Jeje menatap koper kecil dan beberapa kotak yang dibawa oleh staf agensi. Barang-barang pribadinya yang tertinggal di kantor kini ada di depan matanya, seakan menjadi penegas bahwa kepergiannya bukan sekadar ancaman kosong—ini nyata.Tapi ada satu hal yang lebih mengganggunya.
"Kenapa bukan Suji yang datang mengantarkan barang-barang ini?"
Seingat Jeje, semalam dia menghubungi Suji untuk mengumpulkan barang-barang pribadi miliknya yang tertinggal di agensi. Dia juga meminta Suji sendiri yang datang. Ada sesuatu yang ingin dia berikan kepada juniornya itu.
"Suji Eonni sedang sibuk menyusun kembali jadwal anggota Seventeen...."
Kening Jeje mulai berkerut. "Menyusun kembali jadwal ? Memangnya ada apa ?"
Staf perempuan yang datang itu menarik napas dalam-dalam.
"Ada anggota grup yang meminta waktu untuk hiatus sejenak setelah proses comeback selesai...."
"Hiatus ? Kenapa ? Siapa ?" cecar Jeje.
"Woozi-nim yang mengajukan untuk hiatus, Eonni...."
Jeje tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Woozi bukan tipe orang yang dengan mudah meminta istirahat. Bahkan saat tubuhnya hampir tumbang karena terlalu lama di studio, dia selalu mengatakan bahwa dia baik-baik saja.
"Sejak kapan?" tanya Jeje akhirnya, suaranya lebih pelan dari yang ia maksudkan.
Staf itu menghela napas, terlihat sedikit enggan menjawab. "Kemarin malam. Setelah rapat internal, dia mendatangi manajemen dan meminta waktu untuk beristirahat. Tidak ada yang menyangka, Eonni. Semua orang terkejut."
Jeje mengepalkan tangannya. "Apa yang terjadi?"
Staf itu ragu-ragu sebelum akhirnya berkata, "Aku tidak bisa mengatakan alasannya karena kami pun tidak tahu apa-apa....."
"Lalu, di mana dia sekarang?"
Staf itu menggeleng. "Aku tidak tahu pasti, Eonni. Setelah meminta rehat, dia langsung menghilang. Kabarnya, beberapa anggota tidak bisa menghubunginya."
Jeje menghela napas panjang.
"Baiklah.... Karena Eonni sudah menerima barang-barang ini, aku ijin pulang dulu....."
Jeje merasakan sesuatu mencengkeram dadanya. Dia tidak menunggu lebih lama. Begitu staf itu pergi, dia segera meraih ponselnya dan mencari nama Woozi di kontak. Tangannya sedikit gemetar saat menekan tombol panggil.
Satu nada sambung.
Dua nada sambung.
Tidak ada jawaban.
Jeje menggigit bibirnya, lalu mencoba lagi. Tapi hasilnya tetap sama. Woozi tidak mengangkat teleponnya.
Hatinya mulai dipenuhi kecemasan. Woozi bukan tipe yang mengabaikan panggilan, apalagi jika datang darinya.
Dia beralih ke pencarian internet, mengetik nama Woozi di kolom pencarian. Dalam hitungan detik, ratusan berita muncul. Yang paling atas adalah berita tentang hate speech yang ditujukan untuk Woozi. Hate speech itu menyinggung tentang penampilan Woozi yang tidak seimbang dengan penampilan anggota grup yang lain. Ratusan komentar menanggapi artikel tersebut.
"Apa dia membaca semua komentar-komentar ini ?" gumam Jeje semakin cemas. Dia merasakan perutnya mual. Dia tahu bagaimana kejamnya internet. Dia juga tahu bagaimana Woozi selama ini selalu mencoba menjadi pilar bagi Seventeen—bekerja keras di belakang layar, memastikan grup tetap berjalan, memastikan setiap anggota bisa bersinar dengan musiknya. Dan sekarang, semua kerja keras itu berbalik menyakiti dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future
FanfictionTiga tahun setelah proyek All Good selesai.... Apakah kisah S.Coups dan Jeje akan menemukan akhir bahagianya Atau justru mereka akan berpisah selamanya..... Inspired by : Woozi - What Kind Of Future Highest Rank : #1 in carat (13032024) #8 in yoon...