Part 20

43.2K 5.6K 214
                                    

Haechan tidak tidur, ia masih memikirkan pernyataan yang Mark lontarkan tadi. Ia merasa resah tapi juga bingung, apa yang harus ia lakukan? Mengatakannya pada Mamanya? Haechan belum siap meskipun keluarga mereka menerima pasangan sesama jenis, bahkan Renjun kakaknya pun sudah memiliki kekasih. Na Jaemin, teman satu fakultasnya.

Ia takut untuk memiliki komitmen, meski ia terkadang tergoda untuk memiliki hubungan dengan seseorang yang dia sukai. Tapi ia ingat apa yang ayahnya lakukan terhadap ia dan ibunya, ia takut hal itu terjadi padanya nanti. Ia tak ingin mengecewakan semua orang, terutama ketiga anak itu. Karena Haechan sangat menyayangi mereka.

Haechan menghela nafas panjang, dan tak lama ada panggilan masuk dari kakaknya.

"Yeobosseyo?" Ujar Haechan setelah menerima panggilan.

"Hyuck-ah, baba dan mama tidak akan pulang sampai lusa. Aku juga ada acara berkemah di luar kota, ini adalah acara departemenku jadi aku tidak akan pulang. Apa tidak masalah jika kau tinggal sendiri? Jika kau keberatan maka ajaklah Seungmin atau Felix menginap, oke?" Jelas Renjun diseberang panggilan.

"Kapan kau akan pulang?" Tanya Haechan, sebenarnya ia sedih karena harus tinggal sendiri tapi mau bagaimana lagi? Semua anggota keluarganya memiliki kepentingan masing-masing, ia tidak bisa egois dan bertingkah seperti anak kecil.

"Mungkin..tiga hari lagi, apa kau punya masalah Hyuck?" Jawab Renjun, ia sedikit heran tumben sekali pemuda gembul itu hanya diam. Biasanya dia akan mengoceh dan berakhir dengan berdebat dengannya.

"Tidak ada..." Haechan menjawab dengan lesu, ia menopang pipinya dengan tangan kanan. "Renjun..."

"Hmm.." Renjun tahu, jika Haechan sedang dalam mode manja maka anak itu pasti tengah bingung atau panik.

"Seseorang melamarku..." Jelas Haechan.

Dari seberang panggilan, terdengar Renjun terbatuk-batuk karena tersedak air minumnya sendiri. "Apa?! Siapa?!"

"Bosku...kau ingat? Aku melamar pekerjaan dan menjadi seorang pengasuh anak...dialah yang melamarku.." jelas Haechan, bibirnya mengerucut dan tampak seperti buah plum yang sudah matang.

"Bosmu? Apa itu seorang wanita tua berumur 50 an? Saranku adalah jangan terima meskipun dia memiliki harta yang banyak, nanti kau terlihat seperti seorang sugar baby untuknya." Renjun berkomentar.

"Bukan!! Bosku itu masih muda, tapi..." Haechan membantah komentar Renjun dan menggantung ucapannya.

"Tapi apa?" Tanya Renjun penasaran.

"Dia... laki-laki.." jawab Haechan hampir berbisik.

Renjun diseberang panggilan terdiam, ia tahu kenapa Haechan ragu. Bukan karena masalah gender, anak itu hanya trauma dengan apa yang pernah terjadi padanya dan ibunya. Renjun menghela nafasnya panjang.

"Hyuck, dengarkan aku. Aku tahu mungkin sulit bagimu untuk menerima sebuah hubungan, apalagi orang yang melamarmu memiliki niat untuk maju ke jenjang yang lebih serius seperti pernikahan. Tapi, coba kau tanyakan pada dirimu sendiri apa yang kau rasakan saat bersama orang itu. Jangan egois, belajarlah untuk melupakan masa lalu dan gunakan itu untuk belajar dimasa depan. Hanya karena orang tua kandungmu gagal dalam hubungan mereka, dan kau menyerah dengan hubunganmu yang bahkan belum ka Bangun? Percayalah pada hatimu, ikuti apa yang diucapkannya maka kau akan baik-baik saja.." jelas Renjun, entah keberapa kalinya ia menjelaskan mengenai hubungan pada Haechan.

