98. Underestimate

53 10 2
                                    

Hari sudah berlalu menuju sore. Langit biru berganti jingga dengan beberapa kegelapan, hampir masuk ke waktu malam. Penghuni sekolah sudah pulang sebagai besar.

Namun, ruangan latihan tari jaipong masih menunjukkan tanda-tanda keberadaan manusia. Lampu di tengah ruangan dinyalakan dan AC dimatikan karena suhu yang mulai dingin.

Giliran Winwin untuk tampil di depan juri akhirnya tiba. Setelah menunggu sekitar satu jam, akhirnya ia bisa tampil juga. Winwin menjadi peserta yang dipanggil terakhir karena penilaian dilakukan berdasarkan abjad.

Banyak peserta yang telah pulang duluan. Sedikit dari mereka masih di ruangan. Entah menunggu jemputan, atau ingin melihat penampilan peserta yang diseleksi sampai akhir.

Yang pasti, diantara sedikitnya peserta yang duduk di kursi tunggu, Tata ada diantaranya.

Winwin bangkit dari duduknya saat namanya dipanggil. Ia berjalan dengan jantung berdegup kencang, tangan mengepal dan kaki sedikit bergetar.

"Winwin!"

Teriakan itu membuat Winwin menoleh ke belakang untuk melihat Tata tersenyum lebar padanya dengan kedua tangan melambai-lambai. Winwin tersenyum lega. Ia merasa mendapatkan banyak kekuatan.

"Semangat!" seru Tata lantang, tanpa malu-malu, meski setelahnya ia mendapatkan seluruh perhatian orang yang ada di ruangan.

Dengan begitu, Winwin menatap para juri dengan tatapan mantap.

"Winwin?" tanya Bu Dewi, salah satu juri yang paling mengintimidasi.

Winwin segera mengangguk. "Iya, Bu."

"Wah, ternyata anak pindahan dari semester satu," timpal Bu Amber yang tengah melihat biodata Winwin. "Baru lima bulan berarti. Masuk ke sini juga baru tiga bulan yang lalu. Yakin mau ikutan lomba ini?"

Mendadak Winwin diserang kecemasan. Ia tak tahu harus menjawab apa. Bibirnya tak mau terbuka.

"Ya, siapa tau emang berbakat nari. Kita liat aja," tukas Bu Asla yang kabarnya adalah pesaing terberat Bu Amber.

Perkataan Bu Asla jelas membuat Bu Amber sedikit emosi, tapi ia menahannya karena di depannya ada seorang siswa. Bu Amber tersenyum lebar, yang tampaknya dipaksakan.

"Oke, Winwin. Silakan tunjukkan kemampuan kamu," kata Bu Amber. "Ini bukan lomba main-main, ya. Harga diri sekolah kita dipertaruhkan. Setiap tahun, sekolah kita selalu dapat piala terbesar, lho."

Winwin menarik napas dalam-dalam. "Siap, Bu. Saya akan mempersembahkan tarian terbaik saya."

Winwin membuang napas panjang-panjang, lalu mulai mengangkat tangannya, memundurkan kaki kanannya dan mulai beraksi untuk memulai ketiga juri.

Winwin akan bukti pada semua orang bahwa ia bukan sampah negara, bahwa ia bukan banci dan bahwa setiap orang bisa menari untuk menyuarakan rasa, menunjukkan estetika, mempersembahkan karya dan menciptakan bahagia-terlepas dari gender, usia, ras, suku dan agama.

Kalau orang lain melabeli kita begitu saja, apa kita akan diam saja?

Winwin lebih baik mati.

***

Hendery tak henti-hentinya memainkan jari-jemarinya, mengepalkan tangannya di depan puncak hidungnya yang mancung dengan mata tertutup syahdu-berdoa, membuang napas panjang-panjang dan menggerak-gerakkan kakinya yang super gugup.

Pengumumannya hari ini. Hasil dari seleksi selama dua hari itu akan ditempel di masing sebelah pintu klub matematika pada pukul 10.00 tepat saat bel istirahat pertama berbunyi.

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang