"Aduh, apa ini?" spontan aku mengucapkan itu setelah membaca chat dari grup Whattsapp. "Ada apa, ku kira ada apa!" tanya Kak Tika yang langsung ngomel saat mengerti aku mengekspresikan setelah membaca chat di Whattsapp. Aku hanya membalas tersenyum dan kembali membaca chat.
Begitulah kejadian yang sering ku alami ketika berada di kamar kontrakan. Meskipun aku bukan kecil sendiri disini, umurnya, tetapi aku selalu jadi bahan suruhan, bahan ejekan. Sabar. Itulah kata-kata yang sering diucapkan oleh teman-temanku yang aku curhati. Aku memang tidak bisa tidak bercerita hanya ke satu orang, karena perasaan yang ada di hati tidak bisa puas, makanya aku bercerita ke teman-teman yang kuanggap bisa menjaga rahasia hidupku.
"Ini Bel, rumah kontrakan yang fasilitasnya lumayan bagus. Kamu bisa berbagi dengan kakak-kakak ini." Kata bapak sambil mengenalkan aku kepada kakak-kakak yang umurnya dan semesternya lebih tua dari aku. Bapak menunjukkan rumah kontrakan yang lumayan besar, cukup untuk 6 orang. Fasilitasnya lengkap. Aku hanya mengangguk, dalam hal ini aku setuju demi bapak. Bapak merasa senang karena mengetahui kalau anaknya telah diterima di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta. Makanya waktu aku daftar ulang, bapak mencarikanku rumah kontrakan.
"Nak, pokoknya ibu tidak minta apa-apa darimu. Belajar yang rajin. Tidak usah mikir apa-apa. Tugasmu hanya mencari ilmu yang bermanfaat. Banyak yang ingin sekolah disana. Jangan menyia-nyiakan kesempatan. Ibu mendukung apa yang menjadi cita-citamu. Cari teman yang benar, yang benar mesti baik." Pesan Ibu. "Iya bu, aku akan belajar yang rajin dan mencari teman yang benar. Sudah bu aku pamit." Jawabku sambil mencium tangan ibu. Hari ini, tepat hari kemerdekaan Indonesia aku berangkat ke Yogyakarta dari Pacitan untuk mencari ilmu.
Setahun kemudian.
"Bel, ambil nasi Bel!" suruh Kak Wulan kepadaku. "Kamu kan udah siap-siap, kita belum selesai berdandan ini." Lanjutnya.
"Iya." Jawabku sambil pergi mengambil nasi di dapur yang sudah dimasak tadi subuh. "Ini, ayo sarapan."
"Tadi masak apa Tik?" tanya Kak Wulan. "Pecel." Jawab kak Wulan. "Aku langsung berangkat saja. Bye." Ucap Kak Tika. Tiga orang lainnya baru keluar dari kamar untuk sarapan. Aku tahu kalau Kak Tika tidak suka makan pecel. Akhirnya hanya kami berlima yang sarapan.
Rumah kontrakan mulai ditinggalkan oleh para penghuninya. Termasuk aku, aku pergi setelah merasa kenyang, tetapi sebenarnya belum kenyang. Aku merasa senang ketika aku berada di kampus bersama teman-teman sekelas. Mungkin aku sudah merasakan kenyamanan akan kebersamaan yang baru ini. Kami mulai akrab. Saling sapa satu sama lain. Saling kerjasama dalam persentasi. Tetapi bila waktunya pulang ke rumah kontrakan seperti masuk dalam penjara yang membuatku tidak bisa bernafas dengan leluasa.
"Kak Bella, ayo makan." Ajak Cika yang paling kecil umurnya dari kami berenam. Aku hanya mengangguk menerima ajakan Cika.
Malam pun tiba. Aku dan Riri tak sengaja ketiduran di masjid setelah sholat Isya'. Dan pulang setelah jam 12 malam. Peraturan yang berlaku di masjid tersebut harus pulang ke rumah masing-masing paling akhir jam 11 malam. Aku dan Riri tidak ada yang membangunkan.
"Baru pulang? Katanya tidak boleh pulang melebihi jam 11?" tanya Kak Wulan kepada kami berdua. "Iya, tadi kami ketiduran tidak ada yang membangunkan, termasuk ta'mir masjidnya." Jawab Riri. Tanpa berbicara lagi kami berdua langsung tidur lagi.
Keesokan harinya, kami berdua makan di luar dan saling curhat. Riri mempunyai masalah yang seperti kualami. Kami seperti anak kecil yang mudah disuruh-suruh, diolok-olok. Tenang, karma masih berlaku, kataku dalam hati. "Ya udah Bel, kalau merasa lapar dan tidak cocok dengan lauknya kakak-kakak kita pergi ke luar saja. Lagipula Kak Nita tak merasa keberatan dengan hal ini." Kak Nita adalah seorang yang netral, dia mudah diajak komunikasi meskipun jarang di rumah. Dia menerima lauk yang ada. Terkadang dia masak atau membeli masakan untuk kita..
Kita berdua menghayal kalau mereka berdua, Kak Tika dan Kak Wulan, mengalami suatu kecelakaan dan membuat mereka sadar, meminta maaf kepada kita berdua. Pada sore hari setelah aku pulang dari kampus, aku diberi kabar bahwa Riri pergi membawa Kak Tika dan Kak Wulan ke rumah sakit karena mereka berdua mengalami cidera.
"Hei Ri, ada apa? Kok mereka berdua bisa ke rumah sakit?" tanyaku. "Ceritanya begini. Mereka ingin melakukan diet karena berat badan mereka bertambah. Sebelum mereka senam, mereka mengejek masakan yang ku masak sebelum pergi ke kampus. Tapi saat mereka mengejek, kamu sudah berangkat. Mereka mengalami cidera di pergelangan kaki. Kaki mereka membiru. Mereka tak sengaja keseleo saat makan masakanmu sambil berdiri. Maksud mereka hendak melakukan senam saat setelah menguyah kunyahan terakhir tetapi mereka keseleo. Mereka juga lupa untuk berhenti dulu sebelum senam setelah makan."
Aku kaget mendengar penjelasan Riri setelah aku menyusulnya ke rumah sakit. Aku dan Riri melihat mereka berdua setelah dokter keluar dari ruangan. Cika dan Kak Nita sengaja tidak kami berdua beritahu. Tiba-tiba, mereka berdua meminta maaf kepada kami atas tingkah lakunya selama ini kepada kami. Mereka sadar atas perbuatan mereka ketika mendapat pencerahan dari seorang dokter. "Aku minta maaf Bel, Ri. Apa yang kulakukan selama ini kurang baik. Aku tidak bisa memberi contoh yang baik. Padahal umurku lebih tua dari kalian." Ucap Kak Wulan. "Aku juga Bel, Ri, perbuatanku lebih buruk. Aku belum patut untuk menjadi contoh yang baik." Ucap Kak Tika.
Aku dan Riri hanya memandang mereka penuh keheranan, kemarin kita berdua menghayal andai mereka kecelakaan dan sadar akan kesalahan mereka, ini benar-benar terjadi. "Iya Kak, tak apa-apa." Jawabku. "Aku sudah memaafkan kalian."
"Betul itu." Tambah Riri.
Hari aktif kuliah sudah berlangsung. Kami bersikap seperti biasanya. Kami berusaha untuk saling menghormati satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Akhir Tahun "Dear Me"
DiversosDisini lah awal mula kita untuk menjadikan langkah kita kedepan menjadi lebih baik dari hari lalu. Disinilah awal cerita kita mengapa kita bisa jauh lebih baik dari sebelumnya. Tulisan ini bisa diibaratkan adalah kaca, cerminan diri kita yang siap u...