"... baiklah, akan aku pikirkan. Terimakasih Njun..." Balas Haechan.

"Kututup teleponnya, jangan lupakan kata-kataku tadi! Dan jaga dirimu baik-baik!" Ujar Renjun, setelah itu ia menutup teleponnya.

Haechan kembali merenung, apakah ia harus melakukan apa yang Renjun katakan? Haruskah ia melepaskan diri dari bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya? Ia kembali disadarkan oleh suara dentingan dari jam besar yang ada di mansion itu.

"Ah? Pukul berapa ini?" Ia melihat layar ponselnya dan langsung terperanjat ketika melihat waktu yang tertera di sana. "Aku terlambat!!"

Ia segera bangkit dan berjalan cepat menuju dapur untuk membuat makan malam. Ya, semenjak ketiga anak itu mencoba masakannya mereka tak ingin makan apapun jika itu bukan Haechan yang buat. Jadi dengan berat hati Mark memintanya untuk menjadi koki pribadi mereka, yang diterima dengan senang hati oleh Haechan.

Lagipula ia senang jika ada orang yang menyukai masakannya. Dan itu membuatnya merasa dihargai, jadi ia dengan tulus membuatkan apapun yang mereka minta. Bahkan Mark saja terpesona dengan rasa masakannya, jadilah Haechan yang bertanggung jawab atas makanan di mansion itu.

Haechan mengambil bahan-bahan segar dari lemari es, meletakkan di meja pantry dan mengeluarkan alat-alat memasak yang ia butuhkan.

Malam ini ia akan membuat resep yang diajarkan oleh Renjun padanya dulu, itu adalah makanan Cina dengan rasa yang tidak terlalu kuat dan cocok dimakan oleh semua orang.

Itu adalah mie daging sapi dan pangsit kukus dengan isian udang, favorit ketiga anak itu. Haechan mengganti beberapa bahan yang harusnya digunakan untuk membuat mie dengan sayuran agar lebih sehat, ia lalu membuat adonan mie sendiri.

Menguleninya, mencetak, lalu merebusnya. Semua proses ia lakukan sendiri, setelah selesai dengan mie ia membuat isian pangsit. Itu adalah udang giling yang sudah dibeli oleh pelayan, ia membersihkannya terlebih dahulu lalu mencampurnya dengan adonan. Setelah selesai membuat isian, sambil menunggu mie mendidih ia mengisinya kedalam kulit pangsit.

Dengan cepat, satu mangkuk isian pangsit habis dalam beberapa menit dan saat itulah mie mulai mendidih. Ia mengangkatnya dan meniriskannya kedalam wadah kaca, mie itu tampak bening dan kenyal membuat siapapun merasa tergoda ketika melihatnya.

Ketika ia akan merebus pangsit kedalam air panas, sepasang tangan kecil memeluk kakinya. Haechan menunduk dan mendapati si sulung Jeno berdiri memeluknya dengan mata yang masih terpejam.

"Jeno, sudah bangun?" Tanya Haechan lembut, ia memasukkan pangsit kedalam panci lalu berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan si kecil.

Jeno mengangguk,"Hyung sedang membuat apa?" Tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Makan malam, sebentar lagi sudah waktunya. Pergilah mandi dan bangunkan adik-adikmu, suruh mereka untuk mandi juga lalu kita makan malam." Ujar Haechan sambil mengelus rambutnya lembut.

Jeno mengangguk lalu pergi meninggalkan dapur dengan mata yang masih setengah terpejam, membuat Haechan terkekeh geli melihat tingkah lakunya. Ia melanjutkan aktivitas memasaknya yang sempat tertunda, menghidangkannya dan meminta pelayan untuk membawanya ke meja makan.

Tugas memasaknya sudah selesai, sekarang tinggal satu tugas lagi. Memanggil Mark untuk makan malam.

Sialan! Ia benar-benar lupa dengan orang itu!!

To be continued
_________

PDF atau buku? Pilih! Yang gak milih DPR!

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang