11

4.9K 86 0
                                    

Dara menghentikan ciumannya pada bibir Yuda, dia tertunduk menahan rasa sesak di dadanya. Dia berusaha melawan rasa takut itu dengan mencium Yuda yang terkejut akan sikap Dara.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yuda khawatir.

"Ya, aku baik-baik saja." Dara melepaskan tangannya dari leher pria yang ada di hadapannya. Tatapan khawatir terlihat di sorot mata Yuda.

"Kau hanya membuktikan apa yang kau katakan itu. Aku ingin rasa takut ini hilang dengan bantuanmu," imbuh Dara yang menatap Yuda dengan tangis yang sudah pecah.

"Sudah, tidak perlu menangis lagi. Aku akan buktikan saat itu memang kemaunanmu. Apa kau ingin ke kamar mandi agar terasa segar? Biar pelayan yang menyiapkan pakaianmu," jelas Yuda.

"Maafkan aku sudah bersikap buruk padamu. Aku hanya bingung harus bersikap seperti apa saat hidupku hancur begitu kau mengambil sesuatu yang berharga milikku. Aku hanya memiliki hal itu, semua hancur setelah orang tuaku tiada."

Bukannya menjawab, Yuda tersenyum manis dan mencium kening Dara lama. Dia mengusap bahu Dara dan berjalan keluar kamar. Ada kelegaan pada diri Yuda saat wanita pujaan menerimanya.

***

Dara menatap ke sekitar kamar setelah membersihkan tubuhnya. Begitu nyamannya hidup sebagai Yudanta yang bisa berada di rumah sebesar ini. Keberuntungan itu tidak terjadi pada Dara setelah kepergian orang tuanya, dia harus hidup dengan Juan yang menjadi jahat padanya.

Dara berjalan ke balkon kamar yang dia tempati dan masih menikmati suasana di rumah Yudanta yang indah. Sampai sesuatu menjadi fokusnya. Di tempatnya berdiri terlihat Yudanta sedang bicara dengan seseorang di halaman rumahnya. Ada beberapa orang bersamanya. Dan yang membuatnya semakin terkejut, Yudanta terlihat menendang seseorang di hadapannya itu sampai dia terjatuh.

"Siapa dia?" tanya Dara pada dirinya. Dia coba mengingat siapa yang sedang Yudanta hajar.

"Yuda!" Panggil Dara dari balkon kamar.

Yuda tampak menoleh dan menatap Dara yang ada di lantai atas. Yuda sepertinya sampai lupa karena begitu emosi. Terlihat Dara turun dari kamarnya dan menghampiri Yuda yang ada di bawah.

"Ada apa? Siapa yang kau tendang itu?" tanya Dara yang bertemu dengan Yuda di pintu saat akan keluar.

"Bukan siapa-siapa. Sebaiknya kita makan. Apa kau tidak lapar?" Yuda menggandeng tangan Dara dan berjalan mendahului dengan Dara yang mengekor.

"Tanganmu berdarah." Dara menarik lengan Yuda yang seketika berhenti menoleh ke arah Dara.

"Ini bukan darahku. Biar aku mencuci tangan dulu." Kali ini Yuda melepaskan tangan Dara dan berjalan lebih dulu. Dara menatap Yuda dengan heran, sebenarnya apa yang sudah Yuda lakukan. Kenapa dia tidak mengatakan apapun, itu pikirnya.

"Ada apa? Ayo sini," ajak Yudanta yang sudah mencuci tangannya dan melihat Dara yang terdiam di tempat yang sama.

Dengan polosnya, Dara menghampiri Yuda yang duduk di meja makan. Pelayan rumahnya langsung menyiapkan sarapan untuknya. Dara kemudian duduk di sampingnya dengan tatapan penuh tanya. Tangan Yuda bahkan terlihat lecet, entah apa yang sebenarnya dia lakukan.

"Setelah ini biar Anggun menemanimu. Aku ada urusan sebentar," tutur Yudanta.

"Aku ikut denganmu," jawab Dara yang masih penasaran dengan apa yang akan Yuda lakukan, apalagi dia melihat dia menendang seseorang tadi saat dia di balkon.

Yuda menatap Dara sejenak. "Ada apa? Apa aku tidak boleh ikut? Atau aku harus pulang saja?" tanya Dara.

"Baiklah, kau ikut denganku. Habiskan makananmu," jawab Yuda seperti biasa dia begitu tenang dengan apa yang Dara mau. Dia tidak menolak, ataupun menjelaskan akan ke mana. Dia hanya mengiyakannya saja.

Setelah makan, Dara segera bersiap. Yudanta menyiapkan pakaian untuknya. Dan segera menemui Yudanta yang sedang bersama Kale di luar. Mereka tampak serius bicara berdua, tapi saat melihat datang, Yudanta menatapnya dan tersenyum.

"Apa kabar, Dar?" Sapa Kale pada Dara yang tampak malu-malu berdiri di depan 2 cowok tampan.

"Baik. Terima kasih untuk yang semalam," tutur Dara dengan malu. Yudanta bilang Kale yang membawanya ke rumah Yudanta semalam.

"Tidak apa-apa. Bukankah kalian akan pergi, silakan," ucap Kale.

Yudanta memegang tangan Dara dan berjalan ke motornya. Dia mengenakan helmet pada Dara dan tak lupa jaketnya juga Yuda bantu untuk mengenakannya.

"Mau ke mana?" tanya Dara.

"Kau akan tau nanti. Naiklah," jawab Yudanta yang sudah berada di atas motornya. Dengan memegang tangan Yuda, Dara naik ke motor sport merah kesayangan Yuda.

Yudanta melajukan motor keluar rumah mewahnya. Dia menarik tangan Dara agar memeluknya dengan erat ketika dia melajukan motornya.

Menyusuri jalanan kota, Yudanta tampak fokus dengan jalan dan Dara fokus dengan pemandangan yang dia lihat. Kalau dulu, dia akan dibonceng oleh Juan, tapi sekarang dia jarang. Dia hanya akan menjadi samsak Juan saja, saat dia sedang mabuk. Lebam di tubuhnya dia dapatkan dari pukulan Juan.

"Kenapa kita di sini?" tanya Dara saat dia baru turun dari motor Yudanta.

"Ada apa? Kau takut bertemu kakakmu? Aku hanya sebentar. Kau mau menunggu di sini?" tanya Yudanta.

Dara menggeleng kepalanya menjawab pertanyaan Yudanta. Dia mengekori Yuda yang selangkah lebih dulu berjalan di depannya.

"Ada apa? Kau mencari Juan?" tanya seseorang yang menghampiri Yuda yang berjalan ke sebuah tempar di mana Juan biasa berada.

"Ya, di mana dia?" tanyanya balik.

"Dia di dalam bersama Brian." Setelahnya Yuda masuk, masih di ikuti Dara yang tiba-tiba memegang jaket yang Yudanta kenakan.

Melihat itu, Yudanta tersenyum dan memegang tangannya. "Kau ingin pulang?" tanyanya.

"Memangnya kenapa kita di sini. Apa kau ingin bertemu Kak Juan?" tanya Dara.

"Iya, aku ingin bertemu dengan kakakmu. Apa kau merasa tidak nyaman? Kita pulang?" Dara menggeleng pelan, dia tetap ingin tau apa yang akan Yudanta lakukan.

Sampailah mereka di sebuah ruang di sudut tempat itu, yang Dara lihat pertama kali beberapa orang tampak tertunduk sopan melihat kedatangan Yudanta di sana.

"Di mana dia? Bawa ke sini," ucap Yudanta pada salah satu pada mereka.

Tak lama, terlihat Juan yang di tuntun oleh 2 orang yang diantaranya adalah Brian. Mereka membuat Juan berlutut di hadapan Yudanta dan juga Dara yang tampak terkejut melihat kakaknya yang babak belur.

"Kakak ...," panggil Dara lirih.

"Kau melanggar perjanjianmu padaku," tutur Yudanta membuat Dara urung untuk melihat Juan yang sedang berlutut di hadapannya.

"Maafkan aku. Kemarin aku mabuk berat, aku hanya mengiyakan dan tidak ingat dengan perjanjian itu," jelas Juan dengan nada yang bergetar. Dia tampak takut dengan Yudanta yang berdiri di hadapannya.

"Apa itu alasan? Aku ingin kau memberiku lebih saat kau melanggarnya. Kau tau dia milikku, siapa kau berani melukainya? Sejengkal pun aku tidak akan rela saat seseorang melukainya," jawab Yudanta.

"Maafkan aku, tolong maafkan aku." Juan memohon ampun atas apa yang dia lakukan.

"Kata maafmu tidak berarti untukku. Kau tetap harus membayar apa yang sudah kau langgar itu sekarang," imbuh Yudanta.

"Memangnya apa yang dia lakukan? Kenapa dia bisa babak belur seperti ini?" tanya Dara yang mulai membuka suaranya.

"Kejadian kemarin, kakakmu yang minta. Kau dijual pada orang yang hampir melecehkanmu kemarin," jelas Yudanta.

"Apa itu benar, Kak?" tanya Dara dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Maafkan aku."

"Sebenarnya perjanjian apa yang kalian sepakati?" tanya Dara.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang