67. Pingsan

65 11 4
                                    

67. Pingsan

"Taeyong, dipanggil Pak Chanyeol," kata Yuta segera setelah dirinya masuk kelas dan mendapati Taeyong sedang memainkan ponselnya sambil tertawa-tawa bersama Doyoung.

Sebenarnya hari ini adalah pelajaran praktek di lab, tapi dua anak itu justru ada di kelas. Yuta menjadi orang pertama yang kembali dari lab. Di perjalanan, ia bertemu dengan Pak Chanyeol yang mengamanatkannya sesuatu.

Waktu yang menunjukkan pukul di mana lima menit lagi bunyi bel istirahat kedua akan berbunyi membuat Taeyong berdecak tak senang. "Bilang ke Pak Chanyeol, Taeyong lagu males gitu."

"Mana bisa gitu. Bilang aja sendiri," balas Yuta sama tak sukanya. Ia langsung pergi ke kursinya dengan wajah datar.

Taeyong menatap setiap pergerakan Yuta dengan mata elang. Sebelumnya, Taeyong sudah upset dengan Yuta pasal kedekatannya dengan Yaya, sekarang Taeyong semakin benci pada sekretaris kelas itu.

"Gila, asem banget itu anak," adu Taeyong pada Doyoung. Jaraknya dengan Yuta memang lumayan jauh, tapi buka berarti Yuta tak mendengar suaranya karena keadaan kelas masih sepi.

Yuta tak mau menanggapi. Ia membuka rekap hasil pertemuan OSIS dalam rapat kemarin, lalu mulai mencatat bahasan baru untuk rapat hari ini.

Doyoung menaikkan kedua bahunya. "Kenapa nggak lo sikat aja?"

"Lo lupa itu anak wakil ketua OSIS yang benar lagu jadi ketua?" tanya Taeyong lantang, jelas meledek. "Gue takut lah."

"Lo kan temen dari anak temen dari orang yang punya ini sekolah. Ngapain takut, Ege?"

"Oh, iya. Bener juga." Taeyong tersenyum penuh kemenangan. "Orang songong kayak dia enaknya diapain, ya?"

"Daripada ributin yang nggak guna mending lo datangin Pak Chanyeol. Kayaknya ada bahasan serius," kata Yuta datar.

Taeyong menahan tawa. Mulai merasa tertarik karena Yuta menanggapinya. "Kenapa nggak lo aja? Gantiin gue gitu, bilang aja gue lagi sakit."

"Nanti jadi kenyataan. Lo tanggung sendiri," balas Yuta.

"Berani banget lo." Taeyong bangkit, hendak mendatangi keberadaan Yuta karena emosinya sudah berada di puncak.

Dengan sigap, Doyoung ikut berdiri dan hendak menghentikan pergerakan Taeyong, sebelum sebuah suara hadir.

"Halo guys, Yaya come back!!!!!"

Mendengar itu, Taeyong langsung menarik napas. Ia membenarkan letak rambutnya sedikit sebelum berdeham. "Doy, gue mau ke Pak Chanyeol dulu. Tolong jaga kelas, Doy. Jangan sampai ada yang ribut-ribut. Oke?"

Di depan Yaya, Taeyong jelas harus cari muka. Posisinya sebagai ketua kelas, jelas perannya untuk memimpin kelas menuju kedamaian.

***

"Jadi ada apa, Pak?" tanya Taeyong begitu sampai di ruangan Pak Change yang memang terpisah dari guru-guru lainnya karena Pak Chanyeol adalah salah satu guru BK. Taeyong duduk di depan Pak Chanyeol dengan santai.

Pak Chanyeol menatap Taeyong serius. "Keadaan kelas gimana?"

"Baik-baik aja."

"Bener, nih? Nggak ada yang dibully atau membully, kan?"

"O jelas tidak, Pak. Saya ketua kelas yang menentang keras-keras bully-bully-an." Taeyong menjawab sok benar. Padahal dirinya sendiri yang sering membuat keributan dan kerap kali membully anak kelas. "Bapak tenang aja. Nggak ada kasus serius di kelas karena saya setiap hari memantau kelas baik-baik dan sepenuh hati."

Taeyong menahan tawa dalam dirinya sendiri usai berkata begitu. Mana ada Taeyong memerhatikan kelas dengan seksama, orang tiap di kelas Taeyong main hp, pas pelajaran juga kabur-kaburan dan males-malesan.

Tanya Doyoung kalau tidak percaya.

Pak Chanyeol mengulas senyum tipis. "Bagus kalau begitu. Bapak lega kalau kelas baik-baik aja."

Taeyong menganguk cepat-cepat. "Iya, Pak. Cuma itu aja kan, Pak? Saya boleh ke kantin? Soalnya ini perut udah agak berisik hehe."

"Nggak, sebentar, Ya. Bapak minta waktunya buat ini," Pak Chanyeol menyerahkan sebuah kertas yang berisi informasi tentang sesuatu pada Taeyong, "sebentar lagi olimpiade matematika dilaksanakan. Kamu selaku ketua kelas pasti tau kan siapa yang berbakat buat ikut olim ini?"

Mata Taeyong membulat. "Kok Bapak tanya saya? Dari jaman bayi juga orang-orang yang ikut olim kayak begini kan diambil atau ditunjuk sama guru di bidangnya. Heran saya, Pak. Jangan-jangan bapak salah minum obat tadi malem."

"Bapak nggak bercanda, Taeyong," tegas Pak Chanyeol.

"Oh iya, Pak. Maaf. Keceplosan. Soalnya Bapak mirip temen saya."

"Mirip siapa?" Pak Chanyeol jadi penasaran.

"Doyoung, Pak," jawab Taeyong.

"Mirip apanya?" Penasaran Pak Chanyeol jadi keterusan.

"Begonya, Pak."

"Taeyong!"

Taeyong langsung berdiri dan menghindar saat Pak Chanyeol mengambil penggaris untuk dipukulkan pada kepalanya. Taeyong membulatkan matanya. Kalau dia tak mengindar, kepalanya pasti sudah jadi korban.

"Bapak kok pukul-pukul saya? Saya laporin nih ke komite kekerasan sekolah!"

Pak Chanyeol tak habis pikir dengan kelakuan Taeyong. "Mau saya pukul beneran?"

"Nggak lah!" seru Taeyong cepat.

"Yaudah, duduk lagi!"

Takut-takut, Taeyong duduk di depan Pak Chanyeol lagi yang kini merubah wajah hangatnya menjadi sekejam harimau yang hendak memangsa.

***

Ponsel di saku Taeyong bergetar di perjalanannya menuju kelas. Segera, Taeyong memeriksanya.

Doyoung: Yong, ada tubir di kantin. Buruan ke sini

Tanpa berpikir lama lagi, Taeyong segera berlari ke tempat tujuan. Larinya seorang Taeyong di koridor kelas-kelas membuat beberapa siswi yang melihatnya mematung. Pemandangan itu jelas sangat jarang.

Mereka seperti melihat pangeran yang melesat. Bagaimana rambutnya berayun-ayun, kening yang terekspos karena angin yang ia lewati dan wangi blueberry yang menguat saat Taeyong melesat menyihir orang-orang yang dilewatinya.

Taeyong tak bertanggungjawab atas setiap hari yang berdebar-debar karenanya. Sebab kali ini, ia fokus untuk cepat-cepat sampai di kantin.

Namun, belum sempat dia sampai di tempat tujuannya, napasnya tiba-tiba tercekat. Seperti ada sesuatu yang besar menghambat alur napasnya. Kening Taeyong mengernyit, mulia merasa kabur pada penglihatannya. Kakinya tetap ia paksakan berjalan, tapi dadanya mendadak sesak dan perlahan langkahnya melemah.

Taeyong tetap sadar, ia tetap sadar tujuannya ke mana. Namun, segalanya mendadak terlalu abu-abu bahkan sebelum Taeyong sadar dirinya ada di mana.

"Taeyong!" seruan seseorang dari belakang membuat Taeyong berhenti melangkah dan berbalik. Pandangannya tak jelas, tapi Taeyong yakin seseorang tengah berlari ke arahnya.

Seseorang itu sampai di depan Taeyong dengan napas memburu. "Lo kenapa lari-larian begitu? Bibir lo pucet banget itu! Taeyong! Taeyong!"

Taeyong menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan kabut pada penglihatannya, tapi tak berhasil.

"Taeyong!"

Hingga akhirnya, tubuh Taeyong jatuh, kehilangan kesadaran.

Tubuhnya terasa seringan kapas saat Yaya memeluknya, menangkapnya agar tak terjatuh ke lantai koridor depan perpustakaan, hanya dua puluh meter dari ruang guru tempat Taeyong mulai berlari.

Bersambung....

Lanjut besok, atau lusa, atau besoknya lagi atau ..., atau ..., pokoknya ditunggu aja ya hehehe

See youu

Fri 2 Oct 2020

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang