Dear Me! How are you today? Apakah kamu baik-baik saja? Hari ini adalah bukti keputusan hari kemarin. Menetapkan pilihan yang sebelumnya tidak pernah tahu akan berdampak baik atau justru sebaliknya. Hampir usai tahun ini. Benar-benar sudah di penghujung tahun. Wahai diri, sudah berapa banyak manfaat yang kau beri untuk orang-orang yang kau sayangi?
Tidak pernah kusangka kali ini aku berada pada sebuah titik di luar ekspektasiku. Bahkan ini mungkin sudah cukup jauh dari perkiraanku. Ditempa pada sebilah pisau yang melukai kerja keras selama ini. Diri jatuh pada lubang yang ternyata dalamnya tak terukur. Sakit memang. Bahkan waktu belum mampu berbaik hati seutuhnya mengobati rasa sakit ini. Semua mimpi di tahun ini begitu saja tercabik karena cakaran keegoisanku sendiri.
Hai 2017! Walau perih masih menggeroti cita-citaku, aku masih ingin tersenyum menatapmu. Jika masa yang tersisa padamu saat ini adalah pengakhiran bagi masa kontrakku di dunia, aku masih mengharap ini bukanlah akhir yang buruk. Setelah aku mengikuti garis takdir yang ku buat sendiri, hal-hal di depan mata terasa menjauh. Sepertinya dirimu memberikan pelajaran teramat hebat pada hidupku. Aku keliru mengambil satu di antara banyak pilihan.
Mungkin ada tanya yang tiba-tiba muncul. Apa kesalahan yang kau buat hingga mampu menarik kebahagiaanmu di satu sisi? Emosi itu yang berhasil meruntuhkan tembok kesabaranku. Kesabaran yang sebenarnya telah terdidik bertahun-tahun bersama kerikil kesulitan. Konon katanya penyesalan selalu datang belakangan. Itulah yang saat ini menjadi realita bagi siapa pun termasuk diriku sendiri.
Ada kebutuhan yang bisa saja itu bukan maumu. Ada keinginan yang bisa saja itu bukan kebaikan untukmu. Bekerja di perusahaan manapun, jangan marah. Jangan menghentikan aktivitas. Jangan merumitkan keadaan. Kamu boleh tersulut amarah, tetapi memupuk dan memeliharanya bukanlah solusi positif. Sejenak saja. Sebentar saja sampai kamu kembali dalam lingkar rasa tenang dan tenteram.
Dear Me! Maafkan aku. Kesadaran itu baru sempat terlirik oleh mata batinku. Kini aku mulai mencintai apapun yang ada di sekitarku. Secercah cahaya kesenangan ataupun sekelumit kesedihan. Keduanya menjadi lebih baik sekarang. Hanya tergantung dari segi mana memandangnya. Di setiap hati yang retak akan ada hikmah sebagai bayarannya.
Dear Me! Satu-satunya yang masih kau miliki adalah impian. Biarlah kekhilafan di masa lalu menjadi pembinamu agar lebih baik kedewasaanmu menghadapi masalah. Kamu boleh gagal berkali-kali, tetapi jangan sampai terperosok berulang kali di lubang yang sama karena penyebab yang sama pula. Tersandung karena kesalahan pemikiran adalah kemungkinan yang sangat wajar. Tidak hanya aku atau kamu yang pernah mengalaminya, dia atau mereka aku yakin pernah pula mengalaminya.
Satu detik mampu merenggut impianmu jika kamu masih saja mau terseret dengan rasa terpuruk yang berlarut-larut. Ah dunia memang kadang seenaknya saja berubah kejam pada jiwa yang salah. Namun lihatlah Tuhan masih menitipkan hati yang tersisa itu untuk digunakan sesuka hati. Siapapun yang terkungkung pada rasa penyesalannya sendiri masih diberi kesempatan merajut asa sebanyak apapun.
Sama halnya denganku, aku masih menjadi anak bagi kedua orang tuaku. Aku masih mampu memutarbalikan nasib. Aku mencintaiku orang tuaku jauh di atas kecintaanku pada diriku sendiri. Dahulu aku memulai segalanya dari nol, begitupun hari ini. Tidak apa diri terjerumus pada satu waktu. Setidaknya saat itulah kau bisa melupakan caranya mendongakkan kepala lalu mengingat bagaimana caranya merunduk dan merendah. Mempercayai bahwa setinggi apapun jabatan, selelah apapun profesi adalah sama saja di mata Tuhan. Bernilai ibadah jika menjadi manfaat untuk orang lain.
Dear Me! Bersyukurlah atas masa lalu burukmu. Dia mampu menyita tidak sedikit kebiasaan negatifmu. Masa lalumu membuatmu berpikir ulang untuk merancang impianmu yang sempat terkikis karena kekeliruanmu itu. Kini bukankah dering waktu menjadi lebih berharga? Sekarang dirimu bisa merangkul kesibukan baru di sela-sela harimu. Hatimu menjadi lebih baik dibanding dahulu bukan ? Dahulu kamu sempat mematut-matut diri merasa dirimu merupakan bawahan yang paling teraniaya dan kini bahkan pemikiran itu tak punya jam sedikit pun untuk melintas di otakmu.
Aku adalah wanita. Kelak menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak. Di kemudian hari sudah sepantasnya aku memposisikan diri paling istimewa versi diriku sendiri. Hai 2018! Aku pasti akan membalas segala kondisi buruk yang terjadi pada tahun ini. Pendidikanku tidak bisa berhenti sekarang. Karirku meski masih terombang-ambing, dia masih berhak untuk kokoh bersama langit di atas sana.
Dear Me! How are you tomorrow? Tersenyumlah karena kesempatan kedua adalah milik semua orang yang berani mengakui kesalahannya dan secara cepat memperbaikinya.
V'+
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Akhir Tahun "Dear Me"
RandomDisini lah awal mula kita untuk menjadikan langkah kita kedepan menjadi lebih baik dari hari lalu. Disinilah awal cerita kita mengapa kita bisa jauh lebih baik dari sebelumnya. Tulisan ini bisa diibaratkan adalah kaca, cerminan diri kita yang siap u...