Hh. Setidaknya ada dua menara mangkuk tanah liat yang ditinggalkan oleh Kim Joonhyun di restoran ini, dan Manwol hanya bisa melihat itu. Dia dan Gu Chanseong duduk di meja yang dipakai oleh Kim Joonhyun untuk syuting sebelumnya. Ya, Manwol tidak sempat bertemu dengan komedian idolanya itu.
Manwol memandangi kedua menara mangkuk itu. “Kim Joonhyun menghabiskan semua itu saat syuting tadi, dan katanya dia memecahkan rekor baru. Tapi aku malah melewatkannya,” desahnya, kecewa sekali.
“Kim Joonhyun duduk di situ tadi. Tak usah terlalu sedih, makan saja supnya dan habiskan.” Chanseong akan mulai makan.
“Kalau begitu, coba kau seruput habis supnya dalam satu tegukan. Sekalian sama kimchi lobaknya juga. Biarkan aku menonton.”
“Jangan maksa gitu deh. Aku akan menghabiskan sup ini pelan-pelan saja.” Lalu Chanseong menyeruput sesendok sup dan menyendok lagi yang lainnya sambil berhati-hati terhadap panas.
“Karena Kim Joonhyun makan dan syuting di sini, warung makan ini pasti akan laris deh,” komentar Chanseong, sambil memperhatikan sekitar.
Manwol menilai, “Tanpa Kim Joonhyun pun tempat ini akan tetap laris. Berkat dia,” Manwol mengangguk ke arah bayi perempuan yang digendong oleh ibunya yang sedang sibuk menata piring di area dapur.
“Memangnya bayi itu kenapa?” Chanseong penasaran.
“Dia pembawa keberuntungan. Dia banyak berbuat baik di kehidupan lampaunya dan karena itu proses reinkarnasinya berjalan lancar. Dia juga terlahir dengan penuh berkah. Tempat ini tidak mungkin bangkrut selama ada dia.” Manwol mulai mengambil sendok dan meniupi supnya sebelum diseruput.
Chanseong mencerna. “Oh, jadi, kalau banyak berbuat baik, manusia akan dilahirkan kembali dengan penuh berkah. Terus, kalau sebaliknya?”
“Dia akan hidup melarat seumur hidup atau terlahir sebagai anjing atau babi,” jawab Manwol, sangat tahu.
Chanseong terhenyak. “Berarti saat terlahir kembali nanti, Anda akan ….”
Manwol marah. “Chist. Ekspresi macam apa itu? Maksudmu, aku pasti akan menjadi anjing atau babi, begitu?”“Bukan begitu. Aku hanya takut. Kemungkinannya kan sangat tinggi.”
“Sudah lebih dari seribu tahun aku mengurus hotel. Semua dosaku pasti sudah terbayar.”
“Tapi kan Anda tidak memperlakukan tamu dengan baik.”
“Tidak baik bagaimana?” Manwol menyangkal.
“Anda malas-malasan melayani tamu, mengeruk uang dari tamu-tamu kaya, untuk membeli minuman, membeli mobil. Bagaimana aku tidak takut?”
“Tidak usah, itu bukan urusanmu,” kata Manwol, setelah dirinya tidak bisa membantah fakta-fakta yang Chanseong sebutkan barusan.
“Kenapa bukan? Aku takut. Aku tidak mau Anda terlahir sebagai anjing atau babi.”
“AIY, ITU BUKAN URUSANMU!”
“Bayangkan. Seandainya Anda terlahir sebagai babi. Seumur hidup, aku tidak bisa masuk ke warung makan begini, karena gak mau ketemu Anda lagi.”
“Ah, gara-gara kau, selera makanku jadi hilang.” Manwol melempar sendoknya ke meja, dan bersedekap marah.
Setelah diam sebentar, Chanseong teringat sesuatu. Katanya, “Tadi aku bertemu dengan hantu di kereta, dan turun dengannya di stasiun dekat sini. Aku sudah mencoba mengajaknya ke Del Luna, tapi dia malah pergi. Mumpung Anda sedang di sini, Anda bawa saja dia sekalian ke Del Luna. Tapi jangan galak-galak.”
Manwol memperhatikan Gu Chanseong baik-baik dan, “Gu Chanseong, lain kali kau jangan ngobrol dan dekat-dekat dengan sembarangan hantu begitu. Bisa saja dia itu adalah arwah jahat. Hati-hati. Bahaya.”
Chanseong berpikir, “Dia hanya bergentayangan biasa. Tidak mungkin arwah jahat.”
“Hantu biasa bisa berubah menjadi arwah jahat kalau dia mencelakai manusia saat bergentayangan. Hantu seperti itu juga bisa membunuh manusia dan melahap arwah hantu lainnya. Dan kalau dia tertangkap oleh Dewa Kematian, jangankan berreinkarnasi sebagai orang miskin, sebagai anjing atau babi pun tidak akan bisa. Dia akan langsung dibinasakan di tempat.”
Dibinasakan? Chanseong agak ngeri mendengarnya.
Dewa Kematian berkunjung ke Del Luna—karena insiden kaburnya Tamu Kamar 13. Dia menagih pada Sarjana Kim dan Kepala Choi, bahwa, “Kenapa kalian tidak segera melapor padaku, kalau ada tamu kamar ini melarikan diri ke dunia manusia?”
“Tamu Kamar 13 ini melarikan diri saat Pak Manajer mengunjunginya. Sekarang dia sudah berkeliaran di luar sana. Tidak ada lagi yang bisa kami perbuat.” Sarjana Kim mengadu.
Dewa Kematian memandang ke arah lemari tempat Tamu Kamar 13 tinggal sebelumnya, dan langsung tahu kalau, “Dia dipenuh benci dan dendam terhadap manusia. Kalau dia membuat masalah di luar sana, kalian harus ikut bertanggung jawab,” tegasnya, lalu pergi.
Kepala Choi mendesah. “Ah, ini sangat memusingkan. Semuanya jadi semakin rumit.”
“Dewa Kematian pasti akan segera menangkapnya,” sebut Sarjana Kim, menenangkan diri.
“Kalau sebelum tertangkap dia sudah membuat masalah dan berubah menjadi arwah jahat, masalahnya akan semakin gawat. Tamu kita ini memang berbahaya, tapi juga malang sekali. Ah, semoga tidak terjadi apa pun padanya di luar sana.” Kepala Choi mencemaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOTEL DEL LUNA
FanfictionNovelisasi dari drama Korea yang ditulis oleh Hong Jeongeun dan Hong Miran, penulis drama HWAYUGI dan MY GIRLFRIEND IS A GUMIHO. Del Luna adalah hotel untuk para arwah yang tersesat dan masih memiliki pengharapan atas dunia manusia. Hotel ini membe...