92

477 18 2
                                        

Hari ini Dara diperbolehkan pulang. Alana ada di gendongan ayahnya yang membawanya masuk. Masa pemulihan Dara dilalui di rumah sakit, kiranya hampir 2 minggu dia di sana, seperti kemauan Yudanta. Itu sebabnya kondisinya sehat saat diperbolehkan pulang. Dengan telaten Yudanta membantu sang istri, dia tidak merasa risih sedikit pun. Beruntung Dara mendapatkan pria pengertian seperti Yudanta.

Dia boleh tegas dan berwibawa dikalangan anak buahnya, tapi dia tetaplah suami siaga. Senyum mengembang dibibir manisnya saat dia coba mengganggu tidur putrinya. Dia tak jauh dari putri kecilnya, walau dengan pekerjaan yang padat, dia tetap menemani istrinya di rumah sakit.

"Aku ada urusan setelah ini, aku harap kau tetap di rumah bersama Anggun. Tidak ada acara kabur dan meminta bertanggung jawab dengan menikahi. Cukup tenang tanpa membuat ulah." Anggun yang memang di sana menatap kesal saat Yudanta terus saja membahas hal itu.

Anggun sudah menerima bagaimana kondisinya. Kehamilannya juga tidak repot seperti Dara. Bahkan dia tidak merasa mual ataupun pusing. Namun, hubungannya dengan Brian entah bagaimana karena Anggun selalu menghindar saat Brian coba membujuknya.

"Apa akan bertemu dengan wanita itu?" tanya Dara.

"Iya, hanya membahas bisnis saja. Tidak usah khawatir untuk itu. Apa yang sebelumnya terjadi tidak akan terulang," jawab Yudanta.

Dara hanya tersenyum, walau dia tidak yakin karena dari ceritanya saja Dilla sudah buruk. Bagaimana suaminya harus terus bertemu dengan wanita seperti itu.

"Tapi aku tidak mau meninggalkan putri kecilku ini," ucap Yudanta sambil memainkan pipi gembil putrinya.

"Ya sudah, dirumah saja. Tidak perlu bertemu dengan wanita tidak jelas itu," sahut Anggun.

"Aku ingin begitu, tapi dia akan berulah jika aku tidak datang. Apalagi ada yang harus aku tau darinya," jelas Yudanta.

"Kenapa tidak diberikan saja apa yang dia mau agar dia tidak mengganggu," ucap Dara.

"Entahlah, saat aku tak menginginkan ini semua, tapi aku seperti tidak rela jika semua ini jatuh ke tangan Dilla dan pamannya. Mereka hanya memanfaatkan kebaikan kakek untuk kepuasan mereka. Ada satu yang harus aku tau, yakni tentang kematian kakek. Aku rasa ini ada hubungannya dengan Galih. Karena hanya dia yang berusaha menekanku agar menerima semua ini, di saat aku tidak ingin," jelas Yudanta. Jarang dia mau mengatakan ini di hadapan Dara, pada Anggun saja tidak. Namun, urusannya dengan Dilla, wanita ular itu pasti akan membuat hubungan mereka renggang hanya untuk kepuasan.

"Kau tetap harus berhati-hati, Mas." Dara begitu khawatir, tapi bisa apa dia. Ini juga tanggung jawab yang harus Yudanta lakukan.

"Iya, sayang."

Malamnya, Yudanta bertemu dengan Dilla. Hal yang tidak ingin dia lakukan yakni bertemu dengan wanita ular itu. Apalagi sejak Yudanta datang, dia terus saja bersikap seakan dekat dengannya. Padahal semua tau kebusukan Dilla.

"Jika berhasil dengan apa yang akan kau lakukan, kau bisa mendapatkan apa yang kau mau. Kau menggagalkan apa yang harusnya milikku sebelumnya. Sekarang aku ingin kau sendiri yang mengambil barang itu," ucap Yudanta. Rencananya ada barang selundupan yang harus Dilla bawa dengan selamat, jika dia berhasil Yudanta berjanji untuk mengabulkan apa yang dia mau.

"Dengan memberiku pekerjaan gila itu, kau hanya akan membunuhku, itu realitanya. Jika begitu, kita lakukan berdua. Kau begitu tega denganku, padahal jelas aku ini wanita," gerutu Dilla. Namun, hal itu tidak akan membuat Yudanta simpati padanya. Dia gadis yang licik.

"Terserah kau saja. Ah ya ... aku ada penawaran bagus untukmu. Kau pasti tau kematian Kakek itu di sengaja, dan aku sangat yakin kau tau dalangnya. Jika kau bisa membunuh orang yang bertanggung jawab untuk kematian kakekku, kau bisa mendapatkan semua ini. Apa yang aku miliki, milikmu semua," ujar Yudanta.

Dilla diam. Haruskah dia menerima tawaran Yudanta jika dia sendiri juga ikut di dalam masalah itu. Memang hasil otopsi yang Yudanta mau sudah keluar, dan tidak ada yang tau hasil itu selain dirinya dan pengacara kakeknya.

"Tidak perlu khawatir. Karena kecerobohanmu akan membuatmu celaka. Kesalahan tidak bisa terulang, saat itu terulang. Itu artinya kau bodoh. Aku rasa untuk meladenimu dengan memandang statusmu hanya akan membuatku celaka. Jadi, aku tidak akan takut saat harus berurusan dengan seorang wanita sepertimu." Yudanta memukul pelan pipi Dilla yang hanya diam. Dia tidak bisa bertindak ceroboh, karena dia membutuhkan Yudanta.

Berbeda dengan Galih, Dilla tidak bisa menekan Yudanta karena dia yang berkuasa. Bukan lagi kaki tangan kakeknya yang harus menuruti apa yang kakeknya mau. Sekarang Dilla yang menjadi budak Yudanta, itu realita nya.

"Aku pikir sikapmu sebelumnya terlalu arogan. Kau harus menjaga sikap pada Bos mu," imbuh Brian. Membalas fitnah dari Dilla tergambar dari sorot matanya. Dia tampak senang Yudanta bisa menutup mulut wanita itu saat diingatkan posisinya.

Dilla tersenyum pada Brian di hadapannya. Lebih dekat dan berbisik lirih ke telinga Brian. "Kau juga harus jaga sikapmu, sayang." Dilla mencium telinga Brian dengan mesra, namun segera Brian melangkah mundur karena risih.

Dilla memang seperti tidak takut dengan Yudanta, tapi dia tidak bisa melawan Yudanta sekarang. Kebodohannya semalam membuat harus kehilangan banyak uang. Harusnya untung, tapi Dilla rugi banyak karena rencananya gagal.

"Semoga berhasil. Aku menunggu hasilnya. Tidak ada kecerobohan yang kau buat," tutur Yudanta.

"Jika aku tidak membutuhkanmu, aku tidak sudi melakukan pekerjaan ini. Kau hanya menjadikanku sebagai boneka," sahut Dilla.

"Bukankah memang begitu peranmu di sini, sama seperti Gali. Penjilat," timpa Yudanta.

Setelahnya Yudanta meninggalkan Dilla yang terlihat kesal dengan ucapannya. Dia terlihat berbeda dengan sebelumnya yang bisa mengancam Yudanta.

"Kau yakin dia berhasil melakukan ini? Bagaimana kau bisa membiarkan apa yang dia minta," ucap Brian saat di dalam mobil bersama Yudanta dan juga Kale.

"Kita lihat saja hasilnya nanti," jawab Yudanta. Dia berkeinginan Dilla gagal dalam transaksi ini.

"Oh ya, aku dengar Galih mendapatkan penanggungan hukuman, apa kau sudah dengar itu?" tanya Kale.

"Bagaimana bisa?" tanya Brian menyelai ucapan Kale dengan Yudanta.

"Aku yang melakukan itu. Aku ingin mengakhiri ini semua. Bukankah mendatangkan seseorang yang menjadi dalang kericuan ini akan sangat menguntungkan untukku," ujar Yudanta.

"Maksudmu? Aku tidak paham dengan apa yang kau katakan," sahut Brian.

"Kau akan mengerti nanti." Apa yang sedang Yudanta rencanakan sebenarnya. Bagaimana dia bisa membiarkan Galih keluar penjara. Apa ada hubungan dengan masalah kematian Kaito yang Yudanta curigai bukan karena penyakit yang dia derita.

"Jika itu akan membuatmu celaka, aku tidak setuju. Ingat, ada keluarga yang harus kau jaga," ucap Kale.

"Aku tau. Menyingkirkan pengganggu sampai akar akan lebih aman daripada harus menunggu ajal datang," timpa Yudanta. Mereka semakin bingung dengan rencana Yudanta. Dia seperti memberikan apa yang dia miliki dengan mudahnya, ketika dia tak ingin apa yang dia miliki jatuh ke tangan Galih ataupun Dilla.

***

Masih bertemu ya 👋

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang