19. Adem
---
Siapa yang suka menang-menang?---
Winwin kebingungan untuk bergaul karena teman sebelahnya sama sekali tidak menjawab saat Winwin mengajak bicara, meski hanya sekedar, 'nanti bantu gue keliling sekolah, ya'. Di sekelilingnya, orang-orang tampak akrab dengan teman satu meja mereka.
Winwin hafal Jhonny, laki-laki itu menjadi wakil ketua kelas, tapi ternyata sama sekali tidak terlihat murah hati dan suka menolong padahal Winwin sudah menaruh harapan besar padanya. Jhonny sangat dingin dan menyeramkan, jadi pada tiga perkataannya yang dikacangin Jhonny, Winwin menyerah untuk mengakrabkan diri dengan Jhonny.
Bahkan saat bel istirahat berbunyi, Jhonny langsung keluar kelas tanpa berkata-kata. Winwin pasrah saja melihatnya. Ia mau minta bantuan Taeyong selaku ketua kelas, tidak jadi karena Taeyong dijemput banyak sekali laki-laki hingga Winwin takut. Ia mau minta bantuan yang lainnya, tapi mereka sudah akrab dengan teman baru masing-masing. Ada Jaehyun, tapi laki-laki itu lagi puasa saat Winwin mengajaknya ke kantin yang bahkan Winwin tidak hafal di mana letaknya.
"Sendirian aja? Gimana kalau kita shalat Dhuha?"
Tiba-tiba seseorang bicara pada Winwin. Winwin hafal siapa dia karena sebelumnya ia menyalonkan diri sebagai ketua kelas. Kun. Winwin terlalu kaget untuk membalas.
Kun tersenyum adem. "Kenapa harus mikir dua kali buat masuk surga? Ayo."
Akhirnya dua laki-laki itu berjalan bersampingan menuju masjid. Winwin pelan-pelan nyaman dan santai. Seraya menuju masjid melalui banyak tempat, Winwin lumayan hafal sekolah ini. Mereka melewati auditorium, ruang guru, kelas x, lab IPA, lab bahasa, perpustakaan, kantin dan akhirnya sampai di masjid.
"Berasa keliling komplek gue buat nyampe di sini," keluh Winwin saat akhirnya ia bisa di terasa masjid yang adem.
"Kalau udah biasa, enteng kok rasanya," balas Kun seraya membuka tali sepatunya. "Itung-itung lewatin jembatan sirathal mustaqim, Win."
Winwin tertawa. Laki-laki itu ikut membuka sepatunya dan masuk ke dalam masjid setelah selesai, mengikuti Kun yang sudah duluan. Tanpa lupa, Kun memasukkannya beberapa lembar uang ke kotak amal tanpa sepengatahuan Wnwin saat masuk. Pengunjung masjid tak seraya kantin, tapi cukup membuat Winwin takjub karena pengunjungnya tidak begitu sedikit.
Di sekolahnya dulu, masjid hanya dikunjungi satu-dua orang untuk shalat sunat Dhuha.
Kun menggiringnya ke arah tempat wudhu, kemudian berwudhu bersama. Setelahnya, mereka melakukan shalat sunat Dhuha masing-masing. Kun banyak berdzikir dan berdoa dan hal itu membuat Winwin merasa sangat kotor, banyak dosa.
Lima belas menit kemudian, keduanya kembali keluar dan memakai sepatunya.
"Gimana? Adem?" tanya Kun.
"Alhamdulillah, adem, Kun," balas Winwin senang. Hatinya benar-benar terasa sejuk. Ia jadi tak risau lagi karena tak punya teman. Sepertinya, Kun bisa jadi temannya.
"Baguslah."
"Eh, Kun! Winwin!"
Seruan itu membuat Kun dan Winwin menoleh ke asal suara. Ada Tata dan Lala. Kun tidak sulit membedakannya, sebab Lala punya tahu lala di ujung matanya, sementara Tata tidak. Lala juga yang menabraknya tadi pagi, jadi Kun langsung hafal.
"Eh, apaan?" tanya Kun setelah berjalan mendekat. Winwin juga ikut mengikutinya.
"Abis shalat Dhuha, ya?" tanya Tata yang hafal tabiat Kun dari kelas sepuluh.
"Iya, nih."
"Mau ke kantin bareng nggak?" Tata mengajak. "Kita baru aja abis dari ruang jaipong. Gue ada pertemuan tadi, Lala cuma nganterin.."
Persahabatan Lala dan Tata terjalin sejak kelas sepuluh. Mereka bersama-sama ke mana-mana. Tak pernah terpisahkan.
"Gue juga mau ngomongin sesuatu sama lo, Kun." Lala melanjutkan dengan malu-malu. "Ayo, ke kantin bareng."
Kun menatap Wiwin. Winwin mengangguk.
"Emang lo ngerti gue mau ngomong apaan?" tanya Kun heran.
"Kantin, yuk!" seru Winwin.
"Wadubuset, lo bisa cenayang?"
"Di China, nenek moyang gue peramal."
Kun tak bisa berkata-kata. Beruntung, selanjutnya mereka melanjutkan langkah ke kantin dengan topik baru. Kun tidak perlu menjelaskan tentang kehidupan nenek moyang Winwin yang sangat bertentangan dengan kepercayaannya lagi.
Sesampainya di kantin, mereka terkejut karena ada kerumunan yang tercipta. Namun tak seberapa detik kemudian, kerumunan itu menghilang.
"Hm, kayaknya kita ketinggalan sesuatu, deh," kata Lala yakin.
Tata mengangguk-angguk. "Kalau bukan Taeyong, ya, Doyoung. Bosen banget ya ampun sekolah masalah mulu sama mereka."
"Emangnya Taeyong kenapa?" tanya Winwin penasaran.
"Dia itu biangnya masalah, Win," balas Lala. "Pokoknya jauhin ajalah kalau nggak mau pendek umur."
Mata Winwin membulat. "Jadi-"
"Maaf ya Winwin, kita di sini mau makan, bukan ngomong iblis satu itu," balas Lala dengan nada tajam, tiba-tiba saja wajahnya jadi menyeramkan. Winwin dan Kun terperangah. Ternyata ini wujud asli Lala. "Kita mau makan apa, nih?"
Winwin tersenyum kaku, kemudian menoleh pada Kun yang duduk di sampingnya. "Samain, ya."
"Oke. Gue mau beli sayur asem sama susu kurma," balas Kun. "Winwin juga sama."
"Ta, beliin." Lala menyuruh Tata. Saat Tata mau protes, Lala memejamkan matanya, memberi isyarat pada Tata usaha agar tidak mengacaukan rencananya dengan Kun. "Cepet."
Tata menipiskan bibirnya, kemudian bangkit. "Win, ayo."
"Eh, gue?" Winwin menunjuk dirinya sendiri.
Tanpa menjawab, Tata menarik tangan Winwin untuk pergi membeli makanan. Sekarang, di meja ini, tinggal Lala dan Kun berdua saja. Lala segera menyunggingkan senyuman manisnya.
"Kun," kata Lala.
"Iya?"
"Maaf ya tadi pagi," lanjut Lala dengan malu. "Gue sama Tata taruhan siapa yang paling cepet masuk kelas. Gue nggak liat ada lo, terus pas udah sadar ada lo, kaki gue malah kejeduk kaki sendiri, jadinya ... jatoh. Sorry."
Kun mengangguk dan tersenyum maklum. "Iya, nggak apa-apa. Gue udah maafin, kok."
"Makasih ya," balas Lala senang. "Lo ada yang sakit nggak?"
Kun menggeleng.
"Baguslah."
Kun mengangguk.
"Oh ya, hari ini biar gue aja yang bayar." Kun tiba-tiba bicara begitu setelah sebelumnya tak ada yang bicara lagi. "Itung-itung sedekah hari pertama masuk sekolah."
Mata Lala langsung berbinar-binar. Mimpi apa dia semalam hingga bertemu pangeran dermawan seperti Kun?
***
Tue 14 Jul 2020
Next: Xiao Dejun
KAMU SEDANG MEMBACA
11 IPA 4 • NCT 127 X WAYV
Fiksi Penggemar--- Ini kisah kelas XI IPA 4 yang merupakan kelas biasa-biasa saja. Sampai mereka semakin dekat, semakin berselisih, saling bersaing, merebutkan perempuan yang sama dan sakit hati. Ini hanya kisah remaja biasa. Tentang jatuh cinta dan patah hati...