06

8.1K 118 0
                                    

Kebohongan apa yang sedang Yuda buat, sampai dia mengganggap Dara tunangannya. Sebenarnya siapa Yuda, kenapa dia tampak seperti preman saat dia sebenarnya memiliki rumah mewah seperti ini.

Di dalam kamar, Dara sesekali menatap ke arah pintu kamarnya. Ada keinginan ingin melihat kondisi Yuda, namun dia coba untuk tidak peduli. Luka yang dia lihat di bahunya tadi begitu dalam, tapi dia melihat Yuda seperti tidak merasakan apapun. Yudanta dengan selamat membawa Dara ke rumahnya.

"Apa dia di dalam kamarnya?" tanya Dara saat seorang pelayan masuk ke kamar untuk memberikan camilan Dara.

"Tuan muda kehilangan banyak darah, tapi beliau tidak mau di bawa ke rumah sakit. Sekarang beliau ada di kamarnya, sedang terlelap setelah Dokter mengobati lukanya," jelasnya. Bahkan Yuda mendatangkan Dokter pribadi untuk mengobati tubuhnya.

Dara begitu penasaran dengan kondisi Yuda, meski dia tidak ingin melihatnya, tapi hati kecilnya mau mengecek kondisinya. Perlahan kakinya melangkah masuk ke kamar Yudanta yang begitu besar dengan futniture mewah seperti rumahnya. Terlihat di atas tempat tidur, Yuda sedang terbaring dengan alat medis yang ada di tubuhnya.

Beberapa waktu lalu, dia tampak baik-baik saja. Namun, Dara melihatnya sedang terbaring lemah dengan masker oksigen yang menutupi sebagaian wajahanya. Langkah kaki Dara masih berjalan ke kamar yang luas itu, dengan mata yant terus menatap ke arah Yuda. Tergantung cairan infus dan juga kantong darah yang mengalir melalui pembuluh darahnya.

Pria yang merenggut kesuciannya seperti mendapatkan ganjaran atas apa yang dilakukan. Akan tetapi hatinya merasa sedih, bukan kelegaan yang Dara rasakan, tapi rasa sesak di dada dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Dara duduk di samping Yuda yang terbaring lemah. Dia terus manatapnya, tanpa bicara satu katapun. Sampai ingatan tentang perlakukan Yudanta teringat padanya. "Bangunlah, kau membiarkanku di sini, tapi kau malah terpejam," ucap Dara. Perlahan tangannya ingin membuka masker oksigen yang Yuda kenakan, entah begitu saja dia ingin melakukan itu.

Dara melepaskan perlahan masker oksigen yang menutupi wajah tampan Yudanta dengan air mata yang sudah jatuh. Ingatan tentang perlakukan Yuda padanya terus terngiang dalam pikirannya. Dia marah, dia kesal, dia membenci pria di hadapannya itu.

"Kau ingin membunuhku?" Ucapan lirih terdengar saat Dara berhasil melepaskan masker okaigen Yuda.

"Aku--" Yuda segera memegang lengan Dara yang akan pergi.

"Lakukan saja. Buat dirimu puas dengan apa yang kau mau. Bunuh aku," tutur Yuda lagi. Tidak ada ketakutan saat Dara coba mencelakinya.

"Kau membawaku ke sini tapi kau membiarkanku sendiri. Apa kau membawaku ke sini hanya untuk melihatmu tidur?" Sudah jelas-jelas kondisi Yuda sedang tidak baik, tapi Dara tidak peduli dengan hal itu.

Senyum tipis tampak tersungging di bibir Yuda yang masih di posisi yang sama. "Apa kau merasa bosan? Kau ingin Anggun menemanimu?" tanya Yuda.

"Apa kau pikir aku anak kecil. Kau lupa saat kau yang membawaku ke sini," ucap Dara.

"Lalu kau ingin apa dariku?" tanya Yuda.

"Temani aku keluar," jawab Dara. Hal bodoh apa yang sedang Dara minta ketika dengan sangat jelas, Yuda sedang tidak dalam kondisi baik.

"Sekarang?" tanya Yuda.

"Ya, sekarang." Gadis polos seperti Dara menyimpan dendam pada Yuda, dia ingin membuat Yuda menderita seperti kemauannya.

"Baiklah, aku akan bersiap." Yuda coba untuk beranjak. Mencabut infus yang menancap di lengannya sebelum berjalan ke kamar mandi.

Dara menatapnya tidak peduli dengan apa yang Yuda lakukan. Dia hanya ingin tau seperti apa kata maaf yang Yuda katakan.

Dara duduk di ujung tempat tidur Yuda, dan melihat pria dengan tubuh lemah dan bahu kiri yang terbalut perban sedang menggenakan kemeja. Dia bertelanjang dada, terlihat tubuh bidangnya, tapi fokus Dara bukan itu, tapi dia melihat bekas luka di perut Yuda.

"Tidak bisakah kau membantuku mengancingkan ini?" Pinta Yuda pada Dara yang terus menatapnya.

"Kau seperti ini saja tidak bisa. Kau hanya bisa menghancurkan seseorang dalam kondisi mabuk," sahut Dara dengan ketus. Namun, dia tetap berjalan ke arah Yuda yang kesulitan untuk memasang kancing kemeja hitam yang ingin dikenakan.

Yuda terdiam saat Dara membantunya, tidak ada obrolan yang dia lontarkan, karena jujur saja dia sedang tidak nyaman dengan rasa sakitnya.

"Kenapa diam? Apa kau memikirkan sesuatu untuk menyelakaiku?" tanya Dara.

"Seburuk itu aku di matamu. Kau bahkan tidak membiarkan ku  membela diri," jawab Yuda. Dia menarik Dara dengan satu lengan kanannya, membuat mereka lebih dekat.

"Lebih buruk dari itu. Kalau boleh jujur, aku ingin membunuhmu," bisik Dara.

"Aku sudah katakan, lakukan saja. Jika itu bisa membuat hatimu lega, aku terima hukuman yang kau berikan," jawab Yuda.

"Sedang aku lakukan. Tidak akan seru jika aku membunuhmu dengan tanganku. Bukankah ini akan menyiksamu. Sudah selesai, bisa kita pergi sekarang?" Dara benar-benar tega pada Yuda, dia tidak terima dengan apa yang Yuda lakukan padanya.

Mereka kemudian berjalan keluar dengan Yuda yang tertatih dengan kondisi tubuhnya. Ingin rasanya dia hanya berbaring, namun Dara minta dia menemaninya.

"Mau ke mana?" tanya Yuda.

"Ke mana saja, asal bisa keluar dari rumah," jawab Dara.

"Baiklah," jawab Yuda.

Mereka kemudian meninggalkan rumah menggunakan mobil Yuda. Walau hidup seorang diri, dia serba kecukupan. Tidak ada yang tau bagaimana Yuda bisa sekaya itu.

"Kita mau ke mana?" tanya Yuda.

"Kantor polisi," jawab Dara dengan enteng.

"Untuk apa?" Yuda kembali menanyakan tujuan Dara pergi ke kantor polisi.

"Membuat laporan pelecehan yang aku dapatkan darimu. Bukankah itu lebih baik dari membunuhmu," jelas Dara dan mendapatkan anggukan dari Yuda yang tampak tenang.

Yuda tidak takut saat Dara ingin melaporkannya. Seperti yang dia katakan, Dara boleh melakukan apapun tanpa mencoba bunuh diri.

"Kau tidak takut jika aku melaporkanmu?" tanya Dara sambil menatap Yuda yang fokus dengan jalan.

"Untuk apa? Aku bahkan hampir mati beberapa saat lalu, tapi aku di sini sekarang bersamamu," jelas Yuda.

Padahal Dara tau, jika Yuda sedang dengan kondisi tidak baik, namun dia membiarkannya. Yuda menghentikan mobilnya di depan kantor polisi. Dia kemudian berjalan keluar setelah memarkirkan mobilnya.

"Tunggu!" Dara berlari kecil saat melihat Yuda berjalan di depan mobilnya.

"Kita masuk sekarang," jawab Yuda.

"Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau tidak marah saat aku memperlakukanmu dengan buruk. Padahal jelas-jelas aku membuatmu menderita," ujar Dara

"Sebaiknya kita masuk. Kau ingin melakukan ini kan? Jadi ayo masuk," ajaknya sambil mengulurkan tangan agar Dara menggandengnya.

Yuda berjalan selangkah di hadapan Dara yang digandeng tangannya. Dia benar-benar akan masuk ke kantor polisi itu, seperti permintaan Dara.

"Tunggu! Kita pulang sekarang," ajak Dara, kali ini dia yang menarik Yuda keluar dari depan kantor polisi.

"Tidak apa-apa jika kau ingin melakukan ini. Jika hal ini bisa membuatmu merasa lega, aku akan lakukan. Aku ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah aku ambil. Jika permintaan maafku tidak cukup, kau bisa membuay dirimu puas dengan memenjarakan ku. Tapi asal kau tau, aku tetap tidak ingin melepaskanmu, aku ingib bertanggung jawab penuh," jelas Yuda dengan tatapan seriusnya.

Budak Nafsu (Ketua Gangster)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang