Dalam perjalanan pulang, Dara hanya menangis. Dia percaya saat kakaknya mengaku salah, namun kenyataannya Juan hanya membohonginya. Dia merasa puas atas kematian Yudanta.
"Aku malu, Kak. Keraguanku membuat luka dihatinya. Kenapa aku sebodoh itu," tutur Dara.
"Tidak ada salahnya menghawatirkan saudaramu, jangan terus menyalahkan diri," ungkap Kale.
"Tapi tetap saja ...."
Sesampainya di rumah, Dara langsung mencari Yudanta, namun dia tidak ada di kamarnya. Dara kembali turun dan bilang pada Kale, jika suaminya tidak ada di kamar. Dara mencari menyusuri isi rumah, tapi tetap saja tidak ada Yudanta.
"Pak, ke mana Mas Yuda?" tanya Dara pada penjaga rumah.
"Tadi Tuan muda keluar membawa motor, tidak bilang ke mana, mungkin 30 menit setelah Anda keluar," jelasnya.
"Biar aku coba hubungi." Kale langsung menghubungi Yudanta yang entah ke mana. Dia tidak ada di rumah. Namun, Yudanta tidak menjawabnya.
Rasa khawatir langsung Dara rasakan. Dia tidak berpikir jika Yudanta akan keluar, dia hanya pergi begitu Yudanta terlihat tidur.
"Brian, apa Yuda bersamamu?" Kale bahkan menghubungi Brian, menanyakan apa dia ada bersamanya.
"Tidak. Aku sedang di jalan menuju rumah Yuda. Apa dia pergi?" tanya Brian dari balik sambungan telepon.
"Ya, tapi kita tidak tau ke mana dia. Rencana apa lagi yang sedang dia lakukan. Cepat datanglah, jika bisa lihatlah dia di basecamp apa kau sudah dekat ke rumay Yuda?" tanga Kale.
"Tidak juga, aku akan lihat dia di sana. Aku hubungimu lagi," jawab Brian.
Saat Kale coba menghubungi Brian, Dara terus mencoba untuk telepon Yudanta yang tak kunjung menjawabanya. Sebenarnya ke mana dia? Bukankah itu akan membahayakan Yudanta jika dia pergi begitu saja, setelah dia memilih mati.
"Tunggu di dalam saja. Dia mungkin akan pulang setelah ini," tutur Kale.
"Tidak. Aku ingin menunggunya di sini. Bagaimana jika terjadi sesuatu, Kak. Aku takut," imbuh Dara.
Seharian itu Dara menunggu Yudanta yang tak kunjung pulang atau memberinya kabar. Dia terus menatap gerbang rumah, berharap suaminya lekas pulang.
Entah berapa pesan yang Dara kirim, tapi suaminya tidak juga membalasnya. Telepon darinya juga tidak di angkat. Rasa takut merasuki diri Dara, kejadian di mana Yudanta pulang dengan kondisi terluka tergambar jelas. Kenapa Dara sebodoh itu? Selalu saja membuatnya Yudanta yang tersakiti atas keputusan yang dia ambil. Keraguanya akan sang kakak membuat hati Yudanta terluka.
"Kau di mana?" tanya Brian dari sambungan telepon.
"Aku ada di sirkuit Mandala, datanglah, ajak istriku juga." Orang di balik sambungan telepon yang Brian jawab adalah Yudanta. Akhirnya dia memberi kabar pada Brian, padahal Dara sejak tadi menunggu kabarnya.
"Kau membuat aku takut. Kenapa tidak bilang kalau mau keluar," gerutu Brian.
"Jangan banyak bicara. Datang saja." Yudanta langsung menutup sambungan teleponnya begitu saja.
Dara menatap Brian yang kesal dengan sikap Yudanta yang sudah membuat mereka khawatir sejak pagi. "Kita pergi sekarang, dia ada di Sikuit Mandala," tutur Brian.
Setelah mendengar ajakan Brian, mereka kemudian pergi untuk menemui Yudanta. Di perjalanan, Dara hanya diam. Entah apa yang akan dia katakan nanti pada Yudanta, saat dia sempat ragu padanya. Rencana ke Bali saja, masih bimbang untuk Dara, padahal kakaknya tidak sungguh-sungguh menyesal.
"Dia tidak berhenti melakukan kegilaan. Aku tidak habis pikir dengan apa yang dilkukan. Bikin khawatir saja," gerutu Brian.
"Biarkan saja. Apa salahnya meluapkan kekesalan dengan hal yang dia suka," jawab Anggun.
"Memangnya ada apa, Mbak?" tanya Dara.
"Yuda selalu menyimpan apa yang dia rasakan dan meluapkan dengan pergi ke sirkuit, biasanya jika dia sudah seperti ini, itu artinya dia sudah tidak sanggup memikulnya sendiri," jelas Anggun.
Jawaban Anggun membuat Dara semakin bersalah. Kedatangannya memberi luka untuk Yudanta. Bukannya berterima kasih, dia malah membuat Yudanta selalu dengan kondisi tidak baik.
Sampilah mereka di sirkuit, memang sepi tapi di dalam terdengar ada suara motor yang sedang balap. Dara hanya mengikuti mereka, berjalan le tribun penonton untuk menonton balapan yang sedang berlangsung. Bukan event besar, hanya Yudanta yang sedang mengeber motornya di sirkuit.
"Itu Yuda." Anggun menunjuk ke arah sirkuit sebuah motor terlihat motor berjalan lambat.
Mereka kemudian berjalan lebih dekat pada Yudanta yang berhenti di sana. Tampak Yudanta membuka helmet yang menutupi kepalanya. Dia mengebaskan tangan yang terasa kram.
"Berapa putaran?" tanya Brian pada Yudanya.
"Entahlah, aku tidak menghitungnya," jawab Yudanta. Dia belum menatap Dara yang hanya diam, dengan mata yang tak lepas menatap Yudanta.
"Kak, aku duluan. Terima kasih untuk hari ini," tutur seseorang yang menghampiri Yudanta dengan motornya.
"Lain kali kita bermain lagi. Ajak temanmu yang lain," jawab Yudanta. Dia masih saja tidak memperdulikan Dara.
"Siapa?" tanya Kale.
"Hanya teman baru. Kalian tidak membawakan ku minum? Jahat sekali," ujar Yudanta.
Yudanta memberikan helmet pada Kale yang memang berdiri tepat di depannya. Dia berjalan melewatinya dan berjalan ke arah Dara yang ada di belakang Kale.
"Kau ingin coba aku bonceng dengan motor di sirkuit?" tanya Yudanta pada Dara yang hanya diam menatap suaminya itu.
"Ada apa? Kau belum menyelesaikan urusanmu? Kenapa hanya diam?" tanya Yudanta.
Dara yang memang di hadapannya coba menyeka keringan di kening Yudanta. "Ada apa?" tanya Yudanta lagi.
"Maafkan aku, sayang." Dara memeluk tubuh Yudanta. Pria yang sejak pagi membuatnya khawatir itu sedang di hadapannya sekarang. Bersikap seperti biasa, seperti tidak terjadi apapun.
"Jangan membahasnya. Saat kau kembali, itu artinya kau tak ragu. Jadi, tak perlu membahasnya lagi," jelas Yudanta yang masih memeluk tubuh istrinya.
"Oh ya, tiketmu ke Bali sudah siap. Apa kau yakin akan berangkat lusa?" tanya Anggun.
"Tidak. Aku ingin tetap di sini," jawab Yudanta. Dia berubah pikiran lagi.
Dara melepaskan pelukan Yudanta dan menatap suaminya. Saat Yudanta bersikeras untuk pergi, tapi dia juga yang membatalkannya.
"Kenapa tidak? Bukankah--"
"Tidak apa-apa. Oh ya, aku lapar sekali. Bisa kita pulang sekarang? Kalian datang tidak membawakanku makan, padahal sejak pagi aku di sini," jelas Yudanta.
"Salahmu sendiri. Bagaimana kau tak menjawab telepon dari kita," jawab Brian.
Karena Kale yang dia berikan helmetnya, itu artinya Kale yang harus membawa motornya. Yudanta berjalan ke mobil Brian dan bersandar, menatap ke arah luar jendela saat di sampingnya ada Dara.
"Dar ....," panggil Yudanta masih dengan posisi yang sama.
"Iya, Mas."
"Kita akhiri hubungan kita di sini. Aku tidak ingin melanjutkan hubungan ini." Dara yang mendengarkan pernyataan Yudanta menatapnya terkejut.
"Yuda, apa aku tidak salah dengar? Apa kau sedang mabuk?" tanya Anggun yang tak kalah terkejut dengan ucapan Yudanta.
"Tidak. Aku ingin mengakhiri hubunganku dengan Dara," jawab Yudanta.
"Hubungan kalian bukan hanya sepasang kekasih, tapi suami istri," sahut Brian.
"Apa Mas serius?" Seperti tidak yakin dengan ucapan suaminya, Dara kembali bertanya atas apa yang dia dengar.
Yudanta diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Dara. Dia bahkan tidak berani menatap wanita pujaannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Budak Nafsu (Ketua Gangster)
Romansa⭐️ jangan lupa Budayakan Follow dulu sebelum baca🥰 13/10/2023