DIANA YULI PERTIWI PEMIMPI BESAR

29 1 0
                                    


Alarm hpku berbunyi dengan nyaring. Pukul 03:15, aku dengan mata terpejam mencoba mencari-cari hp dimeja belajar dalam keadaan gelap. Aku memang terbiasa bangun sepagi itu, melakukan semua aktivitas tanpa menghiraukan telat pergi ke kampus. Hal yang paling utama ku lakukan adalah shalat thajjud. Guruku pernah bilang, shalat diwaktu 1/3 malam membuat doa kita cepat diijabah, karena Allah suka hambanya yang merelakan waktu istirahat demi menceritakan semua keluh kesah kepada-NYA di saat semua orang sedang asyik bermimpi.

Namaku Tiwi, gadis berusia 19 tahun yang terlahir ditengah-tengah keluarga biasa saja, tidak miskin dan tidak pula kaya. Ayahku adalah seorang petani dan penggembala sapi, sedangkan ibuku hanyalah penjual sayur keliling. Aku memiliki dua orang adik perempuan. Mereka adalah partner hidup paling hebat. Berbagi pekerjaan rumah, berbagi semua cerita dan pengalaman, berbagi kamar bahkan memasak bersama. Sungguh, mereka adalah keluarga yang sempurna. Kedua orangtuaku adalah pahlawan bagiku. Bekerja tanpa lelah bahkan tidak pernah mengeluh didepan anaknya.

Setelah mematikan alarm hp, aku bergegas untuk langsung ke kamar mandi. Berjalan melewati ruang tamu yang gelap, meraba-raba saklar lampu dan segera menghidupkannya. air wudhu terasa dingin, membuat mataku kehilangan rasa kantuk. Tidak menunggu waktu lama, aku langsung beranjak kekamar mengambil peralatan shalat. Mulailah aku shalat tahajud dua rakaat. Banyak harapan yang coba kusampaikan pada dzat yang memiliki segalanya. Menangis isak dengan khusyuk menyampaikan semua asa dan harapan.Tak terasa, azan shubuh terdengar dengan lantang, segeralah aku melanjutkan shalat shubuh.

Sebelum pergi kekampus, aku beranjak kedapur. Menyelesaikan tugas rutin ku, yaitu mencuci piring. Cucian pagi ini sangat menumpuk, dikarenakan malamnya ada teman bapak yang berkunjung kerumah untuk silaturahim. Jadilah kami memasak banyak menu, seperti sambal jengkol, semur ayam, ikan bakar dan sayur lodeh. Aku memulainya dengan menyuci gelas, piring, sendok dilanjutkan dengan peralatan memasak. Selain menyuci semua itu, aku juga bertugas membersihkan dapur. Menggosok permukaan kompor lalu menyapu lantai dapur. Pukul 05:10, semua pekerjaanku selesai.

Aku memiliki banyak mimpi. Salah satunya adalah menjadi reporter. Muncul dilayar tv, membawakan sebuah berita, bertatapan langsung dengan narasumber dan yang terpenting adalah dapat membanggakan mamak dan bapak. Aku berpikir, tidak memiliki impian lain selain itu. mimpikuku sungguh besar. Sekarang, aku sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas ternama didaerahku dengan jurusan yang menjadi salah satu keinginanku, JURNALISTI.

Bapak selalu berkata, "Bermimpilah setinggi mungkin, jangan takut jatuh." Setiap hari, memori akan perkataan itu tidak pernah lekang dari ingatanku. Setiap hari, aku selalu mencoba memupuk semua mimpi-mimpiku dengan semangat yang bahkan mengabaikan semua kemungkinan terburuk dari semua itu. Aku sungguh percaya, bahwa Allah selalu ada untuk hamba-hambanya yang membutuhkan kekuatan-NYA.

" BERMIMPILAH SETINGGI LANGIT, SANGAT TINGGI, TINGGI SEKALI. JANGAN TAKUT UNTUK JATUH ATAU BAHKAN GAGAL."

Catatan Akhir Tahun "Dear Me"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang