Part 12

45.7K 6.3K 186
                                    

Seperti janjinya, Haechan mengajak ketiga anak asuhnya untuk bermain di mall. Mereka pergi dengan ceria dan penuh semangat, terutama Jisung yang sedari tadi menempel pada pengasuh barunya itu.

Ia bahkan tidak ingin turun dari gendongan pengasuhnya, dan memeluk leher orang yang lebih tua. Haechan hanya pasrah dan terus menggendong Jisung, sementara tangan kanannya memegang tangan Chenle. Jeno berjalan di sisi kirinya.

"Apa kalian ingin sesuatu?" tanya Haechan.

"Buku! Jisung ingin buku cerita!!" ujar Jisung semangat.

"Kalau begitu aku juga mau!!" Chenle menimpali.

"Jeno, bagaimana denganmu?" tanya Haechan pada si sulung.

"Apapun itu boleh, lagipula aku tidak punya keinginan khusus." jawab Jeno apa adanya.

Haechan mengangguk paham, ia lalu membawa mereka bertiga menuju toko buku langganannya.

Saat didepan toko buku, Jisung meronta ingin turun. Dan Haechan menurunkannya, ia menghela nafas lega. Akhirnya anak itu ingin turun juga, tangannya sudah kebas karena terlalu lama menggendongnya.

"Buku!!" Jisung berteriak dan berlari kedalam toko dengan riang, dua saudaranya juga ikut masuk dan mengejar Jisung.

Haechan kewalahan menghadapi mereka, pasalnya mereka membuat keributan dan semua orang yang ada ditoko menatapnya. Ia menjadi malu karena hal itu. Setelah meminta maaf, ia pergi menghampiri tiga anak yang sedang menatap rak buku penuh dengan buku cerita berbagai macam warna.

"Buku apa yang kalian inginkan?" tanya Haechan.

"Itu! Itu!! Buku biru dengan bintang-bintang!!" Chenle menunjuk kearah sebuah buku yang terletak dirak paling atas.

"Jeno ingin ini." si sulung menunjukkan sebuah buku bersampul cokelat yang bertuliskan <Peter pan> pada Haechan.

Haechan mengangguk, ia mengambilkan buku yang di inginkan Chenle lalu menatap Jisung. "Apa yang Jisung mau?"

"Jisung ingin itu!" si kecil menunjuk sebuah buku komik <crayon shinchan> dengan semangat.

"Baiklah, ini. Nah, sekarang ayo kita ke kasir dan bayar bukunya." ujar Haechan setelah memberikan buku yang diinginkan Jisung.

Ketiga anak itu mengangguk paham, lalu berjalan mendahului Haechan sambil berbicara tentang buku yang mereka punya dan seberapa bagusnya itu. Tiba-tiba ponsel Haechan bergetar, ia menatap layar ponselnya dan menemukan bahwa yang menelepon adalah majikannya. Ia tanpa ragu langsung menjawab.

"Halo, tuan?"

"Hyuck, bawa anak-anakku ke kafe milik Taeyong hyung. Alamatnya akan kukirim setelah ini."

"Tentu, baik Tuan."

"Ya"

Haechan menyusul tiga anak yang sudah berada di depan meja kasir, mereka berbaris rapi dan tersenyum pada penjaga toko. Membuatnya merasa gemas dengan tingkah ketiganya.

"Maaf membuat kalian menunggu, tadi ayah kalian menelepon." ujar Haechan.

"Apa yang papa katakan?" tanya Chenle penasaran.

"Dia memintaku untuk membawa kalian ke kafe milik Taeyong-ssi, aunty kalian." jawab Haechan.

"Pasti dia membawa wanita lagi.." lirih Chenle, raut wajahnya berubah jadi tidak senang.

"Chenle?"

"Eh? Tidak, papa pasti mengajak kita makan siang! Jadi ayo!!" ujar Chenle menutupi ketidak sukaannya.

Mereka mengantri dan setelah membayar buku yang mereka inginkan, Haechan membawa mereka bertiga ke halte bus.

"Mengapa kita kesini hyung?" tanya Jeno penasaran.

"Halte bus? Kenapa kita tidak minta jemput Jeon ahjussi saja?" Chenle menambahkan.

Sementara itu si bungsu hanya menatap sekitarnya dengan penasaran, sebelumnya mereka tak pernah menginjakkan kaki di halte bus seperti sekarang. Karena pasti akan ada yang menjemput mereka, baik itu sang ayah, aunty mereka, ataupun sopir pribadi keluarga mereka.

"Yey!! Naik bus!! Jisung ingin naik bus!!" pekik Jisung penuh semangat, dua saudaranya yang lain menatapnya heran.

Haechan tersenyum, lalu membelai lembut kepala Jeno juga Chenle. "Hyung tahu kalian tidak pernah naik bus sebelumnya, karena itu hyung mengajak kalian kesini untuk menaiki bus."

"Kenapa?" tanya Jeno. Alisnya mengernyit bingung.

"Agar kalian mengerti apa yang dirasakan semua orang saat menaiki kendaraan umum, belajar bersosialisasi dengan orang lain, dan menikmati pemandangan selama perjalanan." jawab Haechan.

Jeno dan Chenle mengangguk paham, lalu mulai memperhatikan sekeliling mereka dengan antusias. Sementara Haechan melihat ponselnya sambil memegang tangan Jisung untuk melihat alamat yang diberikan Mark padanya.

Ia menyimpan kembali ponselnya kedalam tas, lalu memanggil Jeno dan Chenle untuk mendekat.

"Ada apa hyung?" tanya Chenle yang diangguki sang kakak.

"Bus yang akan kita tumpangi akan tiba sebentar lagi, jadi tunggu disini dan bersikap baiklah." jawab Haechan.

Dengan patuh, ketiganya berdiri diam disamping kiri dan kanan Haechan menunggu bis. Setelah lima menit, apa yang diucapkan Haechan terbukti. Bus tiba dan mereka menaiki bis bersama dengan tertib.

Haechan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru bus, untungnya bus sedang memiliki sedikit penumpang jadi ia tidak terlalu kerepotan untuk mengawasi tiga anak itu.

"Ayo duduk di belakang, disana kursinya kosong." ajak Haechan, ia menggendong Jisung dan menuntun Chenle lalu berjalan menuju bangku paling belakang. Jeno mengikutinya sambil sesekali mengucapkan salam pada setiap orang di bus.

Itu adalah hal yang Haechan ajarkan pada mereka, untuk saling menyapa pada semua orang tanpa peduli jika kau mengenal orang tersebut atau tidak. Ia mendidik ketiganya untuk menjadi anak yang sopan dan tahu etika pada orang yang lebih tua.

Haechan tersenyum saat melihat Jeno menerapkan ajarannya, ia sangat senang. Ia lalu mendudukkan Jisung di kursi, meminta dua anak lainnya agar duduk disamping Jisung, dan ia duduk di sebelah mereka.

Jadi posisinya adalah di ujung kiri ada Haechan, lalu Jeno, Chenle dan yang terakhir Jisung.

Setelah semuanya duduk, bus kembali melaju. Ketiga anak yang belum pernah naik bus itu bersorak gembira, membuat penumpang lain merasa gemas. Haechan hanya tersenyum dan mengusap kepala mereka dengan lembut.

Dalam perjalanan itu, Haechan menjadi pemandu untuk mereka. Ia menjelaskan beberapa bangunan yang mereka lewati dan apa fungsinya, juga kadang seperti apa proses pembuatannya.

Hal ini membuat ketiga anak itu memahami hal yang baru tentang dunia, mereka benar-benar menyayangi pengasuh baru mereka sampai ekstrem. Mereka tidak akan membiarkan siapapun melukai ataupun membuat sedih pengasuh mereka.

Bus berhenti di halte berikutnya, Haechan mengajak mereka turun setelah ketiga anak itu mengucapkan 'terima kasih' dan 'selamat tinggal' pada sopir bus tersebut. Sang sopir bus melambai sambil tersenyum pada mereka dan menjawab salam mereka.

Berjalan selama lima menit, mereka akhirnya tiba di kafe yang dimaksud Mark.

"Nah, kita sampai. Ingatlah untuk selalu bersikap baik, oke?" ujar Haechan mengingatkan.

"Ya!!" jawab ketiganya serentak. Haechan tertawa dan membimbing mereka untuk memasuki kafe.

Ketika mereka masuk, hal pertama yang dilihat oleh ketiga anak itu adalah ayah mereka tengah bersama dengan seorang wanita dan terlihat bahagia. Wajah Chenle berubah jelek seketika.

======

To be continued

Apa yang akan dilakukan little Chenle? Apakah sang kakak akan menjadi penengah atau malah mendukung adiknya? Ayo saksikan kelanjutannya hanya di Mom for Us

Bye bye

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang