***
Aku biarkan saja undangan perkataan itu berlalu, tidak ku pedulikan karena siapa juga yang memiliki kelebihan. Aku hanya orang biasa itu pendapatku waktu itu sampai malam ku terasa sesak.
Di kamar yang ku tempati, setiap malam seperti biasa aku memasang kelambu, untuk yang tidak tahu kelambu biasanya orang berpikiran kelambu kata lainnya jaring untuk menghindari nyamuk.
Setiap malam selalu ada seorang nenek-nenek berdiri mentapku, takut?
Tentu, pertamanya aku takut, entah dari mana nenek-nenek itu muncul setiap hari bahkan aku sudah mengunci jendela dan pintu.
Setiap aku merasa kamar ku berisi sangat ramai dan menyesakkan nenek itu muncul dan mengatakan.
'Bacalah kulhu, anas, falaq dan ayat kursi.' Katanya sambil tersenyum membisikan doa-doa. Dulu sewaktu smp aku masih berada di al-quran jus 2, tentu aku tidak hapal ayat kursi, di pikiranku memang ada ayat bernama ayat kursi?
Ia membisikan doa kata demi kata, di ulanginnya tiga kali setiap doa sampai aku tertidur lelap dan paginya nenek itu menghilang.
Kutanyai adek ku yang tidur di kasur bawah, karena kasur kami bertingkat 2, dia di bawah dan aku di atas.
Ia sama sekali tidak mengerti pertanyaan ku, nenek-nenek itu tidak ada jejak sama sekali, kalau aku mrnanyakan kepada orang tua ku yang mereka katakan hanyalah.
"Mimpi."
Entah bagaimana supaya orang mempercayai perkataanku dan kembali aku tidak memperdulikan semuanya dan menganggap sebagai angin lalu.
Di sekolah Ad, orang yang di tolak Ka kembali mendekati ku dengan mengajak bicara dan De selalu bersikap jahil dengan banyak alasan. Dulu tidak ku mengerti maksudnya apa, yang satu bersikap manis yang satu bersikap jahil tetapi mereka tidak tahu bahwa aku di benci seluruh anak perempuan di kelas.
Tetapi, bagaimanapun Mi, Ka dan Ra bersikap biasa tanpa merasakan apapun menegur dan mengajak ku bicara. Senyum mereka sudah ku hapali sedemikian rupa sampai rasanya aku muak menjawabnya dengan senyuman pula.
Tetapi ya sudahlah, yang berlalu ya berlalu, kini aku keluar sendirian dan berjalan sendirian. Toh sampai sekarang aku masih bisa menjaga diriku.
Undangan-undangan dari yang halus dan tidak nampak semakin gencar. Dari yang hanya bisikan saja dan yang sampai memunculkan wujud.
"Aku tidak tahu danau itu!"
Salah satu alasan terbesar ku waktu itu, bagaimanapun aku anak rumahan, jalan-jalan sebatas pasar pun bersama mama ku, ke sekolah di antar dengan bapak ku, er terkadang abang ku.
Aku tidak pernah pergi sendirian sampai suatu hari masih dengan kelas 7 aku pegi ke pasar sendirian demi untuk membeli komik.
Pengalaman pertama kali ku rasakan pergi ke pasar sendirian. Sesak memang, banyak sekali jin dan manusia di sana tetapi menyenangkan.
'Sentuhlah airnya.' Ucap salah satu jin yang tampaknya berkuasa di pasar itu menatap ku dalam.
Wajahnya menakutkan hitam gosong dan mengelupas tampak keadaan badannya sangat panas sampai asap mengepul.