55. Ngerekap Bareng

66 14 6
                                    

46. Ngerekap Bareng

---

Makasih yang udah lanjut, kalian kereeeennnnn

---

Mark dan Yaya tinggal di kelas berdua saja seusai bel pulang sekolah berbunyi. Petugas piket pun sudah pulang sejak lima menit yang lalu. Kehadiran Mark dan Yaya di kelas sore ini adalah untuk merekap absen serta uang kelas karena sudah akhir bukan.

Mark adalah bendahara, sementara Yaya adalah sekretaris. Keduanya sama-sama menerapkan bertugas sebulan sekali dengan rekannya. Jadi, bukan kemarin Haechan dan Yuta yang merekap data kelas.

Sekarang, giliran Mark dan Yaya, jadi mereka masih ada di sekolah. Yaya sudah menyuruh Jungwoo pulang duluan bareng Yuta, memesan Yuta agar menjaga Jungwoo dari anak nakal seperti Lucas.

"Sebenernya nggak susah sih bikin anak kelas bayar uang kas," kata Mark, memecah keheningan. "Cuma mereka bayarnya nggak teratur, nggak sesuai waktu, jadi kadang gue pusing buat bikin rekapan."

Yaya mencatat, tapi ia mendengar dengan seksama dan menjawab perkataan Mark. "Ya ... mau gimana lagi, Mark. Udah kodratnya kita tugasnya begini. Pusing sendiri."

Mark tertawa. Tawa renyah yang membuat Yaya mau tak mau ikut tertawa.

"Gue heran, deh," kata Mark lagi. Laki-laki itu seperti gatal untuk terus berkata-kata. "Kas punya Lala dibayarin mulu sama Kun. Udah kayak suami istri aja."

Yaya tertawa. "Mereka pacaran kali. Keliatannya baru-baru ini mereka deket banget. Gue sama Jungwoo juga suka nge-gep mereka di parkiran berduaan aja."

"Berduaan aja?"

"Iya."

"Serius? Nggak ngapa-ngapain?" tanya Mark penasaran.

"Lo kok bisa sekepo itu?" tanya Yaya tak habis pikir. "Lagian gue sama Jungwoo nggak se-nggak tau diri itu buat campurin privasi orang."

"Padahal rame kalau lo ikut campur urusan orang lain. Maksudnya bukan ikut campur kayak ngurusin gitu, lebih ke cuma tau aja." Mark menjelaskan dengan cepat. "Bisa jadi bahan gibah."

Yaya sangat terkejut karena fakta yang ada pada diri Mark. "Lo suka gibah?"

"Awalnya Haechan aja yang suka gibah, gue jadi ketularan," balas Mark seraya menghitung lembar uang terakhir dan menulis jumlahnya setelah dirasa benar. "Ternyata gibah bisa bikin bahagia, lho. Kita bisa tau cerita hidup orang, diskusiin sama temen, petik pelajaran berharga di sana."

"Padahal lo duduknya di belakang Kun," balas Yaya.

Kening Mark mengerut tak paham. "Terus kenapa?"

"Harusnya lo tau lah, Mark, mau apapun alasannya, gibah itu dosa," balas Yaya. "Masa nambah dosa dibilang bikin bahagia. Aneh lo. Otak harus diservis tuh."

Mark tertawa renyah khasnya. "Iya, deh. Gue bakal coba dikit-dikit berhenti gibah. Harusnya salahin Haechan sih, soalnya dia yang suka mulai duluan."

Yaya tersenyum kecil. Lalu menutup buku absennya. Ia telah selesai merekap. Bersamaan dengan itu, Mark juga selesai dengan rekapan uang kas jelas. Namun, Mark mengeluarkan buku lainnya yang membuat kening Yaya mengerut heran.

"Apaan tuh?" tanya Yaya.

Mark menunjuk buku birunya. "Ini?"

"Iya, itu."

"Buku piutang," balas Mark.

"Oh, iya! Gue lupa, Mark!" seru Yaya seraya segera merongoh saku roknya, mengeluarkannya selembar uang dari sana untuk diberikan pada Mark. "Gue punya utang pulsa sama lo. Maaf ya, karena nggak inget. Lo juga nggak nagih, sih."

"Makasih karena udah bayar."  Mark mengambil uang dari Yaya dan tersenyum. Ia mencoret nama Yaya beserta nominal utang yang Yaya punya. "Gue bukan tipe kreditur yang tagih-tagih. Gue yakin kalau mereka punya uang, pasti bakal bayar ke gue. Gue nggak mau maksa dan bikin mereka tersinggung waktu gue tagih dan ternyata mereka belum punya uang."

Yaya membuang napas kecil. Ia melirik sekilas buku catatan piutang milik Mark. Ada banyak daftar orang di sana, nama Yaya saja berada di urutan 66. Yang memiliki utang pada Mark banyak sekali. Mulai dari anak kelas (Lala, Lucas, Yangyang dan Winwin), yang seangkatan sampai kakak kelas. Beberapa lagi merupakan tetangganya.

Yaya menatap Mark dengan senyuman tipis. "Mark, lo tuh terlalu baik tau nggak?"

"Hm?"

"Lo itu terlalu baik. Sadar nggak, sih?" ulang Yaya. "Kalau mereka punya utang, harusnya lo tagih. Jangan bikin mereka seenaknya. Bagus kalau ternyata orang itu tau diri, kalau tau-tau mereka kabur gimana?"

Mark menaikkan kedua alisnya. "Gue yakin mereka pasti punya alasan masuk akal yang bisa gue mengerti saat mereka memutuskan buat kabur dari utang yang mereka punya. Dan gue percaya, suatu saat, mereka bakal balik lagi."

Yaya memutar bola matanya dengan jengah. "Semua orang di dunia ini nggak sebaik seperti yang lo pikirin, Mark."

"Selama gue percaya itu, kenapa nggak terjadi?" tanya Mark seraya menatap Yaya tepat di mana. "Nggak ada yang mustahil di dunia ini, Yaya."

"Oke." Yaya mengangkat kedua tangannya. "Gue nyerah, deh."

"Gue tuh raja debat. Jangan nantangin makanya."

Saat Mark tersenyum penuh kemenangan, di situ Yaya semakin tenggelam dalam pesonanya.

***

Btw, aku mau nanya aja nih

Kalian lebih suka aku up satu-satu tiap hari atau tiap hari tuh bejibun tapi hari-hari selanjutnya nggak up-up kayak ditelen bumi?

Terimakasih,,,,,

11 IPA 4 • NCT 127 X WAYVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang