Part 84

21.3K 2.8K 68
                                    

Pagi~

_______

Entah sudah berapa lama, Haechan akhirnya terbangun dan terkejut dengan keberadaan tiga beruang kecil Mark didekatnya.

Ia bergerak sepelan mungkin untuk bangkit, namun sebuah tangan besar melingkar di pinggangnya. Wajahnya seketika memanas, dan jantungnya berdebar kencang.

Ini adalah ke sekian kalinya ia gugup dan malu didekat Mark, apalagi sekarang pria itu memeluknya. Rasanya Haechan ingin menangis dan pulang ke rumah saja, ia tidak tahan jika Mark berperilaku manis seperti ini.

Bisa-bisa ia malah semakin menyukainya dan tidak bisa melepasnya. Haahh... Benar-benar berat.

Dengan perlahan ia melepaskan pelukan Mark di pinggangnya, dan memindahkan Chenle ke dekat Jisung lalu mengecup kening si kembar dengan lembut. Jisung mengerang kecil, dan menelusupkan wajahnya di dada sang ayah.

Haechan tersenyum lembut dan memunguti barang-barang keempat orang yang masih tertidur itu dan meletakkannya dengan rapi di sofa. Setelah itu, ia mencuci muka dan keluar dari kamar menuju dapur di lantai satu.

Ini adalah kebiasaan lamanya saat masih menjadi pengasuh ketiga putra Mark, menyiapkan makan malam untuk mereka setelah tidur siang.

"Haechan-ssi, kami senang kau kembali. Rumah ini benar-benar sepi saat kau tidak ada disini..." ujar seorang pelayan yang usianya tak jauh dari Haechan, dia tersenyum lebar dan sangat bersemangat saat mendekati pemuda itu.

Haechan tersenyum, "aku disini untuk menemani Mark hyung saja, besok mungkin aku tidak akan datang..."

Wajah gadis pelayan itu menjadi sendu, "kenapa tidak?? Datang saja... Tuan kecil selalu merindukanmu dan mengeluh karena mereka tidak bisa bersamamu setiap hari.." ujarnya.

Haechan hanya tersenyum mendengarnya, ia juga ingin bersama anak-anak itu tapi dia tidak berhak. Memangnya dia itu siapa sampai bisa datang setiap hari untuk menemani mereka? Bisa datang hari ini saja sangat berat untuknya, ia takut orang-orang di mansion ini akan memandangnya dengan aneh jika dia lancang seperti itu.

Namun, nyatanya mereka merindukan Haechan juga. Pasalnya, saat ada Haechan di mansion besar ini suasana menjadi sangat hidup dan ada banyak suara tawa dari ketiga tuan kecil mereka. Saat Haechan mengundurkan diri dan tidak pernah datang lagi, mansion ini benar-benar sepi.

Hanya ada keluhan dan teriakan kesal ketiga anak-anak itu, membuat seluruh mansion tampak suram. Para pelayan juga tidak bisa berbuat banyak, mereka tidak bisa melakukan apa yang Haechan selalu lakukan pada ketiga tuan kecil mereka. Pasalnya ketiganya sangat sulit didekati jika itu bukan Haechan.

Saat meminta mereka makan pun butuh banyak usaha bagi mereka untuk membujuk ketiganya, jadi kehadiran Haechan benar-benar sesuatu yang mereka rindukan sekarang.

"Jamie, aku tidak bisa melakukannya. Aku bukan lagi pengasuh mereka, hanya teman. Tidak lebih." jelas Haechan, suaranya sangat lembut. Namun jelas, hatinya tidak rela saat mengatakan hal itu. "Aku tidak bisa datang seenaknya..."

Jamie, gadis pelayan itu berdecak kesal. "Kau hanya teman, lalu wanita aneh yang selalu memerintahkan itu siapa?! Dia hanya gelandangan yang menumpang tapi bersikap seenaknya! Dia jelas lebih tidak berhak untuk berada disini daripada kau!" bibirnya membentuk kerucut saat ia mengutarakan kekesalannya.

"Jamie..." Haechan mengingatkan gadis itu untuk tidak berbicara sembarangan.

"Tapi itu benar! Semua pelayan disini tidak menyukainya kok! Jika kau tidak percaya maka tanya saja Yujin!" Jamie membalasnya.

"Kau tidak perlu mengatakan hal-hal buruk mengenai seseorang yang tidak kau sukai begitu saja, atau perkataanmu akan menjadi bumerang bagi dirinu sendiri..." jelas Haechan. "Jika kau benci seseorang, maka cukup dirimu sendiri yang tahu itu. Kau tidak perlu mengungkapkannya pada orang lain."

Jamie memandang Haechan yang tengah sibuk memasak dengan rumit, ia juga membantunya dengan beberapa hal kecil. "Kau itu terlalu baik Haechan-ah, sudah jelas kau pernah diperlakukan buruk oleh wanita itu tapi kau masih saja membelanya!"

"Jika aku jadi kau, aku mungkin sudah menjambak rambut menyebalkan miliknya hingga botak!" sambung Jamie.

Haechan dan Jamie tertawa setelahnya, mereka lalu kembali berbincang hingga makan malam siap di sajikan. Seperti sebelumnya, Haechan hanya membuat beberapa hidangan rumahan untuk porsi lima orang.

Sederhana, namun memiliki rasa yang luar biasa. Itu yang selalu dikatakan Chenle saat mereka makan makanan buatan dirinya.

Ia melihat kearah tangga, namun tidak ada tanda keempat orang itu sudah bangun. Jadi ia melepas apron dan berjalan menuju kamar Mark untuk membangunkan mereka.

Ia membuka pintu dan menyalakan lampu kamar, lalu berjalan menuju empat orang yang masih terlelap.

"Hyung... Mark hyung, bangunlah. Saatnya makan malam..." Haechan menepuk pelan pipi yang lebih tua. Mark mengerutkan keningnya dan duduk bersandar di kepala ranjang.

Matanya masih terpejam, membuat Haechan menghela nafas. "Kau bisa melanjutkan tidurmu setelah makan malam, sekarang mandi dulu dan ganti pakaianmu. Nanti makanannya akan menjadi dingin..."

Melihat Mark mengangguk, ia lalu membangunkan ketiga beruang kecil Mark. Jeno sudah bangun dan bersandar di tubuh ayahnya, sementara Chenle berbaring terlentang seperti bintang laut dengan mata masih terpejam.

Jisung lebih sulit untuk dibangunkan, Haechan harus berusaha lebih keras untuk membangunkannya. Akhirnya si bungsu mau bangun, tapi dia masih memeluk sang ayah tanpa bergerak.

Melihat pemandangan didepannya, Haechan kembali menghela nafas. Sifat ayah menurun pada anak-anaknya, hal ini memang ada benarnya. Buktinya pasangan ayah-anak didepannya benar-benar mirip, sama-sama sulit dibangunkan.

"Kalian ingin makan malam atau tidak? Jika tidak, aku akan memberikannya pada pelayan agar mereka menghabiskannya--"

"Mauu!!!" seru ketiganya menyela ucapan Haechan, namun penampilan mengantuk mereka tidak menunjukkan bahwa keempatnya akan bergerak.

Haechan tersenyum lembut, "kalau kalian mau, ayo bersihkan diri kalian lalu turun ke ruang makan. Sebelum aku memberikan semua makanannya pada pelayan." setelahnya ia berjalan pergi meninggalkan kamar Mark untuk kembali ke ruang makan.

Dengan enggan keempatnya bergerak dan menuju kamar mandi secara bergantian dan mengganti pakaian mereka dengan pakaian santai.

Suara gaduh dari tangga menggema di seluruh ruangan, Haechan yang tengah menata makanan di meja melirik mereka sambil tersenyum.

"Kupikir kalian tidak mau makan..." Haechan bercanda.

"Tentu saja kami mau!!" jawab keempatnya bersamaan.

Haechan tertawa mendengar jawaban mereka, membuat beberapa pelayan juga ikut tersenyum melihat interaksi mereka.

Inilah yang disebut rumah. Tampak hangat, dengan suara tawa bahagia dari anak-anak, dan memiliki waktu bersama untuk setiap anggota keluarga.

Setelah sekian lama mansion ini tampak seperti rumah besar tanpa sinar matahari, sekarang tampaknya matahari itu telah datang untuk mereka.

________

To be continued

Aw aw pemili~ pemili~ ini sepeda baru ku~ /canda

Udah gitu aja, see you

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang