Aku adalah lelaki perajut asa yang lahir dari negeri pertiwi, tepatnya di Lampung. Seorang pemuda yang menginjak usia 24 tahun. Terdiam dalam tintikan hujan, ku termenung dengan kisahku 4 tahun yang lalu. Diriku yang rapuh dengan dosa dan nista. Diselimuti pergaulan tak beraturan dan sikap pribadi yang mengikuti arus kejahilan manusia. Aku yang tak mengerti arti kehidupan. Selalu membuang waktu untuk hal-hal tidak berguna. Menonton video sex, merokok, bermain perempuan, bolos sekolah, hingga melawan orangtua. Aktivitas itu aku lakukan hampir setiap hari, dikala diri ini merasa sendiri dan sepi.
Pendidikanku terpontang-panting. Sekolah terasa berat, sulit, dan tak memahami dengan pelajaran yang disampaikan oleh bapak/ibu guru. Otakku begitu kosong dan selalu tidak fokus. Terkadang, aku memikirkan hebatnya perjuangan ibu. Ibuku yang selalu banting tulang mencari sebutir nasi sebagai pembantu rumah tangga. Sedangkan ayahku, dia yang selalu menghabiskan uang ibu untuk membeli alkohol. Aku selalu jengkel dengan sikap ayah. Aku selalu beradu mulut dengannya. Aku tak terima, mengapa ibu selalu dijadikan kambing perah oleh laki-laki bejat seperti ayah.
Empat tahun yang lalu, diriku menginjak usia 20 tahun dan masih duduk dibangku kelas XI. Suatu waktu, aku bertemu dengan sosok gadis yang begitu mempesona. Dia adalah perempuan sholehah, pintar, dan kalem yang duduk di kelas XII. Aku tertarik, dan akhirnya jatuh cinta. Hari-hari di sekolah kita lalui dengan canda tawa, saling perhatian satu sama lain, dan saling curi-curi pandang. Dia yang selalu mengingatkanku untuk beribadah, berbuat kebaikan, dan membenahi pendidikan. Dalam batinku, ibadah, sholat? Aku jarang sekali bahkan tidak pernah melakukannya. Dia terus meluruskanku dengan kesabaran dan senyum. Terlalu lama itu berlangsung, hingga aku merasa jenuh dengan sifatnya yang selalu mengatur hidupku. Aku dipaksa sholatlah, dipaksa tidak merokoklah, dipaksa tidak boloslah. Siapa dia? Berani sekali memperalat kehidupanku. Ufuk telah tenggelam. Hingga akhirnya kita dipisahkan oleh jenjang pendidikan. Dia melanjutkan kuliah dan aku masih duduk di bangku kelas XII.
Dia menghilang tanpa kabar. Meninggalkan jejak yang membekas. Jiwa ini merasakan kesepian dan kegelisahan. Sepi tidak ada yang mengingatkan lagi. Tidak ada yang perhatian. Hampa. Hari-hariku bagaikan debu yang beterbangan. Mudah terombang-ambing kesana dan kemari. Tapi, lambat-laun rasa itupun memudar. Kembali dalam kesendirian dan kesepian.
Setahun kemudian akhirnya, aku naik tinggat ke kelas XII. Masa-masa dimana akan meninggalkan bangku sekolah. Tepatnya bulan Februari. Bulan itu menjadi bulan yang istimewa, karena kami kelas XII akan mengikuti sebuah training motivasi di sebuah kampus di Lampung. Disana kami diberikan motivasi mengenai tujuan hidup dan cita-cita ke depan. Kami mendengarkan dengan seksama. Lalu kami diperintahkan untuk menulis tujuan hidup selama 5 tahun ke depan dalam sebuah kertas. Selesai itu, kami tiba di sesi relaksasi. Kami diputarkan video tentang perjuangan ibu. Aku mendengarkannya dengan cermat, tanpa disadari air mataku menetes. Tersendu-sendu, merasakan begitu beratnya perjuangan ibu. Aku teringat ibuku, ibu yang setiap hari bangun pagi dan pulang sore untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Pikiranku memutar memori. Kemana saja aku selama ini? Mengapa aku tidak juga membuka mata? Ibuku yang selama ini banting tulang mencari uang untuk menyekolahkanku, tapi aku? Hanya bersenda gurau dengan sekolah dan kehidupanku. Oke, mulai saat ini. Aku berjanji untuk mengubah kehidupanku. Aku akan serius mencari ilmu, beribadah, dan mempunyai tujuan hidup.
Sekarang usiaku 24 tahun, hidupku lebih teratur. Tuhan selalu memberikan petunjuk untukku menuju jalan yang benar. Satu persatu cita-citaku terwujud yang aku tulis pada dua lembar kertas yang aku tempelkan dikamar. Membeli motor, diterima diperguruan tinggi di Yogyakarta, mendapat pekerjaan sampingan, dan lain-lain. Sekarang aku tinggal di kos-kosan daerah dekat kampus, Yogyakarta. Aku sangat menikmati hidupku, menikmati perjuanganku di bangku kuliah. Perjuangan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, mulai dari tugas dari dosen yang tak pernah terlupakan, tidak punya uang untuk makan, hingga kesepian di kos. Berat. Memang berat. Tetapi, nikmatilah hidup ini. Perjuangan pasti berlalu dan usaha tidak akan mengkhianati hasil.
Saat ini, aku berada di semester 7. Saat dimana aku harus mencari sosok wanita yang akan mendampingiku kelak. Tapi, beban laki-laki itu jauh lebih berat daripada perempuan. Aku harus mempersiapkan segalanya. Aku harus memperbaiki diri lagi. Prestasi dan penghasilanku juga masih minim. Satu bulan lagi bulan Desember, tahun baru segera tiba. Aku berharap pada Tuhan agar aku dipertemukan dengan jodohku di akhir tahun 2017. Aku hanya ingin bersamanya untuk mengarungi kerasnya hidup. Kita bersama-sama membangun semangat dan menggapi mimpi-mimpi kita yang belum terwujud. Semoga cita-citaku mendapatkan jodoh di awal tahun terkabulkan. Agar rasa gundah dan kesepian tidak selalu menggerogoti hati ini. Dan senantiasa terjaga dari kemaksiatan.
Itulah aku. Sang pendekar mimpi dari Lampung. Kehidupan tidak akan pernah berhenti menggilas waktu. Waktu tidak akan pernah kembali memutar masa. Dunia ini begitu berwarna untuk disia-siakan. Berjuta hal begitu berharga untuk dilewati. Kemarin adalah masa lalu, maafkanlah. Sekarang adalah anugerah, syukuri. Dan esok adalah rahasia yang penuh misteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Akhir Tahun "Dear Me"
RandomDisini lah awal mula kita untuk menjadikan langkah kita kedepan menjadi lebih baik dari hari lalu. Disinilah awal cerita kita mengapa kita bisa jauh lebih baik dari sebelumnya. Tulisan ini bisa diibaratkan adalah kaca, cerminan diri kita yang siap u...