Afifatur Rohmah "Tentang Kamu, Rindu, dan 2018 "

231 9 5
                                    

Surabaya, 25 November 2017

Sore ini hujan datang lagi, rintikannya berhamburan diantara jendela kaca ini. Pikirku mulai berhamburan kesana-kemari, teringatakan kamu yang masih saja mengitari hati. Aku sebut dirimu adalah rindu. Sosok yang dulu mengisi hati, menemani dalam setiap jengkal gundahku, juga gelak tawaku. Menjadi bagian dari dongeng-dongengku yang melegenda, lalu menjadi tokoh utama didalamnya.

Lamunanku berhamburan, berantakan dan semakin hancur menjadi keping sebuah kenang. Teringat sosok kamu yang lama tak kujumpai sinar matanya. Lama tak kusapa senyum manjanya. Lama pula, tak merasakan hangat dekap peluknya. Masih saja foto ini dalam genggaman. Sengaja tidak aku buang, agar potongan-potongan kenangan itu tidak hilang. Karena, sejatinya setiap manusia adalah pengingat sejati, apalagi perihal orang yang selama ini paling dirindukan. Layaknya aku, menulis apa yang sedang aku rasakan. Membiarkan tangan ini menari di atas mesin ketik yang begitu antik. Aku tidak begitu ahli dalam hal mencintai. Namun, aku hanya secercah kecil harap yang menginginkan agar bisa menjadi salah satu bagian yang dirindukan oleh kamu.

Tahukah kamu, disetiap malam syahduku. Rindu yang kupendam ini semakin arogan. Begitu dalam hingga menyesakkan, karena sejatinya rindu hanya tunduk pada sebuah pertemuan. Lalu, namamu terngiang bersamaan dengan bintang yang berjatuhan. Dalam kalbu dan jiwa yang penuh kegetiran. Aku disini bersama kenang juga penantian. Mengenangmu adalah caraku bercerita kepada belalang setiap petang. Ditemani sinar rembulan dan jahatnya udara dingin yang masuk ke tulang. Aku hanya berharap, kamu yang disana segera tau. Mungkin saja kamu hanya tak tahu arah jalan pulang. Atau, mungkin saja kamu sedang dalam proses penjemputan. Menjemputku untuk berbagi rasa bersama, danbahagia dengan dunia asmara.

Layaknya senja, begitu indah dengan semburat jingga. Begitu mempesona bagi siapa saja yang melihatnya. Menjadi yang sempurna saat dilengkapi dengan deburan ombak dan lambaian pohon kelapa disana. Kamu dan senja. Bagiku, sama saja. Sama dalam hal menciptakan suatu yang indah layaknya cakrawala, begitu mengagumkan dan tak mampu aku melupakannya. Kamu, yang memiliki aura begitu istimewa, hingga membuatku jatuh dan cinta. Lalu, kamu pula lah yang memilih berlalu layaknya senja. Memilih untuk tidak menuntaskan kisah yang begitu ingin aku melengkapinya bersama.

Aku tidak pernah tahu bagaimana cara Tuhan menciptakan sebuah hati yang mencintai teramat dalam oleh sosok kamu. Aku tidak pernah tahu kapan sukma ku akan singgah di hati yang lain agar tidak tersakiti akan kamu. Aku biarkan rasaku mati. Sejenak aku berfikir untuk membiarkan ingatanku tentang kamu pergi saja. Agar aku bisa bernafas diantara rasa sesak dalam lara. Agar aku tidak selamanya menjadi budak sajak-sajak cinta. Agar aku bisa berhenti menangisi jiwa-jiwa yang telah pergi, yang merenggut segenap rasa bahagia di hati. Agar tak ada lagi memori dan namamu di hati ini.

Kepada kamu, yang menjadi tokoh bersejarah dalam hal menyakitiku. Aku nobatkan kamu sebagai sosok terkejam yang akan menyesal karena telah melukaiku. Mungkin saja kali ini aku tidak dapat begitu saja melupakan mata indahmu yang semakin berbinar, masih belum bisa terbiasa tanpa genggaman. Atau, mungkin saja hatiku sudah terlalu dalam hingga tak dapat melupakan. Aku hanya berusaha menjadi tegar diatas segala kegetiran, berusaha menjadi yang paling tabah jika rindu yang datang kepadaku tiba-tiba datang. Menjadi yang paling tegar saat menghadapi adanya perpisahan tanpa adanya pamitan.

Tahun 2018, aku berharap segera mengakhiri penantian dan berganti menjadi tahun pertemuan. Dimana aku dalam menikmati proses dalam mencari tambatan. Hingga menunggu saat dimana aku menemukan pusat kebahagiaan, dalam galaksi kerinduan yang bertuan. Lalu aku masih berharap kamu dan aku akan saling menyapa diantara luka dan perih akan kenangan. Saling bertukar fikiran namun tidak untuk menjalin kasih dan sayang. Cukup sekali saja aku menjadi korban diatas siksa kerinduan malam kelam. Sekalipun jikalau Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk berbagi dalam gelora asmara. Mungkin aku hanya bisa tersenyum sembari menahan gejolak rasa yang selama ini aku pendam. Aku tahu, mengaharapkanmu datang mungkin sudah terhapuskan. Agar kamu tahu rasa, tahu rasanya ditinggalkan, tahu rasanya menikmati senja yang memutuskan berlalu, tahu rasanya menikmati rindu yang begitu arogan, tahu rasanya menjadi pecandu kalbu yang singgah dan memutuskan untuk pergi. Bukan bermaksud menyumpahi, hanya saja aku hanya ingin kamu belajar menghargai. Bahwa sejatinya cinta yang kau hadirkan, dan kisah-kisah yang dengan sengaja kita ciptakan. Haruslah segera tuntas tanpa ada yang kesakitan. Cinta adalah anugerah Tuhan, dimana kamu bisa merasakan kebahagiaan dan kasih sayang yang teramat dalam

Catatan Akhir Tahun "Dear Me"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang