02 - 1 : ARWAH PENASARAN

3.1K 170 0
                                    

Besi tajam yang Manwol lesatkan melewati bahu Gu Chanseong menyeret Park Kyuho hingga ke dinding batu di ujung jalan. Park Kyuho meregang, meringkik, kemudian tubuhnya melebur menjadi abu dan merosot berat menjadi suatu tumpukan. Hanya besi yang tertinggal di dinding batu.

Ketika Chanseong datang—untuk memeriksa keadaan Park Kyuho yang dia takutkan telah dicelakai oleh Manwol, sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Dia memandang ngeri tumpukan abu dan tercengang saat melihat besi tajam yang masih tertancap di dinding batu.

Diam-diam, tanpa Chanseong ketahui, abu yang menumpuk tepat di depan kaki Chanseong ini mengapi dan suatu tangan hitam menggeliat keluar darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diam-diam, tanpa Chanseong ketahui, abu yang menumpuk tepat di depan kaki Chanseong ini mengapi dan suatu tangan hitam menggeliat keluar darinya. Begitu tangan itu menyentuh kaki Gu Chanseong, “Argh! Apa ini?” Chanseong mengerjap mundur dengan meninggalkan sepatu cokelatnya di tempat. Dia juga segera berlindung ke belakang Manwol yang baru saja tiba.

Tangan hitam mengepul hilang sesaat kemudian.

“Yang di sana itu apa?” tanya Chanseong, ribut.

“Sisa-sisa penghangusan arwah penasaran yang tadi,” jawab Manwol, malas.

“Bapak-bapak yang tadi itu hantu?”

“Aku kan sudah bilang, kebanyakan dari mereka sepintas terlihat seperti manusia.”

“Tapi bukankah katamu hantu yang seperti itu tidak berbahaya?”

“Kalau yang memiliki dendam, beda lagi. Kau bisa mati kalau diserang oleh mereka. Belajarlah untuk membedakan.” Manwol berpesan.

“Bukankah katamu mereka itu sulit untuk dibedakan?”

“Makanya jangan cuma dilihat sepintas, tapi perhatikan baik-baik.” Manwol kesal sekali, sampai enggan membiarkan lebih banyak udara masuk ke antara gigi-giginya.

“Tapi kalau diperhatikan itu kan ... seram. Aku takut.” Chanseong benar-benar panik dan segala macam hal. Dia mengakui begitu saja rasa takutnya.

Manwol mendesis geli. “Kan ada aku, kenapa harus takut?” katanya, kemudian mulai pergi dari tempat tanpa mempedulikan Chanseong.

“Hey, tunggu dulu. Itu. Ambilkan itu.” Chanseong bahkan enggan untuk menoleh ‘dengan benar’ ke arah tumpukan abu yang ada di sampingnya, tapi dia memerlukan sepatunya.

Manwol mengernyit ogah.

“Bukankah itu berbahaya? Aku bisa celaka kalau dekat-dekat dengan itu.” Chanseong merengek dengan gengsi.

“Hah. Kalau begitu, panggil aku dengan benar dulu. ‘Direktur,’ begitu. Coba.”

Chanseong pun mendesis. “Kau itu bukan atasanku, dan aku tidak ada niatan untuk bekerja di hotelmu.”

“Kau belum tahu saja siapa aku,” kata Manwol, mencibir. Dia pun berpaling dan meninggalkan Chanseong begitu saja di dekat tumpukan abu Park Kyuho si arwah penasaran.

HOTEL DEL LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang