Part 102

20.3K 2.3K 103
                                    

Yang nanyain Mina kemana, dia lagi ku simpen buat di spin off hehe

_________

Suasana ruang tamu menjadi lebih serius, baik orang tua Mark ataupun orang tua Haechan menganggap pertemuan ini sangat penting. Mark yang awalnya tidak gugup, menjadi gugup sekarang.

Memang, aura yang dikeluarkan ayah Huang tidak sebesar dan seagung ayahnya. Malahan, pria yang sudah menginjak usia kepala lima tersenyum hangat pada mereka.

Tapi, itu lebih membuatnya gugup daripada ketika berbicara dengan ayahnya yang tengah marah.

"Ekhem! Tuan Huang, perkenalkan. Namaku Lee Minhyung, tapi aku lebih sering dipanggil dengan nama baptis ku yaitu Mark. Aku, ditemani kedua orang tuaku bermaksud untuk melamar putramu Lee Haechan, sekaligus meminta maaf atas kebodohan yang kulakukan beberapa waktu lalu hingga membuat putramu kecewa padaku." Jelas Mark dengan suara yang penuh keyakinan dan kesungguhan, matanya menatap langsung mata tuan Huang yang duduk di seberangnya.

Tuan Huang tersenyum, lalu menjawab. "Aku memaafkan kesalahanmu, tapi aku tidak akan begitu mudah untuk percaya dan memberikan putraku padamu begitu saja. Haechan memang putra tiriku, tapi aku menganggapnya sebagai putra kandungku dan memberikan kasih sayang seperti yang kuberikan pada Renjun. Apa yang membuatmu yakin kau bisa menjaga putraku dan tidak melukainya lagi?"

Jaemin yang duduk di meja pantry hanya tersenyum tipis, dari luar memang ayah Huang terlihat baik dan mudah didekati. Tapi nyatanya, sangat sulit untuk mendapatkan izin darinya.

Ia saja harus berusaha keras untuk meyakinkan calon ayah mertuanya itu saat ingin mendapatkan Renjun. Senang sekali rasanya mendengar ayah mertuanya itu menanyakan hal yang sama pada Mark, dan  Jaemin menunggu jawaban yang akan Mark berikan.

Tentunya, itu harus memuaskan. Kalau tidak, lupakan saja niatnya untuk menikahi adik ipar menggemaskannya itu.

Mark menghela napas panjang, menetralkan kegugupannya dan menjawab. "Aku yakin aku pasti bisa menjaganya, memberikan apa yang ia butuhkan. Kasih sayang, cinta, harta, kehangatan dan perhatian. Aku akan memberikan semuanya untuk Haechan. Aku sadar aku menyukainya, ah tidak. Aku mencintainya. Bahkan, saat aku bersama mendiang istriku dulu aku tidak pernah merasakan hal yang kurasakan sekarang saat bersama Haechan."

"Bukannya aku menganggap mendiang istriku sepele, tapi aku memang baru merasakan perasaan ini saat bersama Haechan. Awalnya, aku tidak pernah berniat untuk menikah kembali. Kupikir, aku saja sudah cukup untuk ketiga putraku dan mereka tidak membutuhkan sosok ibu lain. Tapi nyatanya? Mereka bahkan sangat dengan Haechan, mereka tidak pernah mau lepas darinya. Bahkan kurasa mereka lebih menyayangi Haechan daripada aku ayahnya sendiri." Mark sedikit terkekeh saat mengingat kembali tingkah manja ketiga putranya saat bersama Haechan.

"Aku tidak pernah melihat mereka bertiga seceria itu, bahkan putra sulungku yang selama ini tidak peduli pada orang lain dan bersikap acuh, berubah menjadi anak yang menggemaskan saat bersamanya. Adanya Haechan dalam hidupku dan ketiga putraku membawa angin segar di musim semi disaat kami merasa hidup kami kekurangan. Sebanyak apapun harta yang kumiliki, itu tidak sebanding dengan kebahagiaan ketiga malaikat kecilku. Jika anda ingin aku melukai diriku sendiri demi bisa mendapatkan izin untuk menikahi Haechan, maka aku pasti akan melakukannya."

Donghae dan Yoona tertegun dengan ucapan Mark, seistimewa itukah Haechan untuk keluarga kecil putranya? Sampai Mark rela menukar apapun demi bisa menikahi Haechan.

Ah, rasanya mereka lega karena Mark tidak salah pilih. Karena Yoona juga ingin memiliki putra seperti Haechan.

Selama pembicaraan itu, baik Yoona dan Donghae tidak ikut membantu Mark untuk berbicara. Mereka membiarkan Mark untuk berusaha sendiri demi mendapatkan apa yang menjadi keinginannya.

Mereka hanya akan berbicara saat dibutuhkan saja.

"Mark, kau tidak perlu menyakiti dirimu untuk mendapatkan Haechan. Kau hanya perlu mencintainya dengan tulus dan perlakukan dia selayaknya seorang suami yang selalu menjaga istrinya. Kami bisa menyerahkan Haechan, jika kau benar-benar bisa menjaga putra kami dengan baik." Ujar ibu Lee dengan nada lembut, dia menggenggam tangan suaminya dan menatap Mark dengan hangat.

Tatapan itu, sama dengan yang dimiliki Haechan ketika menatap ketiga putranya. Mark sedikit tertegun sesaat, sebelum akhirnya sadar.

"Kami pasti akan menjaga mommy Haechan dengan baik!! Papa sangat mencintai mommy, kami juga menyayangi mommy. Sangat menyayanginya. Bibi bisa yakin pada kami, bahwa kami akan menjaga mommy dengan baik. Jika papa melukai mommy, maka kami sendiri yang akan menghukumnya!!" Ujar Jeno tiba-tiba, dia berdiri disamping Haechan dan dua adiknya dibelakang ibu Lee.

Semua orang langsung menoleh dan tertawa gemas mendengar ucapan penuh tekadnya, bahkan Chenle dan Jisung yang berdiri di samping tubuh Haechan menunjukkan ekspresi serupa. Ah, jangan lupakan tangan kecil mereka yang memeluk pinggang pemuda manis itu.

Haechan hanya tersenyum dan mengusap rambut mereka berdua dengan lembut.

"Benarkah? Kalian akan menjaga mommy kalian dengan baik?" Tanya ayah Huang main-main.

Jisung mengangguk cepat hingga membuat rambutnya bergerak-gerak, "huum!! Kami akan belajar beladiri dari uncle Winwin, jadi jika papa berani menyakiti mommy kami akan memukulnya!!"

Sekali lagi, semua orang dewasa yang ada di sana tertawa mendengar ucapan polosnya.

"Bersama mommy Haechan itu menyenangkan! Kami diajarkan banyak hal. Mulai dari bagaimana kami harus bersyukur, bersikap sopan pada orang lain, tidak mengeluh dengan keadaan dan masih banyak lagi. Mommy juga selalu membuatkan makanan yang lezat setiap saat, dan selalu menjadi teman bercerita kami saat merasa kesal atau bingung. Mommy bahkan memberikan saran untuk masalah yang kami miliki. Kami tidak ingin jauh dari mommy." Chenle menjelaskan. Dia benar-benar tidak rela jika harus terpisah dari Haechan, bukan hanya dirinya tapi kakak dan adiknya juga. Bahkan ayahnya.

Semuanya terdiam, merasa salut dengan jawaban yang diberikan si kecil. Bahkan Mark sedikit terharu dengan putranya yang biasa berkata pedas kini menjadi lebih dewasa.

Ah, rasanya sudah terlalu lama ia tidak memperhatikan mereka. Sekarang, ketiga putranya sudah tumbuh dan bisa berpikir lebih baik darinya. Mark bangga pada mereka.

"Haechan adalah matahari bagi kami, pusat kebahagiaan kami, dan rumah bagi kami." Sahut Mark sambil tersenyum teduh sambil menatap Haechan yang tersipu ditempatnya.

Pemuda manis itu hanya menunduk dan tersenyum kecil, enggan menatap Mark. Ia terlalu malu untuk melihatnya.

'Ah, menggemaskan.'

To be continued

____________

Ambyar aku nulisnya oemji:')

Dahlah jumpa lagi nanti

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang