Smk Ta 5

2K 182 17
                                    

***

Ku jalani hari-hari sekolah ku dengan biasa dengan lagi-lagi tidak menghiraukan apapun peringatan yang terjadi kemarin.

Tiba sampai hari jumat, hari pendek yang sangat berbeda dari biasanya.

Aku melewati terus tangga angker yang di gosipkan oleh banyak murid kelas 3, ya, memang ada banyak makhluk di sana, selain gelap, paling ujung, dan suasana dinginnya berbeda.

Bila di hitung-hitung murid yang lewat sana terbilang sedikit, jadi aku suka lewat sana.

"Wooits, Ta." Panggil seseorang melihat ku dari ujung tangga.

"Ahh, ya, uhm, kenapa?" Tanya ku merasa aneh di panggil.

"Ish, memang kalau manggil gak boleh apa... lihat aku tas baru." Tunjuknya ke tas sandangnya.

"Ah, ya." Ucapku langsung meneruskan menaiki tangga.

"Bapak ku membelikan tas untuk ku, ahahah, gampang," ucapnya senang dan mengejar ku "eh, aku ada uang lebih mau beli baju sama gak?"

"Gak." Tegas ku menolak.

"Ish, kok di kasih baju malah gak mau."

Aku menatapnya horor, yah, bagaimanapun orang satu ini selalu ceplas-ceplos dan baik. Akhir-akhir ini ia jadinya selalu nongkrong di kelompok normal kami.

Aku sih tidak mau ia berpikir karena ramalanku hidupnya jadi enak begitu. Kartu akan berubah dan bergerak sesuai dengan manusianya. Manusia ingin merubahnya tentu bisa.

Makanya setiap detik kartu akan berubah seperti manusia yang selalu berjalan mengubah nasibnya, begitulah jalannya ramalan atau aku biasanya menyebutnya dengan prediksi.

Ramalan dapat di ubah, karena ramalan hanyalah predikisi itu selalu ku katakan di setiap orang yang akan aku mau ramal bahkan aku menyebutkan ramalanku ini adalah sekedar main saja.

Hari jumat pelajaran TiK atau aku menyebutnya dengan pelajaran komputer waktu itu, entah kalau sekarang apa sebutannya.

Sangat sebal melepaskan sepatu masuk ke leb, selain ngerumit, bau kaos kaki murid yang lainnya tercium.

Di leb aku bisa di sebut orang yang paling mengerti kinerja komputer dan menjadi asisten guru aktif di panggil oleh teman-teman yang lainnya yang terkendala.

Praktek berjalan seperti biasanya dan lancar sampai ada ketokan pintu yang menuntun awal dari sesuatu yang besar.

Sang guru leb kami turun cepat dan meninggalkan kami dengan menyuruh kami melanjutkan peraktek.

Aku yang cepat mengerti praktek word waktu itu langsung memindahkan ke permainan kartu, sambil membantu teman-teman yang lainnya.

Sang guru tidak kunjung muncul dan jam perlajaran kami usai. Beberapa murid ada yang keluar dan aku masih memilih bermain di dalam.

Bosan aku pun keluar, beberapa teman sekelas ku yang masih ningkrong di tempat duduk di depan leb masih berbincang.

"Tahu, gak si Yw tadi pingsan."

"Ah, kenapa? Tu anak lemah banget, percuma masuk kehotelan..."

Berlanjutlah gosip mereka, bukannya mau menguping, kebetulan rak sepatu kerajaan dan tempat duduk berdekatan dan aku jadi mendengar perkataan mereka.

Pingsan, batin ku melihat ke lapangan upacara kami yang meninggalkan satu pohon berada di tengahnya.

Bagi pandangan manusia biasa pohon itu hanyalah pohon biasa juga dengan lapangan itu. Bagiku tidak, ada garis-garis halus seperti dome atau kurungan besar yang menutup seluruh lapangan menjadi pembatas untuk gedung sekolah.

TATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang