81. Felt In Love

50 9 3
                                    

Ayah Yangyang sudah berangkat dari pagi buta untuk bekerja, jadi kini yang ada di kursi meja makan untuk sarapan hanya Ibu dan Yangyang. Betapa sayangnya Yangyang pada Ayahnya yang bekerja keras tanpa mengharapkan balasan.

Sehat terus, Ayah!

Yangyang juga bersyukur karena ada Ibu yang kerap kali memasak hidangan yang membuat lengkung di bibirnya naik ke atas.

Bahagia terus, Ibu!

Yang selalu ingin menyampaikan kata-kata itu pada Ayah dan Ibunya, tapi entah kenapa selalu tertahan di tenggorokan. Keluarganya memang harmonis, tapi baik Yangyang, Ayah atau Ibu, ketiganya jarang sekali mengungkapkan perasaan mereka secara terang-terangan.

Namun, mereka bertiga merasa cukup bahagia dengan keadaan seperti ini. Tanpa mengatakan atau lewat perbuatan, ketiganya sama-sama tahu bahwa mereka saling memberi rasa sayang dan punya perhatian dalam hatinya.

"Nak, tau nggak?" tanya Ibu tiba-tiba.

"Kenapa, Bu?" Yangyang menelan makanan dalam mulutnya lebih dulu sebelum balas bertanya.

"Bu Juli sama Pak Fudin mau cerai Minggu depan." Ibu menyampaikan sesuatu yang membuat mata Yangyang seketika membulat. "Bu Juli udah siap-siap pindah. Angel sama Anggu diambil juga."

"OHOK!" Yangyang akhirnya terbatuk-batuk secara ekstrim.

"Aduh, hati-hati, dong." Ibu segera menyodorkan gelas berisi air bening. "Minum dulu nih. Jangan lupa tarik napas pelan-pelan."

"Leganya." Yangyang kembali bernapas lega setelah mengikuti saran Ibu. Setelah merasa tenang, Yangyang kembali menatap Ibu dengan serius. "Boleh diulang, Bu, informasi terkait Bu Juli sama Pak Fudinnya?"

"Mereka mau cerai Minggu depan. Kedua anaknya bakal dibawa Bu Juli yang bakal pindah dari sini. Katanya sih Pak Fudin ketauan selingkuh dari informan rahasia yang legendaris di komplek ini." Kening Ibu mengerut saat melihat ekspresi anak satu-satunya yang aneh. "Kenapa kamu kayak tercengang gitu, sih?"

"Eung, nggak terlalu kaget sih sebenernya, Bu." Yangyang menggaruk pelipisnya dengan canggung. Ibunya tak tahu, bahwa informan rahasia yang membuat hubungan rumah tangga tetangganya retak itu adalah anaknya sendiri. "Cuma Yangyang heran aja. Biasanya Yangyang duluan yang tahu berita-berita di komplek."

"Bu Juli baru aja bilang di WhatsApp grup komplek," balas Ibu, membuat Yangyang tercengang sekali lagi. "Emang yang paling berani deh Bu Juli itu."

"Wah." Yangyang kehabisan kata-kata, sekaligus merasa bersalah. Bahkan ia mendapatkan bayaran untuk memisahkan orangtua dari si kembar lucu yang baru berusia lima tahun itu.

Yangyang merasa berdosa banget.

Hahaha, emang iya sih.

***

Saat keluar rumah hendak pergi ke sekolah, Yangyang melihat Bu Juli. Tanpa berpikir panjang, ia segera melangkahkan kakinya mendekati Bu Juli yang baru mengunci pagar rumahnya.

"Bu Juli!" seru Yangyang, menghentikan langkah Bu Juli yang hendak menuju entah ke mana.

"Eh, Yangyang." Bu Juli mengehentikan langkahnya untuk balas menyapa Yangyang. Senyumnya tertarik, seperti tak terjadi apa-apa. "Berangkat sekolah, nih?"

"Iya, Bu." Yangyang balas tersenyum lebar. Ia menatap Bu Juli dengan tak enak. "Bu."

"Iya?"

Yangyang memain-mainkan tangannya dengan gugup. "Maaf nih sebelumnya karena saya mau ungkit tentang perceraian Ibu Juli ... apa ini semua gara-gara saya, Bu? Kalau iya, saya minta maaf, saya menyesal--'

"Bukan, Nak, ini bukan salah kamu." Bu Juli memotong dengan suara lembut, membuat Yangyang merasa lebih-lebih berdosa. "Memang udah takdirnya Ibu begini. Jangan minta maaf begitu, Ibu malah jadi nggak enak."

"Tapi--"

"Bu Juli!" seruan dari seseorang membuat Yangyang dan Bu Juli mengalihkan pandangannya. Yangyang juga mendadak lupa pada perkataan apa yang akan ia sampailah sebelumnya karena mendapati Lala tengah berjalan ke arahnya--juga Bu Juli, dengan satu paket di tangan kanannya.

"Eh?" Yangyang mengerutkan keningnya.

"Paket!" seru Lala ceria. Menyodorkan paket yang ia bawa pada Bu Juli yang langsung tersenyum cerah.

"Wah, makasih!" seru Bu Juli.

"Iya, Bu. Sama-sama."

"Eh, Yangyang." Lala menyapa Yangyang dengan santai. "Ngapain di sini? Operasi rahasia lagi?"

Yangyang panik, langsung mengambil tangan Lala untuk diseret menjauhi Bu Juli. "Saya berangkat, Bu!"

Gawat kalau orang lain tau identitas dirinya di komplek ini.

Yangyang baru berhenti saat keduanya sampai di sisi jalan besar, depan jalan masuk perumahan Yangyang.

Lala yang merasa tak terima ditarik begitu saja, menatap Yangyang dengan raut wajah tak senang. "Ngapain sih, Yang?"

"Lo! Katanya janji nggak bakal bocor!" seru Yangyang esmosi.

"Ya ampun, itu di depan Bu Juli aja, kok." Lala memberikan pembelaan. "Parnoan amat. Selama ini nggak ada berita aneh tentang lo, kan?"

"Iya, sih." Yangyang menyesal telah nge-gas tanpa berpikir panjang. Wajahnya tiba-tiba berubah lembut dan malu. "Makasih ya, btw."

"Dasar." Lala tertawa kecil, lalu menghentikan sebuah angkot di depannya.  "Sekarang ongkosin gue. Gue udah jaga rahasia lo, tapi lo nggak kasih imbalan apa-apa. Lo nggak tau aturan give and take, ya?"

Saat Lala masuk, Yangyang tak langsung menyusulnya. Ia merasakan dulu degupan jantungnya yang berdebar-debar, lalu desiran aliran darahnya yang terasa amat signifikan, kemudian angin lembut yang menggoyangkan sekumpulan rambut di keningnya.

Ia memutar kembali ingatan di mana Lala tersenyum padanya bak bidadari sebelum masuk ke dalam angkot beberapa saat yang lalu.

Sepertinya, Yangyang sudah fall in love.

***

Baru-baru ini aku mimpiin orang yang aku suka, jadi aku harap bisa lancar nulis nanti buat double up

Terimakashhh

27102020

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang