Yang belum follow
Ayo follow dulu yukkk sebelum baca!!!
.
."Tuan Muda," sapa salah satu anak buah Kaito yang tampak terkejut melihat Yudanta ada di depan matanya sekarang.
"Di mana Kakek?" tanya Yudanta.
"Beliau ada di kamarnya sedang bicara dengan Tuan Galih," jawabnya.
"Bukankah kata Galih, dia sedang tidak sehat." Yudanta menatap anak buah kakeknya itu. Benar juga, Galih menjebaknya agar dia datang.
Yudanta berjalan ke kamar kakeknya, dia tidak peduli lagi bagaimana nanti nasibnya. Hidup mati bagaimana nanti. Perlahan Yudanta melangkah masuk ke kamar Kaito saat pelayan membukakan pintunya. Terlihat sang kakek dan juga Galih memang sedang bicara di sana, tapi untuk kondisi Kaito. Dia mengenakan selang oksigen, walau tidak berbaring.
"Kau menipuku karena menolak perjodohan yang aku buat," ucap Kaito pada Yudanta.
"Aku pikir Kakek sudah tak mampu bangun lagi, karena dia bilang Kakek sudah sekarat," jawabnya sambil menatap tajam Galih yang ada di hadapannya.
"Kau berharap aku mati?" Kaito melirik tajam ke arah Galih yang langsung tertunduk melihat tuan nya tidak terima dengan ucapan Yudanta.
"Maafkan saya, Tuan. Itu tidak benar. Saya bahkan baru melihatnya. Tuan Muda dengan berani menipu Anda dengan kematiannya." Galih memang licik. Dia berpura-pura di hadapan Kaito saat dia ingin menguasi harta Ayah angkatnya.
"Benarkah? Bahkan kau yang memintaku datang dan menyuruhku mengambil harta milik Kakek." Jawaban Yudanta membuat Galih kembali mendelik, dia tidak terima jika Yudanta mengatakan niatnya.
"Lalu apa yang membuatmu datang? Apa kau mulai paham dengan apa yang Kakek mau?" tanya Kaito yang mengalihkan obrolan mereka.
"Saat aku ke sini karena dia, lalu Kakek bertanya niatku ke sini apa?" Yudanta tersenyum sinis. Dia dibuat bingung harus bagaimana.
"Kau berani juga untuk pulang. Apa kau ingin mengakhiri hidupmu di tanganku sekarang?"
"Bukankah lebih baik Kakek fokus pada kesehatan saja. Kenapa harus memikirkan aku yang tak mengerti harus apa aku di sini. Dan kau! Jika kau ingin harta itu, bunuh Kakek lebih dulu. Baru kau bisa mendapatkan apa yang kau mau." Merasa dibohongi, Yudanta berjalan pergi. Tak peduli Kaito yang menatapnya marah karena sikapnya tidak sopan.
"Anak kurang ajar! Berhenti di sana. Jangan sampai kau keluar dari kamar ini dengan selamat saat kau sudah membohongiku," tutur Kaito dengan nafas yang terasa sesak.
Galih segera menghalangi Yudanta yang akan keluar, dia bahkan dengan tega menendang Yudanta di hadapan kakeknya. Dia tidak malu ataupun sungkan.
Yudanta memejamkan mata, dia sudah pasrah akan hidupnya hari ini. Dia coba untuk bangun dan membersihkaan jaket yang dia kenakan kotor akibat tendangan Galih.
Dengan satu tarikan, Yudanta menghadap Kaito. Galih juga menendang kaki Yudanta agar dia berlutut di hadapan kakeknya.
"Berani sekali kau pergi saat kau sudah membuatku malu. Kau membuat perjanjian kita hancur," ujar Kaito pada Yudanta.
"Lalu apa yang harus kulakukan? Bukankah itu juga sudah setahun yang lalu. Ayolah, Kek. Kau itu harus ingat jika usiamu tak akan lama lagi, siapa yang akan menggantikan Kakek jika bukan diriku," jelas Yudanta, dia tak takut Kaito akan semakin marah dengan sikapnya.
Plakkk
"Lancang sekali kau!" Walau tampak lemah, Kaito tetap memukul Yudanta dengan keras. Bahkan Galih menambahi dengan menendang Yudanta yang tak membalasnya. Dia kembali terjatuh ke samping kanan.
"Akhh!!!" Teriak Yudanta saat Kaito menginjak tangan kirinya yang terluka.
"Kau tau akibat perbuatanmu. Demi mengejar wanita itu kau melawan Kakek. Kau tidak ingat, siapa yang membuatmu seperti sekarang! Harusnya kau itu tau diri. Kau berhutang banyak padaku." Kaito terus menginjak tangan Yudanta yang merontah kesakitan.
Sikap kasar Kaito memang beberapa tahun ini diterima Yudanta, namun dia tetap tidak mau membalas sikapnya pada sang kakek. Sedikitpun dia tidak melawan, hanya saja untuk urusan perjodohan dia menolaknya. Sikapnya memang tidak bisa diatur, tapi saat dia diperlakukan seperti ini Yudanta hanya diam.
Tangan Yudanta hingga bergetar merasakan sakit. "Kenapa tidak ... Kakek patahkan saja tanganku. Agar Kakek lebih puas," ujar Yudanta dengan suara bergetar karena perlakukan kakeknya.
"Kau masih berani melawan Kakek!" Kaito membuat Yudanta bangun dengan mencengkram erat dagu cucunya. Wajahnya saja masih babak belur karena ulah Galih kemarin, sekarang dia akan memperburuk kondisinya.
Yudanta tersenyum menatap Kaito. "Bunuh saja aku jika kau mampu. Lakukan itu sendiri. Jangan meminta orang lain yang membunuhku. Haruskah aku mengambilkan senjata Kakek di laci meja kerjamu?" Yudanta tidak takut saat ucapannya dikabulkan oleh Kaito. Dia benar-benar membuat kakeknya marah.
"Kakek tidak akan hidup selamanya. Dia yang akan menggambil alih ini semua, apa memang begitu mau Kakek? Lihatlah, ka--"
"Tutup mulutmu itu." Galih melempar vas bunga yang ada di sampingnya hingga mengenai kepala Yudanta.
Seketika darah segar mengucur dari kepala belakang sebelah kanan Yundanta. Darah mengotori bahu dan jaket yang di kenakan. Namun, Yudanta masih tetap dengan kesadarannya. Dia masih sadar, dia menatap tanpa rasa takut pada Kaito yang hanya diam.
"Aku ke sini karena dia yang minta. Dia ingin aku mengambil hak ku dari Kakek, agar dia bisa menggantikan posisi Kakek. Itu yang terjadi. Untuk apa aku datang jika dia tidak mengancamku. Suami mana yang akan mau istrinya di lecehkan di depannya. Demi kekuasaan, dia melakukan itu di belakang Kakek," jelas Yudanta. Rasa sakit di kepalanya tidak dia rasa, dia tetap ingin mengatakan alasan dia kembali.
"Tutup mulutmu itu!" Galih menampar Yudanta saat dia terus bicara yang tidak seperti keinginannya.
Tidak hanya sekali Galih menamparnya, bahkan beberapa kali pun Yudanta di pukul. Dia terus bicara pada sang kakek.
"Cukup! Kau terus bicara asal tentang ku! Kau pikir siapa yang selalu bersama kakekmu kalau bukan aku. Kau itu hanya cucu yang tidak pernah peduli pada kakekmu. Kau hanya ingin Kakekmu mati," teriak Galih pada Yudanta yang tertunduk menahan sakit. Bibirnya berdarah karena tamparan bertubi-tubi dari Galih, tanpa dia melawannya.
"Lihatlah, dia coba mengungkit apa yang diberikan pada Kakek. Apa itu artinya setia?" Yudanta tak hentinya memprovokasi Kaito tentang Galih yang berhianat pada Kaito.
"Kau!!" Galih hilang kesabaran. Dia mengambil senjata yang dia bawa dan menodongkan tepat di kepala Yudanta yang malah tersenyum menerima perlakukan kasar dari Galih di saksikan kakeknya.
"Lakukan! Kenapa kau panik saat apa yang aku katakan tidak benar. Kau seperti memberikan Kakek jawab, jika kau ini memang berencana untuk menghianatinya." Tidak ada rasa takut pada mata Yudanta melihat senjata di tangan Galih dia todongkan padanya. Dia malah tersenyum sinis.
"Kau membuat Kakek memusuhiku karena kau merasa tersaingi. Pernahkah aku melawan perlakuanmu? Karena aku pikir untuk apa aku melawan sikap orang sepertimu. Membuatmu berbangga diri itu perlu, dan saat kau mulai besar kepala, lihatlah, kau coba untuk berkhianat."
"Aku bilang cukup!!!"
Door door

KAMU SEDANG MEMBACA
Budak Nafsu (Ketua Gangster)
Romance⭐️ jangan lupa Budayakan Follow dulu sebelum baca🥰 13/10/2023