99. Pilu dalam Bisu

59 10 13
                                    

"Sepupu lo mana, Ra?" tanya Doyoung pada Shapira yang sibuk dengan ponselnya. Di sebelah perempuan itu, tak ada sosok Taeyong yang biasanya sudah duduk di sana sambil melihat Yaya diam-diam. Saat Yaya balik melihatnya, Taeyong langsung pura-pura ngobrol dengan Doyoung.

Omong-omong, saat ini Yaya juga tidak kelihatan di kursinya.

Padahal bel sekolah berbunyi satu menit lagi, tapi ketua kelas itu belum datang ke kelas tanpa kabar absen. Ponselnya juga tidak aktif. Doyoung jadi sedikit khawatir.

Padahal ...... kemarin-kemarin Taeyong kan baik-baik saja.

Shapira bahkan tak mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Lo kan temennya. Kok tanya gue?"

"Lo kan sepupunya, Ege," balas Doyoung langsung esmoshay.

"Gue emang sepupunya, tapi itu nggak menjamin gue tau semuanya tentang dia!" seru Shapira ikut emosi. "Gue bahkan nggak satu rumah sama dia."

Doyoung refleks memutar bola matanya. "Nanya doang, elah. Gitu aja udah bawa-bawa lahar bromo aja. Heran."

"Cot lo ah, berisik," tukas Shapira.

"Cewek kayak gitu mana ada yang suka. Ya nggak, Je?" Doyoung meminta mendapat Jaehyun seraya menyikut pelan lengannya.

Jaehyun yang fokus menggumamkan Asmaul Husna berikut artinya hanya bergumam pelan, seolah menyetujui. Tanpa disadari siapapun, Shapira melihat reaksi kecil itu dan hatinya sakit sekali.

Apa Jaehyun benar-benar tak bisa memintanya?

Kalau begitu, Shapira akan menyerah aja.

***

Yaya mengusap titik keringat yang menetes karena berlari. Tak butuh waktu yang lama untuk sampai di depan gerbang sekolah, tapi gerbang itu sudah tertutup sepuluh menit yang lalu hingga Yaya ingin sekali berjerit dan menangis sejadinya.

Seumur hidupnya, ia tak pernah telat sampai harus tidak masuk sekolah.

Jika ia pulang lagi, apa kata ayah dan ibunya? Mereka pasti mengomeli Yaya habis-habisan. Apalagi Ayah yang berteman dekat dengan Ayah Xiaojun, pasti Yaya dikasih ceramah sampai Maghrib.

Jika Yaya memaksa masuk, yang ada ia akan dapat hukuman sampai istirahat pertama, pasti disuruh menyapu lapangan seluas lapangan sepak bola. Melihat bagaimana cahaya matahari sangat menyengat, Yaya memilih untuk tak melanjutkan langkahnya.

Yaya berbalik, menatap jalanan sibuk dengan mata sedih.

Gimana, nih?

Yaya mengeluarkan ponselnya, hendak mengontek Xaxa untuk meminta bantuan, yang mana kemungkinannya sangat mustahil karena Xaxa bahkan tak pernah menyalakan ponselnya saat jam perjalanan berlangsung jika tak dibutuhkan.

Benar saja. Xaxa tidak mengaktifkan ponselnya.

Yaya menggigit bibirnya, benar-benar ini menangis.

Sekarang, tak ada jalan lain selain masuk dan menjalani hukuman. Daripada ia pulang dan dapat wejangan batin dari kedua orangtuanya.

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang