94. Yang Terpilih

54 9 4
                                    


Seperti kata Doyoung, Taeyong ada di kelasnya. Entah apa yang laki-laki itu lakukan sebelumnya, tapi Taeyong keliatan terkejut saat Hendery menyentuh pelan bahu kanannya.

Karena sentuhan tangan Hendery, Taeyong berbalik dan menatap Hendery dengan kening mengerut.

"Yong, kita harus bicara," kata Hendery serius.

Taeyong berdecak kecil. "Ya, bicara aja. Kayak ajudan presiden aja lo pake mukadimah segala."

Tata yang sejak tadi diam aja, hanya memperhatikan, tak bisa menahan rasa kagumnya saat melihat ketua kelasnya. Apalagi dengan kedua alis menukik tajam, laki-laki itu benar-benar seperti tokoh dari dunia lain.

"Yong, kok lo ganteng sih kalau diliat dari deket?" tanya Tata tak habis pikir.

"Hahaha." Taeyong tertawa tampan, tersanjung dengan senang hati. "Thank you."

Rasanya mau meleleh dari tempatnya, Tata mengepalkan kedua tangannya, menahan rasa ingin menghalalkan Taeyong saat ini juga.

"Sama-sama," jawabnya malu-malu.

"Ta, jangan godain cowok lain di depan gue, dong," tegur Hendery tak terima. "Lo nggak tau rasanya kayak ada gunung meletus di dada gue."

Tata menipiskan bibirnya, menatap Hendery dengan tatapan menyesal. "Sorry."

Taeyong berdecak kecil untuk kedua kalinya. "Oke, jangan banyak basa-basi. Lo mau ngomong apa?"

"Ini terkait penyisihan olimpiade Minggu depan," balas Hendery. "Gue mau lo pilih gue. Gue yakin lo objektif dalam memilih, Yong."

"Oke. Coba duduk dulu," ajak Taeyong seraya duduk dan menyilangkan kedua kakinya dengan wajah angkuh. "Gue bakal dengerin kenapa gue harus pilih lo buat jadi satu-satunya perwakilannya kelas."

Hendery duduk di sebelah Taeyong, sementara Tata ikutan duduk di sebelah Hendery tanpa melepaskan tatapan kekagumannya pada Taeyong.

Entah kenapa, hari ini Taeyong tampak berbeda dari hari biasanya. Auranya lebih memikat, senyumnya lebih teduh dan wajahnya tampak bersahabat.

"Gue tau dari semua orang di sini, rangking gue nggak jadi yang pertama. Itu pasti tempatnya Xaxa, gue juga tau dia jago matematika lebih dari gue," aku Hendery. "Tapi, gue selalu berusaha, Yong. Gue nggak pernah absen buat latihan karena gue serius sama kompetisi ini. Gue bukan bermaksud buat menang, gue berusaha maksimal buat cari pengalaman dan nggak menyesal kemudian."

Taeyong memiringkan kepalanya, mencoba mencerna kata-kata Hendery dengan sebaik-baiknya.

"Alasan basi memang. Kedengarannya kayak pecundang yang payah dan pesimis," lanjut Hendery sambil tertawa hambar, "tapi kalau niat kita dari awal ikut kompetisi untuk menang, apa tujuan kita selanjutnya?"

"Tentu aja mempertahankannya, Dry," balas Taeyong cepat.

"Betul, tapi menurut gue bukan itu."

"Terus apa?"

"Nggak ada tujuan lagi." Hendery tersenyum tipis. "Setelah menang, semuanya tercapai. Kalau semua orang ingin menang, buat apa ada proses penyisihan dari tiap kelas saat seorang guru yang profesional bisa langsung pilih orang terbaik buat wakilkan sekolah?"

Dari sana, gue memahami bahwa yang terpenting dari sebuah kompetisi bukanlah seseorang yang paling mahir dan memiliki peluang menang untuk besar, tapi seseorang yang berusaha keras untuk menambah pengalaman, pengetahuan dan keberanian," pungkas Hendery.

Taeyong mengangguk-angguk. Ia mulai paham akan yang sebenarnya dikatakan Hendery.

"Itu juga berlaku buat lo, Yong," lanjut Hendery.

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang