Chapter 46

2.5K 272 15
                                    

"Dengar adik, kamu gak boleh balik ke kamarmu untuk sementara."

"Lah, jadi?!"

"Kamu numpang tidur dulu di kamarku."

"Gak mau! Kenapa pula aku mesti tidur di kamarmu? Apa karena lubang di kamar yang kubuat itu?"

"Tuh tau." (⁠눈◡눈⁠)

"Hah, kau takut aku lari dengan lubang yang sama?"

"Haha, iya." jawab Solar datar.

Heh.

Sebenarnya tidak.

Buat apa dia takut dengan itu?

Yang Solar takutkan adalah penyusup, bukan Boboiboy!

Pasalnya, tadi sore mereka dikejar-kejar, belum lagi Solar sampai terluka.

'Kalau mayat orang tadi tidak ditemukan, berarti mereka datang secara bergerombolan. Kalau tidak, berarti kita kena masalah.'

Kenapa?

Satu.

Kalau bergerombolan, berarti bakal ada rekannya yang datang mengangkut mayatnya. Mereka juga pasti akan memastikan bahwa saksi menutup mulut mereka dan kejadian ini tidak akan diketahui oleh media massa.

Dua.

Kalau sendiri, berarti mayatnya akan ditemukan oleh para rakyat. Saksi akan membuka mulut dan Solar akan bermasalah.

Sial.

Terus Solar akan diomeli habis-habisan oleh kakak-kakaknya.

Mampus.

Hadeh. . .

Semoga saja ini adalah skenario terburuk terakhir yang pernah Solar lakukan.

Tapi sefrustasi apa pun Solar ini, lebih frustasi lagi Boboiboy.

Dia kepikiran dengan kejadian sore tadi. Bukan saat kejar-kejaran di gang atau tembak-tembakan tapi ada satu adegan spesifik yang Boboiboy gak bisa lupa.

Gopal, buat apa dia di tong sampah?

Malah tampaknya, dia dalam keadaan tak sadar diri.

Itu terus membuat Boboiboy kepikiran.

Dia khawatir dengan sobatnya itu.

Apa yang. . . terjadi pada Gopal?

"Adik."

"Huh?"

Tanpa sadar, Boboiboy sudah melamun cukup lama.

Cukup lama untuk Boboiboy membuat Solar khawatir.

"Uh. . kamu. . . gak apa-apa. . kan?" tanya Solar canggung.

Aduh habisnya, menanyakan hal seperti itu rasanya. . . uhm. . Solar tidak terbiasa.

Namun mau bagaimana pun, Solar tetap harus menanyakannya karena dia rasa harus untuk mengetahui isi dan kondisi pikiran Boboiboy yang sekarang.

". . . Gak apa-apa."

"Bohong. Apa karena yang tadi sore?"

". . . Kalau iya?"

"Kamu gak perlu khawatir, kamu aman di sini."

Nah loh.

Sekarang Boy bingung dengan dibumbui rasa curiga.

Entah kenapa, balasan Solar terdengar seperti dia targetnya dan patut dilindungi, tapi bagaimana dengan Solar?

Kenapa dia terlihat santai? Bukankah orang yang barusan mengalami kejadian seperti itu akan shock dan kalang kabut meminta pertolongan kepada polisi?

Belum lagi soal operasi mandiri tadi.

Aku Adik dari Sekelompok Mafia?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang