16 - 4 : AIR MATA PERPISAHAN

802 57 1
                                    

Manwol menemui Sarjana Kim di kamar Gu Chanseong, dengan duduk di meja kerjanya, untuk memberitahunya tentang perkembangan novel ‘Sarjana Mesum, Kim Siik’

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manwol menemui Sarjana Kim di kamar Gu Chanseong, dengan duduk di meja kerjanya, untuk memberitahunya tentang perkembangan novel ‘Sarjana Mesum, Kim Siik’.

“Jadi, namaku akan tetap ada dalam cerita fiksi itu?” simpul Sarjana Kim, dengan tidak terlalu puas.

“Tapi, bagian ‘sarjana mesum’ pada cerita itu akan dihapus. Cerita-cerita itu tetap tersebar luas bahkan setelah kau menunggu selama 500 tahun, kan? Terlalu sulit untuk menghapusnya.” Manwol berbicara fakta, bukan sebaliknya.

“Begitu ya?” Sarjana Kim masih muram.

“Karaktermu dalam novel itu adalah suami yang romantis dan penulis berbudi luhur. Sebenarnya itu juga tidak sepenuhnya bohong, kan? Lagi pula, menurutku, kalau namamu tercatat dalam cerita fiksi juga … tidak jelek-jelek amat.”

“Begitukah?” Sarjana Kim ingin lebih diyakinkan.

“Terus, ini kan novel, kita gambarkan saja kalau kau itu tinggi, tampan, dan sangat berwibawa. Yang baca, kan, gak tahu ini. Bagaimana? Atau kau punya rekomendasi manusia sekarang yang bisa menggambarkan sosokmu?” Manwol mencoba bernegosiasi dengan Sarjana Kim.

“Sebenarnya ada, sih, yang mirip sekali denganku sekarang ini,” sebut Sarjana Kim, menimang.

“Ada? Siapa? Ayo sebutkan!”

“Orang-orang sih, memanggilnya Mr. Cow.”

“SO JISUB?! Menurutmu, kau mirip dengan So Jisub? Ah, dasar kau ot—takmu berpikir dengan baik juga, ya, ternyata? Kalian memang mirip. Kau MIRIP sekali dengannya, serius.”

“Kalau dilihat dari sebelah sini, lebih mirip lagi lho,” kata Sarjana Kim, sambil menunjukkan tulang pipinya tinggi-tinggi pada Jang Manwol.

“Oh iya, mirip banget. Coba deh kau berputar sedikit. Iya, iya, iya, sedikit lagi? Iya, begitu. Nah, ini baru mirip. Rambutmu yang hitam pekat itu MIRIP sekali dengannya. Auh, Sarjana Kim ini memang pria sejati. Hmhmhmhm.” Sebenarnya Manwol ingin sekali menangis atas pembohongan ini, tapi ya sudahlah—daripada Sarjana Kim banyak bicara lagi tentang novel ‘Sarjana Mesum, Kim Siik’-nya.

Setelah itu, Sarjana Kim bersedia kembali ke Del Luna dan banyak berdiskusi dengan Hantu Penulis dan Pak Penulis tentang kisah hidupnya yang tak pernah habis. Pak Penulis mencerna ceritanya dengan baik dan Hantu Penulis menuliskannya di bawah bimbingan Pak Penulis. Kepala Choi, yang bertugas untuk menyediakan camilan untuk mereka, pun ikut terhanyut dalam proses penulisan novel berjudul ‘Nyanyian Bangau’ itu.

Sebelum diserahkan ke penerbit, naskah novel itu terlebih dahulu dibaca oleh Manwol dan Chanseong. Manwol tidak menyangka kalau ternyata Sarjana Kim juga pandai mengayunkan pedang—tertulis dalam novel itu. Meski ada beberapa hal kecil yang dilebih-lebihkan, Chanseong yakin novel itu akan laris saat dirilis nanti.

Lalu bagaimana novel itu akan diserahkan pada penerbit? Caranya adalah melalui Telepon Mimpi. Pak Penulis menghubungi editornya melalui telepon itu dan mengatakan bahwa, “Pak Kim, aku ada naskah menarik yang ditulis oleh penulis baru. Aku menyimpannya di laci kedua ruang kerjaku. Ceritanya tentang seorang sarjana romantis zaman Joseon bernama Kim Siik, dan nama penulisnya Bae Sunghoon.” Melalui ini, dua masalah terlesaikan: tuduhan menyakitkan terhadap Sarjana Kim dan cita-cita Hantu Penulis untuk menyelesaikan sebuah novel. Tanpa menunggu terlalu lama, novel berjudul ‘Nyanyian Bangau’ pun terpajang di toko-toko buku dan laris terjual. Hantu Penulis adalah yang paling bergembira di sini.

HOTEL DEL LUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang