“Mungkinkah kita pernah bertemu di masa lalu?” pikir Manwol, sambil mendesah memandangi purnama di samping Chanseong. “Aku kan berasal dari 1.300 tahun yang lalu, bagaimana ceritanya kita bisa jadi seperti ini?”
Chanseong tersipu mendengar pertanyaan manis itu. “Kadang, perlu 1.300 tahun untuk suatu hal agar sampai pada takdirnya,” ucapnya, dengan sangat sabar. “Sebuah bintang pun harus menempuh perjalanan yang sangat panjang agar cahayanya bisa kita lihat. Misalnya bintang orion, yang berjarak 1.300 tahun cahaya dari Bumi. Itu artinya dia harus menempuh perjalanan selama 1.300 tahun untuk bisa terlihat oleh mata manusia."
Manwol suka perumpamaan yang Chanseong sebutkan. Maka, dia jadi lebih penasaran tentang bintang itu. “Benarkah? Di mana itu sekarang?” tanyanya, sambil menengadah tinggi ke bintang-bintang, mencari bintang yang Chanseong bicarakan.
Tapi, sayangnya, “Bintang itu hanya terlihat di musim dingin, sekarang tidak bisa.” Chanseong juga sangat menyayangkan hal itu, padahal dia ingin sekali menunjukannya pada Manwol.
Hm, Manwol kecewa. Musim dingin? Mungkin dia tidak akan sampai pada musim dingin terdekat sekalipun. Karena pada purnama berikutnya, mungkin, dia sudah tidak akan berada di sini lagi.
“Sayang sekali. Selain yang itu, tidak ada bintang serupa lainnya yang bisa kita lihat sekarang?” Manwol mencoba lagi.
“Hm,” Chanseong berpikir dan, “Ah. Entahlah. Aku tidak begitu pandai dalam astronomi. Aku tidak tahu.”
Mendengar itu, bibir dan mata Manwol langsung menyipit dan dia melepaskan jari-jari tangannya dari genggaman Chanseong sambil berkata, “Heh, Harvard Sok Pintar, memangnya kalau kau asal tunjuk saja bintang mana pun yang ada, aku akan protes dan mengoreksi gitu? Gak. Aku akan percaya saja dan tersentuh. Auh. Ckckckck.”
Ah, iya. Chanseong tidak kreatif. “Oh, baiklah kalau begitu. Yang mana ya, bintangnya? Setidaknya aku harus memilih yang paling terang, kan?”
“Tidak usah. Sudah telat!” Manwol sudah telanjur kesal pada Gu Chanseong.
“Benar-benar ada, kok, yang lain,” Chanseong tidak bohong. “Bintang itu menempuh perjalanan 1.300 tahun untuk bisa terlihat oleh Anda. Ini. Gu Chanseong. Namaku kan artinya ‘bintang yang bersinar terang’.”
“Chist. Iya deh. Kau juga sudah cukup. Aku tidak perlu bintang lain yang hanya bisa dilihat di musim dingin itu. Melihatmu begini saja sudah lebih dari cukup.” Manwol menanggung pipinya selagi memandangi Chanseong, dan tersenyum bersamanya di bawah bintang-bintang malam.
SUK. Tiba-tiba Manwol memegangi kedua pipi Chanseong dan, “Auh, Chanseong-ku yang bersinar terang ini, cahayamu berkerlap-kerlip bikin mataku silau. Lucu sekali. MANIS sekali.”
“Auh, Manwol-ku ini,” Chanseong balas memegangi kedua pipi Manwol juga, “sinarmu bulat seperti purnama.”
“Bulat?”
“Eh, bulan baru deh, bulan baru. Karena Anda sudah jadi anak baik sekarang, sinar Anda CANTIK seperti bulan yang baru.”
“Bukannya aku ini anjing atau babi?”
“Anda kan mi ayam.”
“Kalau aku benar-benar jadi mi ayam, bagaimana?”
“Tenang saja. Aku jadi sayurnya.”
“Sungguh? Sungguh?”
“Iya.”
“Benar ya? Kau sudah janji ya? Kau beneran akan jadi sayur demi aku.”
“Ya, aku akan jadi sayur demi Anda.”
Keduanya bergelak tawa di balkon sky bar ini, dan akhirnya Manwol bersandar dalam rangkulan Chanseong, memandangi purnama bersama-sama. Manwol berpegang pada jari-jari Chanseong yang merangkul bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOTEL DEL LUNA
FanfictionNovelisasi dari drama Korea yang ditulis oleh Hong Jeongeun dan Hong Miran, penulis drama HWAYUGI dan MY GIRLFRIEND IS A GUMIHO. Del Luna adalah hotel untuk para arwah yang tersesat dan masih memiliki pengharapan atas dunia manusia. Hotel ini membe...