Jaehyun mengatakan bahwa sore ini, kalau bisa, Taeyong berkunjung ke rumahnya atas permintaan Ibu Jaehyun untuk membalas kebaikannya tempo hari.
Bel pulang telah berbunyi dan Taeyong cepat-cepat membereskan peralatannya. Jaehyun merasa ada yang aneh.
"Nggak bisa sekarang, Jae." Taeyong baru membalas setelah ia berdiri dan memakai tasnya. Ia menepuk kecil pundak Jaehyun. "Besok aja, ya."
"Doy, cabut," ajak Taeyong pada Doyoung. Lalu, seperti angin lembut yang berembus pada sore dan menghilang begitu saja, Taeyong dan Doyoung lenyap dari kelas.
Yaya yang baru berjalan dari tempat duduknya menatap heran pada kepergian dua orang itu dan bertanya pada Jaehyun. "Mau ke mana, tuh?"
"Siapa?" tanya Jaehyun setelah menoleh pada Yaya.
"Taeyong."
"Kenapa?" Jaehyun tersenyum penuh arti. "Kalau penasaran, kenapa nggak ngikutin?"
"Apasi Jae, gue nggak sekepo itu kali."
"Siapa tau." Jaehyun mengangkat kedua bahunya. "Mungkin sekarang lo lagi mengalami proses."
"Proses apa?"
"Jatuh hati ke Taeyong."
Wajah Yaya langsung serius. Beruntung tak ada Mark atau antek-anteknya sekarang. "Gue suka sama Mark."
"Itu di mulut lo." Jaehyun tersenyum tipis seraya menaikkan satu alisnya. "Apa lo yakin hati lo mengatakan hal yang sama?"
***
Salahkan Jaehyun, karena berkat laki-laki adem itu, sekarang Yaya berada di gedung serbaguna sekolah. Saking serbagunanya, kini gedung itu penuh dengan barang rongsokan yang berdebu dan tak terurus.
Sekolah punya terlalu banyak gedung serbaguna, jadi beberapa lagi dijadikan tempat rongsokan meski bangunannya masih kokoh dan belum terlalu tua.
Apa benar bahwa ada dua nama yang bersemayam di hati Yaya? Benar bahwa Mark juga berada di hatinya, selain di mulutnya, tapi belakangan ini Taeyong juga kerap memenuhi benaknya.
Apalagi sejak pengakuan Taeyong yang secara tak langsung itu.
Apakah Yaya sedang bimbang sekarang?
Apa Yaya suka Taeyong sekarang?
Yaya tak bisa menemukan jawabannya, jadi ia merasa berada di sini bukanlah hal yang salah-salah amat. Dirinya dengan seluruh keberaniannya, mengintip di jendela kecil samping bangunan di mana dari sana, terlihat Taeyong yang berhadapan dengan Taeil.
Ada perasaan lega saat Yaya melihat mereka hanya berdua saja. Yaya takut Taeyong dikibuli dan Taeil menghabisi Taeyong bersama antek-anteknya.
"Datang sendirian aja?"
Dari tempatnya, Yaya bisa mendengar Taeil bertanya lebih dulu setelah melihat kedatangan Taeyong.
"Iya." Taeyong mengangguk kecil. Ada bangga di wajah datarnya. "Seperti yang lo liat."
Taeil tersenyum sekilas. "Bagus. Gue pikir lo masih sepengecut dulu."
"Gue udah berubah sejak dulu." Taeyong menaikkan kedua alisnya. "Lagian, Burn It Up bakal bubar besok."
"Oh, ya?" Taeil tampak meremehkan.
"Gue serius."
"Kenapa?" Taeil menahan tawa. Baginya, Taeyong dan Burn It Up hanya sekelompok semut yang ingin mengalahkan pasukan elang, tapi ketenarannya tak main-main. "Padahal sekarang geng lo lagi kuat-kuatnya. Sampe terkenal ke seratus anak sekolah sebelah juga, lho."
"Gue nggak peduli ketenaran." Taeyong menggedikkan kedua bahunya. "Gue cuma bantuin mereka yang kesulitan."
Taeil mendecih jijik. "Omongan lo kayak orang suci."
"Bagus kalau gitu." Taeyong tersenyum miring. "Gue emang lagi dalam proses menyucikan diri."
"Lucu lo. Bakat lawak sekarang."
"Gue harap ini jadi masalah terakhir yang gue ikut campuri," kata Taeyong, tak mengindahkan perkataan Taeil yang sebelumnya.
"Kalau ini bukan masalah lo, harusnya lo nggak ikut campur."
Tepat setelah Taeil menjentrikkan jarinya dengan wajah penuh seringai, anak buah Taeil mulai bermunculan, memasang wajah penuh seringai seperti sekelompok harimau yang melihat daging segar.
Taeyong terperangah.
***
Apa Taeyong bakal babak belur?
27102020
KAMU SEDANG MEMBACA
11 IPA 4 • NCT 127 X WAYV
Fanfiction--- Ini kisah kelas XI IPA 4 yang merupakan kelas biasa-biasa saja. Sampai mereka semakin dekat, semakin berselisih, saling bersaing, merebutkan perempuan yang sama dan sakit hati. Ini hanya kisah remaja biasa. Tentang jatuh cinta dan patah hati...