Dalam pelukannya, Taeyong tak terasa lemah.
Maksudnya, Yaya tak merasa ada yang salah pada Taeyong. Badannya kokoh, otot-ototnya terasa keras dan embusan napasnya begitu teratur meski pelukan Yaya membuatnya kesulitan bernapas saking eratnya.
Yaya tak mengetahui kenapa laki-laki misterius ini tiba-tiba pingsan dan tak sekolah sampai tiga Minggu lamanya.
"Waktu nggak bisa beku, Ya," bisik Taeyong, begitu sopan menelisik ke telinga Yaya. Membuat bulu-bulu kudung Yaya terangkat sesaat. "Waktu nggak bisa kita hentikan sesukanya."
Yaya masih tak mengerti arah perkataan Taeyong.
"Kalau bisa, sekarang gue pengen liat muka lo," lanjut Taeyong. "Lepasin dulu pelukannya."
Yaya menjauh dengan kikuk. Ia tak sadar telah memeluk Taeyong selama lima menit. Wangi greentea masih menyeruak ke hidungnya meski telah berjarak. Taeyong benar-benar wangi dan membuat Yaya candu untuk memeluknya.
"Maaf," kata Yaya tak enak.
"Nggak apa-apa, nggak usah minta maaf," balas Taeyong dengan senyuman teduh yang selama ini tak pernah Yaya sadari.
Bahwa senyumannya begitu sarat akan luka.
Sebenarnya seberapa dalam luka yang Taeyong punya, sih?
Yaya ingin menangis, tapi tak tak bisa membiarkan perasaannya membuat Taeyong lebih bersedih. Lebih baik ia tersenyum lebar saja, menyemangati Taeyong.
"Jadi, lo kenapa?"
"Gue udah duga lo bakal tanya itu," tukas Taeyong. "Tapi, gue beneran nggak kenapa-kenapa."
"Gue udah duga lo bakal jawab gitu," balas Yaya tak mau kalah. "Tapi, gue mau tanya kenapa lo nggak sekolah sampai tiga Minggu. Lo ketinggalan banyak hal."
"Gue ketinggalan banyak hal karena sebuah alasan yang nggak bisa gue hindari."
"Gue mau tau alasannya apa."
Taeyong terdiam. Selanjutnya ia mengalihkan pandangannya ke kanan, ke arah langit yang mulai menguning. Di sini, bisa terlihat dengan jelas bahwa matahari akan segera pulang ke peraduannya.
Sangat cantik.
Tapi singkat.
Itulah arti Yaya bagi Taeyong.
"Gue nggak pernah liat sunset sebagus ini," kata Taeyong, jelas-jelas mengalihkan perhatian sekaligus arah pembicaraan mereka.
Yaya membuang napasnya. Tampak berat dan sedih.
Baiklah, mungkin Taeyong masih butuh waktu untuk jujur padanya.
Ya, mungkin dirinya juga perlu waktu untuk mempersiapkan diri mendengar sesuatu dari Taeyong. Tentang jawaban yang selama ini ingin Yaya ketahui.
"Kenapa begitu?" tanya Yaya penasaran. "Lo punya banyak uang buat sewa tempat-tempat tinggi yang bagus buat liat sunset. Kenapa baru kali ini liat sunset sebagus ini?"
"Lo tau jelas jawabannya."
"Jangan bikin gue ge-er banget." Yaya menggeleng kecil, merasa cringe sendiri. "Jangan bilang itu karena lo liat sunsetnya sama gue."
"Emang gitu konsepnya." Taeyong membenarkan tanpa menoleh pada Yaya.
Yaya menatap wajah Taeyong dari samping. Bagaimana wajahnya terpahat sempurna, lalu disoroti cahaya orange yang cantik membuatnya tampak seperti tokoh dalam mimpi.
Dan Yaya yakin dirinya tak bermimpi.
Taeyong yang seperti itu, meski berada tepat di sampingnya, tak terasa bisa diraih oleh Yaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 IPA 4 • NCT 127 X WAYV
Fanfiction--- Ini kisah kelas XI IPA 4 yang merupakan kelas biasa-biasa saja. Sampai mereka semakin dekat, semakin berselisih, saling bersaing, merebutkan perempuan yang sama dan sakit hati. Ini hanya kisah remaja biasa. Tentang jatuh cinta dan patah hati...