***
Saya ini kenapa yah?
Pertanyaan yang super sekali, aku menoleh dengan bosan sambil menyipitkan mata.
Pertanyaan yang membosankan kalau di jawab langsung.
Abang ku langsung angkat bicara "ngomong lah!!! Masak gitu be." Tegurnya cepat sebelum hening terlalu lama.
"Ahmm, itu ... Yah, gitu, jadi..."
Ucapnya terbata-bata.
Aku menghela napas, teman abang ku ini selain kata-kata yang terdengar keluar dari mulutnya bergetar ia tampak berkeringattan pula.
"Tidak kau tanyakan masalah itu ke bapak mu?" Ucap ku memotong lirihan bata-bata katanya. Aku menatap ke belakangnya.
Ia menatap ku sedikit bingung lalu langsung segera ia menundukkan kepalanya.
Kembali aku menghela napas, "jadi, kau tidak bisa melihat mereka hmm... Unik, tapi kau bisa membuat orang ini sekuat dirimu."
Ya, kini abang ku dan teman abang ku itu mengerti siapa yang ku ajak bicara kali itu.
"Sifat yang meledak, lari cepat, amarah tidak terkontrol, pendendam, terlalu hati-hati..." Ucap ku menunjuk teman abang ku itu "jadi? Kau mau tahu apa?"
Ia masih menundukan kepalanya dan tidak mau melihat ku.
"Kenapa saya bisa begini..."
"Keturunan, dari moyang mu melihara mereka, atau lebih tepatnya kalian berkerja sama, ... Gunung K*****?"
"Wilayah desa A****, tapi, maaf, yang dapat bukan kamu saja, adik mu yang cewek juga mendapatkannya." Lanjutku. "Tapi..."
"Pantasan sekarang adek saya berubah Ta?" Celetuknya cepat "benar Ta benar, adek aaya mulai aneh, berbeda, bisa gak Ta jangan sampai dia dapat."
"Mana bisa, itukan sudah di tulis di perjanjian leluhur moyang kalian." Jawab ku cepat dan ia langsung terdiam.
"Memang Ta, apakah tidak bisa putuskah? Apakah selamanya kami akan seperti ini?"
"Bisa,"
Dia tampak senang langsung menatapku.
"Tapi orang yang sudah di turunkan perjanjian ini akan mati, memutus perjanjian pasti akan ada timbal baliknya."
Aku menunjuk kan jari telunjuk ku.
"Bapak mu."
Ia langsung terdiam.
"...jadi... Kalau di putus..."
"Bapak mu mati." Jawab ku cepat. Ia berkeringat dingin dan agak pusing.
Aku menghela napas panjang "Haahhhh, makanya, jangan bersekutu dengan jin."
"...kalau begitu... Apa isi perjanjiannya?" Tanyanya takut takut.
Aku melihat ke belakangnya.
'gak apa nih?'
'terserah...'
'hee, bagaimana kalau kau melapor ke bapaknya?'
'...'
'kau kan jin, gampang melaporkan kejadian ini, yang berjanji yang memiliki wewenang... Aku hanya orang luar...'
Asap yang berkumpul di luar pintu kini membentuk pusaran dan dari dalamnya perlahan keluarlah seekor harimau putih, mata yang merah menatapku langsung berpaling pergi menjauh.