakit. Bahkan darah mengenai Jas yang Kale kenakan, tapi dia tidak memperdulikan itu. Dia harus membawanya ke rumah sakit.

"Beritahu Yuda. Suruh dia ke loby sekarang," jelas Kale pada salah satu anak buahnya.

Tak lama, Yudanta datang dengan emosi yang tidak bisa dia tahan lagi. Dia menatap Dara yang ada di gendongan Kale dengan gaun pengantin yang penuh darah.

"Shit!!!" Teriak Yudanta.

"Sayang, sakit sekali," keluh Dara pada Yudanta yang mengantikan Kale untuk menggendong Dara.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang