Bab 114: Semester 2

7 1 0
                                    

Semester kedua berjalan seperti roda gigi dalam mesin raksasa yang berputar tanpa henti. Setiap detik terasa padat, setiap hari penuh dengan aktivitas yang nyaris tak memberi ruang untuk bernapas. Aku kini terlibat dalam tiga penelitian sekaligus: proyek Biodome bersama Bintang, Satria, dan Hao; penelitian sejarah esper bersama Ainun dan Reina; serta penelitian pakaian intel bersama Orvell Kael dan Bintang. Jika ada satu hal yang kupelajari dari pengalaman ini, itu adalah waktu tidur adalah kemewahan yang hampir tak pernah bisa kunikmati.

Penelitian biodome terus berlanjut meskipun kami masih berkutat dengan revisi sistem pertanian dan stabilitas oksigen. Bintang sering mengeluh soal jadwalnya yang kacau, sedangkan Hao, seperti biasa, lebih sibuk dengan jadwal pribadinya yang tak jelas. Satria, di sisi lain, malah semakin tenggelam dalam lab pribadinya—entah apa yang sedang ia lakukan di sana.

Penelitian kedua bersama Ainun dan Reina pun sama sibuknya. Sejak fakta tentang DNA Farsisian terungkap, Reina sering berkunjung ke paviliun keluarga kekaisaran untuk berlatih kemampuan Farsisian di bawah pengawasan ketat. Anehnya, dia belum menunjukkan kemajuan apa pun, sama sepertiku. Kadang aku bertanya-tanya, apakah kekuatan ini benar-benar bisa bangkit kembali, atau kami hanya membuang waktu?

Dan terakhir, penelitian bersama Orvell Kael. Rasanya setiap kali memasuki laboratorium itu, waktu berjalan lebih cepat. Kami terus mengembangkan prototipe pakaian intel dengan material seperti Graphenium Alloy dan VoidMesh yang diintegrasikan sedemikian rupa agar sesuai dengan permintaan Divisi Intel. Orvell jarang bicara, tapi setiap sarannya selalu brilian.

Atas rekomendasi Orvell, aku juga dimasukkan ke kelas Mineral Semesta dan Metalurgi. Dua kelas ini sangat spesifik, sangat teknis, dan sangat... sunyi. Mayoritas mahasiswa memilih untuk menghindarinya. Namun, di antara para mahasiswa yang hadir, ada satu wajah familiar: Hao.

"Savil! Kau di sini juga?" seru Hao saat pertama kali melihatku di kelas Mineral Semesta.

Aku menatapnya dengan lelah. "Kau pikir aku di sini untuk apa? Jalan-jalan?"

Hao tertawa kecil dan duduk di sebelahku. "Aku kira kau akan sibuk dengan desain pakaian super rahasia itu. Tapi ternyata kau masih punya waktu untuk kelas ini juga. Mengagumkan."

Kelas Mineral Semesta diajar oleh Profesor Altair, seorang pria tua dengan rambut putih seperti awan dan kacamata yang lebih sering melorot ke ujung hidungnya. Dia berbicara dengan nada yang tenang, tetapi setiap kata yang keluar dari mulutnya memiliki bobot yang membuat suasana kelas hening.

"Mineral adalah tulang punggung dari setiap teknologi yang kita miliki hari ini," ujar Profesor Altair sambil menampilkan proyeksi holografis mineral berbentuk kristal berkilauan di udara. "Kita bukan hanya berbicara tentang besi atau tembaga, tetapi juga material langka seperti Xyrenium yang hanya bisa ditemukan di inti planet tertentu."

Aku mencatat setiap kata, setiap istilah teknis yang disebutkan oleh Profesor Altair. Di sebelahku, Hao malah asyik menggambar sesuatu di tablet belajarnya. Entah itu sketsa robot, senjata, atau mungkin sekadar coretan iseng.

"Ada banyak planet di sistem bintang ini yang menyimpan harta karun mineral yang belum dieksplorasi sepenuhnya," lanjut Profesor Altair. "Salah satunya adalah Planet Niron, yang akan menjadi tujuan kelas kita bulan depan."

Suasana kelas mendadak riuh. Bisikan pelan mulai terdengar di antara mahasiswa.

"Planet Niron? Itu planet dengan medan magnet yang kacau, kan?" bisik Hao di sebelahku.

Aku mengangguk. "Iya. Dan atmosfernya beracun untuk sebagian besar spesies. Perjalanan ke sana pasti membutuhkan persiapan matang."

Profesor Altair mengangkat tangan, menenangkan suasana kelas.

"Kita akan melakukan ekspedisi ilmiah ke Planet Niron dalam tiga minggu ke depan. Tujuan utama kita adalah mempelajari distribusi mineral langka di permukaan dan bawah tanah planet tersebut. Ini akan menjadi kesempatan langka bagi kalian untuk mengamati langsung kondisi sebenarnya di lapangan. Persiapkan diri kalian sebaik mungkin."

Aku menghela napas panjang. Ekspedisi ke planet asing, medan magnet kacau, atmosfer beracun... sepertinya semester ini akan lebih kacau dari yang kubayangkan.

"Kalau aku tahu bakal begini, aku pasti kabur ke Fakultas Seni," gumam Hao sambil menatap lurus ke depan.

Aku hanya tertawa kecil sambil menutup tabletku. Ini akan menjadi perjalanan yang panjang, dan entah kenapa, firasatku mengatakan akan ada lebih banyak masalah yang menunggu di Planet Niron.

Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.

Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.

Makasih udah mampir😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kronik Perang Sang Esper yang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang