Part 68

22.4K 2.9K 342
                                    

Mengandung adegan bawank bombay yang garing

_________

Mark tidak terlalu memperhatikan jalan, pikirannya sedang melayang entah kemana. Ketika tiba-tiba dirinya terpikir mengenai Haechan. Hati kecilnya merasakan kerinduan pada pemuda manis yang pernah ia tampar itu.

Ia mengaktifkan airpods Bluetooth dan menelpon pemuda itu, dia ingin mengatakan sesuatu padanya.

"Halo?" suara Haechan terdengar ragu.

Mark tersenyum miris, tentunya dia masih membencinya atas apa yang ia lakukan dulu bukan?

"Haechan..." gumam Mark.

Pihak lain terdiam dan tidak menjawabnya, membiarkan Mark menyelesaikan perkataannya.

"Aku ingin minta maaf, aku telah menamparmu saat itu... Kau pasti sangat kesal atas apa yang kulakukan. Aku benar-benar minta maaf... Kau bisa melakukan apapun untuk menghukumku sebagai gantinya, aku-" sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, ada seorang anak yang tiba-tiba menyeberang dan membuat Mark terkejut.

Secara spontan ia membanting stir kemudinya, yang membuat mobilnya kehilangan kendali dan terpental cukup jauh hingga akhirnya berhenti setelah menabrak bahu jalan. Mobilnya terguling, dan Mark terluka parah.

Di seberang panggilan, Haechan mengernyit karena mendengar suara-suara aneh dari sisi Mark. Juga, kenapa dia tidak melanjutkan perkataannya?

Kepala Mark dipenuhi darah, sementara teleponnya masih tersambung. Kakinya juga terhimpit badan mobil, tangannya masih memegang kemudi dan tatapannya kosong.

"Mark... Hyung?" panggil Haechan dengan ragu.

"Haechan... Jika... Jika... A-aku.. Mati... Tolong rawat... Ketiga putraku... Tolong..." kesadaran Mark semakin menipis, pandangannya menjadi semakin buram. "A-aku... Benar... Benar... Minta ma-af..." suaranya benar-benar melemah dan hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran Mark.

"Hyung?? Hyung!! Mark hyung apa yang terjadi??" Haechan terus bertanya, namun sekeras apapun ia bertanya tidak ada jawaban dari pihak Mark.

Ia lalu memutuskan panggilan, sedikit bingung kenapa Mark menelponnya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang terjadi, tapi apa itu?

Disisi lain, polisi langsung ke TKP setelah mendapat laporan kecelakaan dari masyarakat setempat yang melihat.

Disana, mobil bentley hitam yang Mark kemudikan benar-benar hancur membuat si pengemudi mengalami luka berat. Para petugas medis berusaha mengeluarkan tubuhnya dan langsung membawa Mark dengan ambulans menuju rumah sakit terdekat untuk pertolongan.

Saat polisi memeriksa tempat kejadian dan menanyakan apa yang terjadi sebelumnya, mereka menemukan ponsel Mark. Catatan panggilan menunjukkan bahwa orang terakhir yang dia hubungi adalah orang bernama Lee Haechan.

"Mungkin itu orang terdekatnya." terka seorang petugas.

Yang lain mengangguk setuju, "kabari pihak keluarga mengenai kecelakaan ini."

Petugas itu lalu menelpon nomor orang tua Mark, namun tidak ada jawaban. Tak menyerah, mereka menelpon nomor Taeyong dan Jaehyun juga karena keempat orang itu ditandai sebagai kontak favorit. Yang menunjukkan bahwa keempatnya adalah orang terdekat korban.

Sayangnya, keempat orang itu tidak menjawab panggilannya. Akhirnya, mereka mencoba nomor yang baru saja dihubungi Mark sebelum kecelakaan. Dan panggilan itu tersambung.

"Mark hyung?" ujar suara dari seberang panggilan.

"Halo, selamat siang. Saya Kevin Moon dari kepolisian Seoul, ingin memberitahukan sesuatu pada anda Haechan-ssi." ujar petugas itu.

"A-ada apa? Apa yang terjadi pada Mark hyung?" seketika hati Haechan menegang mendengar suara polisi dari ponsel Mark.

"Saudara Mark Lee telah mengalami kecelakaan tunggal di JL. St. Maria nomor 932 dan terluka serius. Sekarang dia telah dibawa ke rumah sakit St. Maria..."

Pikiran Haechan menjadi kosong, ia tidak lagi mendengarkan ucapan petugas polisi itu. Ingatannya melayang ke beberapa menit yang lalu saat mereka melakukan panggilan. Dia lalu ingat kata-kata yang terakhir Mark katakan, jika dia mati dia ingin Haechan merawat ketiga putranya.

"....tidak mungkin..." gumam Haechan. "Tuan, anda pasti salah orang kan?! Mark hyung tidak kecelakaan! Dia baru saja menghubungiku beberapa saat lalu!!" air matanya tumpah, ia benar-benar shock.

"Haechan-ssi, ini adalah kebenarannya. Kami sudah mengidentifikasi barang-barang dan identitas korban dengan kartu identitasnya, kami turut bersedih atas kemalangan ini.." jelas petugas polisi itu, setelah mengatakan beberapa kata lagi dia menutup panggilan.

Haechan yang tadinya akan pulang, langsung jatuh terduduk di kelasnya. Air matanya sudah membasahi kedua pipinya, pandangannya kosong.

Ia memang kecewa dengan perilaku Mark, perkataannya juga menyakiti hatinya. Tapi dia tidak ingin Mark mengalami musibah seperti ini, dia benar-benar tidak siap.

Jadi... Panggilan tadi adalah terakhir kali mereka berbicara lagi?

Dia tidak mau, dia masih ingin mendengar permintaan maaf Mark secara langsung. Dia masih ingin melihat senyumnya, wajahnya dan merasakan kehangatan tubuhnya.

Dia... Masih mencintai Mark.

Haechan tidak ingin kehilangan Mark. Dia berjuang untuk berdiri dan berlari dengan air mata yang mengalir menuju trotoar dan menghentikan taksi yang lewat.

Setelah mengatakan alamat yang dituju, ia menyatukan kedua tangannya dan berdoa dalam hati.

"Ya tuhan, kumohon jangan ambil dia dariku... Aku benar-benar mencintainya meskipun dia sudah menyakitiku. Tuhan... Kumohon tolong jangan pisahkan kami..."

"Sepertinya kau terburu-buru sekali nak.." ujar sopir taksi itu.

Haechan mengusap air matanya dan mencoba tersenyum. "Salah satu temanku mengalami kecelakaan, aku benar-benar khawatir..."

"Begitu rupanya, kalau begitu aku akan mengebut untukmu." balas sopir itu, ia menginjak pedal gas dan mempercepat taksi.

Hanya dengan lima belas menit, dia bisa sampai ditempat tujuan. Haechan sangat berterimakasih pada pengemudi itu, lalu memberikan ongkos taksi dan pergi menuju loby rumah sakit.

Disana, ada beberapa orang yang berlalu lalang dan tampak sibuk. Ia langsung berjalan cepat menuju meja depan.

"Suster, atas nama pasien Mark Lee. Apakah ada?" tanya Haechan dengan khawatir.

Suster wanita itu lalu melihat komputer didepannya dan mengangguk, "pasien Mark Lee berada di ruang operasi nomor tiga, di lorong kanan." dia menunjuk kearah yang dimaksud.

Haechan tersenyum dan mengucapkan terimakasih, lalu bergegas menuju ruang operasi yang dimaksud. Dia berhenti didepannya, dengan nafas tersenggal-senggal.

Dia bisa melihat melalui jendela kecil, orang yang selalu tersenyum dan terkadang bodoh itu sekarang tidak berdaya dengan darah di tubuhnya.

Wajahnya tampak pucat dan bernyawa, bahkan ritme jantungnya juga melemah.

Haechan lemas, ia bersandar di tembok dekat pintu dan kembali menangis. Tangannya diletakkan didada dan menangis dalam diam.

Sekarang, ia benar-benar takut akan ditinggalkan lagi.

"Tuhan, tolong jangan biarkan dia pergi..."

__________

To be continued

Maaf ya garink heu:(


[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang