"Siapa kamu?" tanya Pak Djoko saat melihat Yaya dan Jaehyun yang hendak masuk ke UKS setelah ia menyelesaikan masalah di dalam sana.
Yaya mendadak tak bisa berpikir cepat. "Saya ... saya ...." Kepalanya penuh dengan Taeyong.
Apa ia baik-baik saja? Kenapa hanya Taeyong yang terluka? Kenapa sampai pakai tandu? Dan kenapa-kenapa lain yang tak bisa dijawab jika Yaya hanya berdiam diri di luar UKS atau menjawab pertanyaan Pak Djoko.
"Kami teman sekelas orang yang pingsan, Pak." Jaehyun membantu menjawab dengan senyuman khas anak baik yang disukai Pak Djoko dalam sekali pandang. "Selamat sore. Tadinya kita mau ajak dia belajar kelompoknya bareng, tapi tiba-tiba ilang. Eh, ternyata---"
"Ya sudah, bagus kalau kalian bukan komplotan Taeil." Pak Djoko mengangguk dan melihat Taeil serta kawanannya dalam UKS yang telah diberikan pertolongan pertama. "Moon Taeil dan kawan-kawan, kalau sudah selesai pengobatan, temui saya di ruang BK kalau tidak mau orang tua kalian dapat paket."
"Paket apa, Pak?" tanya Jaehyun penasaran.
"SP."
"Ooh."
"Taeyong gimana, Pak? Dia udah sadar, harusnya dia juga ikut, kan?" tanya Taeil merasa perlu menyeret Taeyong.
"Saya sudah dengar ceritanya dari Doyoung." Pak Djoko membalas tegas. "Jangan menghindari saya, Taeil. Atau hukumannya akan lebih besar lagi."
Taeil tak bisa membantah. Orangtuanya pasti marah besar kalau dapat SP dari sekolah.
"Doy, sampaikan maaf saya pada Taeyong, ya. Saya nggak tau ada kodok dan Taeyong takut kodok tadi," kata Pak Djoko sebelum pergi.
"Siap, Pak," balas Doyoung.
Setelah Pak Djoko pergi, disusul Taeil dan kawan-kawannya, Yaya segera berlari ke arah bangsal tempat berbaring Taeyong. Ada kasa dan plester di pelipisnya, tangannya juga diperban dan ada beberapa lebam di wajahnya.
Yaya tak sanggup berkata-kata. Yang ada, matanya kini berkaca-kaca.
"Yaya?" Taeyong sadar ada seseorang di depannya setelah membuka matanya. Seseorang yang tak ia sangka ada, tapi sangat ingin ia temui saat ini.
"Doy, gue halu sekarang." Taeyong berkata pada Doyoung yang sejak tadi beridri di sampingnya. "Apa penyakit gue makin parah?"
Taeyong bangkit menjadi duduk di atas bangsalnya, menatap Yaya dengan lembut dan senyuman tipis.
"Penyakit? Lo sakit apa, Yong?" tanya Yaya semakin khawatir.
Taeyong tak menjawab, justru mengulurkannya tangannya untuk menyentuh, kemudian menjawil kedua pipi Yaya. "Hah? Kok bisa dipegang? Kok kenyal? Kok--"
"Gue asli." Yaya menghentikan kedua tangan Taeyong dan membawanya turun dari pipinya, menggenggamnya erat-erat kemudian. Taeyong terkejut karena ternyata ia tidak berhalusinasi. Yaya menatapnya serius, tepat di mata. "Berhenti cubit-cubit pipi gue."
Kini, giliran Yaya yang mencubit pipi Taeyong sampai melar dua senti.
"A-a-aw aduh aduh maaf-maaf, sorry-sorry," keluh Taeyong seraya menarik kedua tangan Yaya dari pipinya. Ia menjauh sendiri dari Yaya seraya menyentuh dadanya. "Biar gue tarik napas dulu biar tenang."
Yaya melipat kedua tangannya di depan dada. "Oke, silakan."
"Gue tinggal, ya," kata Doyoung pamit. Kemudian melirik Jaehyun. "Je, ayo."
"Woi." Taeyong gugup ditinggal berdua saja.
"Yang berani, Yong!" seru Doyoung sebelum membuka pintu. Kemudian ia keluar dari UKS disusul Jaehyun.
"Lo bisa, Yong!" seru Jaehyun menyemangati sebelum menutup pintu.
Yaya menatap Taeyong heran. "Kenapa, sih?"
"Nggak." Taeyong langsung menjawab seperti robot. "Nggak kenapa-kenapa, kok. Kenapa?"
"Apasi." Yaya tertawa kecil, lalu duduk dan menatap Taeyong lebih dekat. Membuat jantung Taeyong bekerja berkali-kali lipat lebih cepat. "Nanya yang jelas. Harusnya sih gue yang tanya. Lo kenapa?"
Taeyong membuang napas panjang. "Ini nggak seperti yang lo liat, Yaya. Jangan marah, jangan kesel, jangan kecewa apalagi benci sama gue lagi. Gue sebenernya--"
"Kenapa lo suka sama gue?" potong Yaya, bertanya pada intinya, ingin mengakhiri rasa penasaran dan rasa yang belum jelas untuk ia rasakan.
"Eh?" Taeyong mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia terkejut, heran dan gugup dengan rasio 1:1:100000000000000000.
***
Jangan lupa votenya kakak
29102020
KAMU SEDANG MEMBACA
11 IPA 4 • NCT 127 X WAYV
Fanfiction--- Ini kisah kelas XI IPA 4 yang merupakan kelas biasa-biasa saja. Sampai mereka semakin dekat, semakin berselisih, saling bersaing, merebutkan perempuan yang sama dan sakit hati. Ini hanya kisah remaja biasa. Tentang jatuh cinta dan patah hati...