"Doy, jujur sama gue."Yaya menahan tubuh Doyoung yang hendak pergi untuk pulang. Bel sekolah baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu.
Secara refleks, Doyoung berhenti melangkah untuk meladeni kemauan Yaya.
"Jujur apa, sih?" tanya Doyoung dengan kening mengerut tak paham.
Yaya menatap Doyoung dengan penuh memohon. "Taeyong kenapa?"
Tata Doyoung berubah tajam. Tegas. "Lo ngaku suka ke Taeyong di hadapan satu kelas, bukan berarti lo punya hak buat tau."
"Doyoung, please," mohon Yaya dengan amat sangat.
"Ini di luar kemauan gue, Ya." Doyoung membalas dengan nada memohon yang tak kalah amat sangatnya. "Taeyong sendiri yang mau ngumpet-ngumpetin fakta tentang ini. Kalau gue spill it out ke lo, gue merasa nggak enak ke Taeyong karena jatuhnya gue nggak hargai dia."
Yaya membuang napas kasar.
"Gue frustasi banget, sumpah." Yaya memejamkan matanya sesaat, lalu menjambak rambutnya pelan. Ia menatap Doyoung dengan penuh kaca-kaca. "Bisa nggak sih lo bantuin gue?"
"Dan korbanin kepercayaan Taeyong ke gue?" tanya Doyoung meremehkan. "Oh, big no. Di mana-mana, bros before shoes."
"Doyoung, lo nggak kasian ke gue?" tanya Yaya dengan sesak di dada yang sudah tak tertahankan lagi. "Udah suka sama yang beda agama, sekarang gue mau tau apa yang terjadi ke dia juga nggak boleh? Lo nggak ngerasain apa yang gue rasain? Lo nggak simpati, gitu?"
"Sama sekali nggak." Doyoung membalas dengan tegas, tanpa tega, tanpa hati.
Lagipula, Yaya memang siapa di hidupnya hingga ia harus melakukan hal yang sama sekali tak menguntungkannya?
"Beneran lo nggak peduli sama gue?" tanya Yaya dengan perasaan terluka.
"Emangnya lo siapa, Jamileeh?"
"Gue sekretaris kelas! Gue selalu catet kehadiran lo—"
"Maaf, gue nggak peduli sama sekali tentang sekretaris kelas."
Yaya benar-benar kecewa pada Doyoung.
"Masalah lo ya masalah lo. Kenapa gue harus simpati. Lagian nih ya. Itu semua murni salah lo. Kenapa suka sama Taeyong," jelas Doyoung menegaskan dengan wajah datar dan itu sangat terlihat menyebalkan.
Saat Yaya masih diam saja karena menahan emosinya, Doyoung tersenyum singkat seraya melambaikan tangan kanannya.
"Dah ah, gue mau pulang. Bye!"
Untung Yaya tidak pakai sendal. Kalau ia pakai sandal, sekarang kepala Doyoung pasti sudah jadi sasaran empuk untuk lemparan sandalnya.
Headshot.
***
Meski tak senang dengan reaksi Doyoung tadi siang serta belum adanya informasi lain mengenai kabar Taeyong, sekarang Yaya setidaknya bisa menyunggingkan sebuah senyuman karena pesan-pesannya yang kemarin telah dibaca oleh sang penerima.
Artinya Taeyong masih hidup dan bisa membuka ponselnya.
Jika dihitung-hitung, Taeyong baru membaca pesan itu setelah dua Minggu berlalu.
Yaya sudah merasa lega dengan itu.
Namun, ia tak kunjung mendapatkan balasan.
Yaya kembali khawatir.
Lantas, ia mengetik pesan untuk Taeyong.
Yaya: taeyong, bales dong
Yaya: lo sakit apa?Yaya merasa jantungnya berdegup begitu kencang saat tanda centang dua itu berubah menjadi biru, lalu status Taeyong berubah menjadi typing... yang artinya adalah bahwa Taeyong dengan mengetik balasan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 IPA 4 • NCT 127 X WAYV
Hayran Kurgu--- Ini kisah kelas XI IPA 4 yang merupakan kelas biasa-biasa saja. Sampai mereka semakin dekat, semakin berselisih, saling bersaing, merebutkan perempuan yang sama dan sakit hati. Ini hanya kisah remaja biasa. Tentang jatuh cinta dan patah hati...