***
Sekitar 2 minggu jarak waktu sang ibu-ibu itu datang, dengan membawa jajanan dari jakarta dan parfum dari si Xixi.
Ia curhat panjang, kebetulan dia mengambil hari kamis sore usai ashar banyak sekali yang ia ceritakan.
Yang pasti kabar gembira,
"Tahu gak mbak Ta, anak ku putus dari tuh cewek sma!"
"Hmmm."
"Dan lagi yah mbak, si cewek itu ngaku melet loh, hebat loh mbak Ta! Gimana supaya ornag bisa ngaku gitu! Mbak Ta temuin yah orangnya? Atau di labrak, atau..."
"Tidak, aku tidak mengenal tuh cewek Sma, bagaimana aku mau bisa temui, nglabarak juga bukan masalah ku, emang aku siapa." Jelas ku sambil tertawa terpaksa.
"Gitu yah mbak, tapi kok anak itu bisa ngaku gitu?"
"Hmm, yah, begitulah, alhamdullilah berkat kerja ku gak tidur."
Dia mengangguk-angguk cepat, "besok siang saya akan ke jakarta lagi mbak, ini parfumnya." Ia memberikan parfum ke diriku yang sedang mengunyah oreo yang ia bawa.
"Inh bisa di ambil besok."
"Ehhh??? Tapi saya udah pesan tiket besok siang mbak!"
"Ya, ambil besok."
Dia tampak berpikir panjang dan ragu "rumah mbak Ta dengan bandara jauh sih mbak, gak dekat dengan rumah ku, jadi nanti muter-muter jalannya..."
"Besok, karena banyak yang mau di baca, saya juga harus wirit banyak, ini harus di inapkan," Tegas ku tanpa kompromi "aku harus tidak tidur karena ini."
"Gimana kalau yang ngambil orang lain mbak?"
"Aku harus memberikan penyerahan krpada yang brrsangkutan."
"Itu loh mbak, ibu insyaf (biarkanlah namanya ini, lol) dia yang ngambil bisa? Nanti biar saya suruh."
Memangnya dia pesuruh, batin ku tersenyum saja.
"Bisa gak mbak? Bisa yah mbak."
Aku diam berpikir sebentar, lalu melihat ke belakang sang ibu-ibu ini.
'Dia tidak berbohong.' Ucap qorinnya sambil tersenyum.
"Penyerahan... kau harus melakukan penyerahan dengan ibu insyaf, aku akan mengajarinya cara penyerahan sebelum di serahkan kepada mu."
"Yes, sip mbak Ta." Semangatnya, setelah itu ia pulang.
***
Krieeeettt, bunyi gesekan pintu dan lantai. Tampak mama ku mengintip dari pintu yang terbuka sedikit itu.
"Ta..." suaranya kecil naas ke berbisik.
Di ruangan gelap itu aku menatap mama ku yang mengintip.
"Kenapa?" Kata mama ku setiap aku bangun pagi wajah ku sangat seram karena marah di ganggu dan kata-kata ku sangat ketus.