15 - 1 : MAU TIDAK MAU

654 64 0
                                    

“Kalau tahu Direktur Jang tidak akan kembali lagi, aku akan lebih serius saat dia berpamitan pergi waktu itu,” keluh Sarjana Kim, sambil memandangi mulut Terowongan Baka bersama Kepala Choi dan Ji Hyunjung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kalau tahu Direktur Jang tidak akan kembali lagi, aku akan lebih serius saat dia berpamitan pergi waktu itu,” keluh Sarjana Kim, sambil memandangi mulut Terowongan Baka bersama Kepala Choi dan Ji Hyunjung.

“Setidaknya Bu Direktur pergi setelah dendamnya terselesaikan. Tidak ada yang lebih baik dari itu,” pikir Kepala Choi, lega, dan Sarjana Kim dan Ji Hyunjung setuju akan itu.

“Saat berpisah nanti, kita harus pamitan dengan benar, ya, pokoknya? Jangan pergi tanpa bilang-bilang dulu begini. Janji!” Ji Hyunjung marah-marah, dan menagihkan kelingkingnya pada Sarjana Kim dan Kepala Choi—yang mau tidak mau harus meladeni sikap Ji Hyunjung itu.

“Ngomong-ngomong, selanjutnya apa yang akan terjadi pada hotel ini, ya?” Kepala Choi bingung dan bertanya-tanya.

Sarjana Kim menghela. “Dewa Kematian tidak mau memberi tahu kita, seperti biasanya. Tapi sepertinya Nenek Mago sedang mempersiapkan pimpinan yang baru.”

Ji Hyunjung sedih sekali mendengarnya. Karena, seperti yang Sarjana Kim katakan, Nenek Mago—khususnya Wanita Herbal—sedang meracik arak beras istimewa di toko obatnya. Segalanya telah siap, kecuali satu yang paling penting, yaitu Bunga Rembulan.

 Segalanya telah siap, kecuali satu yang paling penting, yaitu Bunga Rembulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan seperti yang Sarjana Kim katakan lagi, Dewa Kematian tahu tentang itu. Katanya, pada Nenek Bunga, di depan Pohon Bulan, “Saya dengar, Nenek Mago di Toko Obat sedang membuat minuman untuk pengelola Pondok Bulan yang baru.”

“Karena difermentasi dengan dendam dan kebencian, minuman itu rasanya akan luar biasa pahit dan memuakkan. Saat Manwol meminumnya seribu tahun yang lalu pun, dia sampai ingin memotong lidahku—saking tidak enaknya. Hmhm.” Nenek Bunga masih ingat betul saat-saat itu, seolah belum lama terjadinya.

“Siapa pun yang meminum minuman itu akan terhisap oleh kekuatan bulan dan tidak lagi menjadi bagian dari kehidupan maupun kematian.” Nenek Bunga menceritakan. “Raganya diambil alih oleh Pohon Bulan dan diubahnya menjadi bentuk fisik yang lain, berupa sebuah pondok. Dengan begitu, jiwa orang tersebut menjadi terikat dengan Pohon Bulan dan mau tidak mau dia harus mengelola pondoknya. Hm, dan kurasa, minuman itu harus sudah siap dalam satu bulan. Sayangnya, kami kehabisan bahan yang paling penting. Bunga Rembulan sudah tidak tumbuh lagi di sini.” Nenek Bunga agak menyesalkan rontoknya Pohon Bulan ini, yang benar-benar tak bersisa.

HOTEL DEL LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang