68. Biar Nggak Terbang

64 8 1
                                    

68. Biar Nggak Terbang

***

"Ya ampun, temen gue kenapa ini?" tanya Doyoung luar biasa khawatir saat melihat Taeyong berbaring dengan mata terpejam dan belum ada tanda-tanda akan sadar. Ia menatap Yaya dan Jungwoo yang ada di ruangan dengan curiga. "Kalian jahatin Taeyong, ya? Kenapa? Apa salah orang yang punya hati selembut kapas kayak Taeyong, hah?"

Yaya memutar bola matanya. "Lo nggak bisa baca situasi, ya?"

"Yang gue baca jelas situasi di mana lo abis jahatin Taeyong dan Taeyong jadi korbannya." Doyoung menukas tanpa santai. "Tau-tau gue dapet kabar Taeyong pingsan di tangan lo dari Bu Desi." Doyoung menyebut nama perawat di UKS yang dipesan khusus untuk menangani Taeyong. "Mana bisa gue biarin kalian berdua lepas. Pokoknya hari ini kalian harus ikut—"

"Daripada bacot, mending ambilin minum, Doy. Gue haus," kata Taeyong yang baru saja membuka matanya. Suaranya yang lemah dan serak itu jelas mengundang semua atensi dalam ruangan serba putih itu.

Doyoung merasa sangat lega, lalu menyerahkan air minum pada Taeyong dengan senang hati.

"Harusnya lo mikir dulu sebelum bacot, Doy," kata Taeyong lagi. Yaya yakin jika Taeyong sudah begini, laki-laki itu sudah sehat lagi. "Gue nggak dijahatin sama mereka. Gue yakin gue dibantuin. Ya, kan?"

Taeyong tersenyum. Suasana hatinya naik drastis saat melihat kehadiran Yaya.

Agak enggan, tapi Yaya mengangguk. "Gue abis pinjem novel di perpus, terus tau-tau lo lewat sambil lari. Gue sekilas liat bibir pucet lo, gue jadi khawatir. Gue ikutin, terus lo tiba-tiba jalan lambat banget. Aneh pokoknya. Gue panggil-panggil nggak nyaut, akhirnya gue nyamperin sambil teriakin nama lo. Lo noleh, tapi lo kayak nggak bisa liat gue. Terus tiba-tiba, lo pingsan," jelas Yaya.

Doyoung mendadak ingin menjahit mulutnya yang tidak bisa ditahan sebelumnya. Taeyong diam saja mendengarkan penjabaran Yaya.

"Sebenernya lo kenapa, Taeyong?" tanya Yaya, sarat akan khawatir.

Darah Taeyong berdesir hangat. Hatinya meleleh, begitupula dengan senyuman di wajahnya. "Gue nggak apa-apa, kok. Cuma kecapekan lari aja."

"Bener. Taeyong tuh nggak bisa lari jauh-jauh," tambah Doyoung saat Taeyong mencubit kecil pahanya, kode meminta bantuan.

"Kalau nggak bisa lari jauh-jauh, kenapa tadi lari-lari?" tanya Yaya agak kesal. "Jangan bikin gue takut dong, Yong. Nggak seru kan kalau lo celaka."

"Aw, gue terharu mendengarnya," tukas Taeyong dengan senyuman simpul.

"Ya, meski lo ketua kelas yang nggak becus, gue tetep hargain lo." Yaya tak terpengaruh dengan kebaperan Taeyong. "Karena baru tiga bulan jalan, gue yakin lo bisa berubah jadi lebih baik. Gue pikir lo bisa jadi ketua kelas yang baik. Gue tunggu itu, tapi kalau lo tiba-tiba ambruk gini ... gue jadi takut."

Taeyong menipiskan bibirnya, menahan diri untuk tak terbang setinggi-tingginya. "Nggak usah khawatir. Gue oke."

"Yong," kata Yaya.

"Hm?"

"Maaf, ya."

Satu alis Taeyong terangkat. "Maaf kenapa?"

Yaya menarik napas panjang. Rasanya berat untuk mengungkapkan kebenaran perasaannya. Namun, Yaya berusaha keras. "Gue kasar banget ke lo. Gue nggak tau kalau lo sesakit ini. Dulu, gue emang belum dewasa. Jadi, gue minta maaf karena nggak memperlakukan lo dengan baik, sebagian temen, gue malah anggap lo virus berbahaya yang nggak seharusnya gue deketin atau ngedeketin gue."

Taeyong ingin menangis, jujur.

Jika sakitnya bisa mendatangkan Yaya a.k.a kebahagiaan, maka Taeyong rela sakit sepanjang waktu sampai waktunya habis.

Sementara itu, Doyoung dan Jungwoo mengerti bahwa Yaya dan Taeyong sekarang berada dalam sebuah percakapan yang hanya membutuhkan empat mata, tapi Doyoung dan Jungwoo bingung harus pamit bagaimana. Selain itu, Doyong dan Jungwoo juga merasa penasaran dan tertarik untuk mengikuti percakapan pribadi Yaya dan Taeyong.

"Karena itu, maaf ya," ulang Yaya dengan suara manis yang membuat Taeyong diabetes.

"It's okay. Gue juga minta maaf karena gue emang begini orangnya." Taeyong tersenyum miring, menatap Yaya tepat di mata, penuh arti dan serius. "Nyebelin tapi ngangenin, nggak bisa jauh-jauh lama-lama."

Yaya memberi jeda sedetik untuk setelahnya berbalik pergi seraya menarik tangan Jungwoo untuk meninggalkan Taeyong. Entah malu, senang, jijik atau ilfeel.

"Doy, pegangin tangan gue." Daripada memikirkan alasan Yaya pergi, Taeyong justru khawatir pada sesuatu yang lain.

"Hah? Buat apa? Bukannya lo nggak suka kalau dipegang-pegang? Apalagi sama cowok, apalagi sama gue," tanggal Doyoung heran.

"Pegangin aja udah," kata Taeyong penuh ketidaksabaran.

Masih dengan rasa heran, Doyoung memegang tangan Taeyong dan Taeyong langsung tersenyum lebar seperti orang kehilangan akal. Sedikit, Doyoung merasa takut. Sisanya, Doyoung merasa geli.

Masalahnya ia berpikir alasan Taeyong tersenyum lebar adalah karena tangannya dipegang Doyoung.

"Emang kenapa sih, Yong? Sampe senyum gitu tangannya dipegang gue," kata Doyoung.

"Gue takut terbang." Taeyong membalas seraya menarik napas dalam-dalam. "Soalnya gue seneng banget ketemu Yaya barusan."

***

Maaf kalau ada typo yakk

Kalau ada typo boleh diingetin dikomen okeoke

Besok yang mulai sekolah, semangat dan hati-hati selalu terapkan protokol kesehatan yang baik dan benar okeoke

So, see you all

Sun 4 Oct 2020

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang