Datuk Kebijaksanan

2.4K 202 21
                                    

***

Aku memasuki lingkungan sekolah pagi itu, ada yang berbeda. Aku melihat beberapa teman sekelasku yang duduk membeli bakso tusuk di luar lingkungan sekolah pagi itu berlari secepatnya setlah melihat ku turun dari motor bapak ku tadi.

Yah, apa peduliku aku tetap berjalan menghindari banyaknya mereka yang krluar pagi itu, jalan ku melenceng ke kiri dan ke kanan. Untungnya pagi itu tidak terlalu banyak manusia.

Aku menghentikan kaki ku melihat suasana hitam yang menyelimuti kelas, tambah sesak batin ku menurunkan pundak tidak semangat.

Aku masuk kelas yang entah bagaimana kosong hanya rombongan murid cowok yang terlihat.

"Tumben pagi." Tegur Ka berjalan menghampiriku bersama Ra.

Mereka memasang senyum tetapi tampak sekali Qorin mereka sangat khawatir dan ketakutan. Ada tekanan kuat membuat mereka menjadi begitu, aku berpura-pura tidak melihat dan tersenyum saja.

"Bapak ku apel pagi."

Entah kenapa perkataan ku yang tadi membuat keduanya tambah tertekan, tetapi mereka segera menyembunyikan dengan wajah senyum terpaksa.

Ah, mereka tidak cocok menjadi aktor atau aktris batin ku lalu melihat ke belakang mereka, di mana Qorin mereka membentuk menjadi orang yang menjadi masalah penekanan mood mereka.

Segera aku memalingkan muka mengetahui siapa orang yang tercermin di benak mereka.

Sangat malas aku mencoba duduk menghadap ke depan tanpa mempedulikan mereka berbicara apa, Mi datang dengan wajah pucat juga.

Kenapa mengetahui orang tua ku begitu menakutkan bagi mereka? Terutama bapak ku yang baru saja tadi pagi mengantar.

Seluruh kelas ku lalui sampai keluar main, perasaan tidak enak ku rasakan ketika memasuki kelas yang tanpa murid perempuan di kelas ku.

Aku menatap kosong ke pojokan, tanpak kakak cewek penghuni tempat duduk belakang tertawa keras.

'Mereka merencanakan sesuatu untuk mu.'

Mata ku langsung menghindar dari matanya yang cukup menyeramkan karena rusak dan penuh darah.

Aku bosan, tanpak ya benar mereka tidak menyukai kerjaan ku memanggil guru. Anak rajin? Tidak bukan begitu, karena aku tidak pintar seperti abang ku, yang bisa ku lakukan hanyalah dengan datang setiap hari ke sekolah dan menghindar menjadi anak nakal.

Karena aku tidak pintar aku mencoba bisa menjadi anak rajin yang dekat dengan guru, karena itu aku selalu dekat dengan yang lebih dewasa dari pada dengan orang seumuran dengan ku.

Aku memangku dagu di jendela belakang guru menatap keluar di mana banyak yang berpergian.

"Sendirian?"

De tersenyum datang kepadaku dari kuar jendela. Aku membalas senyumnya yang tadinya ku pikir suara jin eh malah preman kelas.

"Ya."

"Mana rombongan mu?"

"Entah." Jawab ku tidak tertarik, karena aku tahu anak-anak kelas sudah merencanakan sesuatu untuk ku.

"Menung sendiri nanti kerasukan setan loh."

Ah, ingin aku tertawa keras karena aku tahu setan yang menempel badan De tertawa kepadanya.

Sayangnya manusia tidak menyadari, kerasukan di dunia manusia hanya di ketahui dengan manusia nya sudah bukan seperti manusia alias kejang-kejang, tidak sadar, tidak terkendali dan memiliki kekuatan dua kali lipat dari biasanya.

TATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang