Part 1

66.2K 6.9K 593
                                    

Setelah selesai mengantar ketiga putranya ke sekolah mereka, Mark kembali ke rumah besarnya dan menjatuhkan diri ke sofa besar di ruang tamu.

Ia menghela nafas berat, ia masih mengantuk karena begadang semalaman untuk memeriksa laporan keuangan bulanan.

"Sudah kubilang, menikahlah lagi. Ketiga putramu itu butuh seorang ibu Mark." Ujar seseorang dari arah dapur.

Mark melirik kakaknya yang memang selalu datang tiba-tiba seperti ini dengan datar. "Aku tidak tertarik."

Orang itu mengangkat sebelah alisnya bingung,"kenapa? Jangan katakan hal yang sama berulang kali! Itu sudah basi!"

Mark hanya mendengus dingin lalu menutup matanya untuk beristirahat sejenak.

"Dimana pengasuh mereka?" Tanya sang kakak.

"Mengundurkan diri." Jawab Mark singkat.

Alis kakaknya terangkat lagi,"again huh?"

Mark berdeham sebagai respon.

"Apa aku harus membantu mencarikannya untukmu?" Tawar sang kakak.

"Jika kau tidak keberatan Hyung.." jawab Mark sambil memijat keningnya yang terasa pusing.

"Tidurlah, biar aku yang menjemput tiga beruang kembarmu." Ujar sang kakak yang merasa kasihan pada adiknya.

"Terima kasih Taeyong Hyung.." Mark meluruskan kakinya dan langsung tertidur di sofa.

Taeyong hanya menggeleng memaklumi, adiknya pasti dibuat pusing dengan kelakuan nakal dari tiga putranya. Sebenarnya hanya si kembar yang nakal, tapi karena Jeno tak pernah melarang dua adiknya itu ia juga memasukkan Jeno kedalam daftar hitam anak nakal miliknya.

Yahh walaupun begitu mereka tetaplah keponakan tersayangnya. Ia tak tega jika harus menghukum mereka terlalu berat. Jangankan menghukum, memarahi saja ia selalu tak tega. Ia selalu dibuat luluh oleh keimutan mereka.

Tak lama waktu berlalu, sudah saatnya ia menjemput tiga keponakan kecilnya. Taeyong beranjak dari duduknya dan menuju garasi tempat mobil Rolls-Royce phantom hitam miliknya terparkir.

=====

Disisi lain, di perumahan kalangan menengah kebawah disebuah rumah kecil dengan pagar kayu yang sudah lapuk beberapa orang bertubuh kekar berdiri di pintu masuk sambil mengetuk pintu dengan kasar.

Tokk tokk tokk...

"BUKA PINTUNYA!! HEI SIALAN!! CEPAT BAYAR UTANGMU!!" seru mereka membuat keributan.

Didalam rumah, seorang pria paruh baya dengan cemas bersembunyi dibalik pintu.

'aku harus membayarnya, tapi bagaimana? Aku bahkan sudah kehabisan uang!!'

Diluar, orang bertubuh besar itu masih terus mengetuk pintu dengan keras dan bahkan menendangnya. Membuat pria paruh baya itu semakin cemas.

'berpikirlah... berpikir...ah! Haechan!! Ya,dia pasti punya uang!!'

Ia cepat-cepat mengambil telepon genggamnya dan mendial nomor telepon sang anak. Setelah sambungan terhubung ia langsung memanggil nama putranya.

"Haechan!!"

"Ayah? Ada apa?" Tanya orang diseberang panggilan.

"Ayah ingin meminjam uang darimu, sekarang. Orang-orang itu ingin membunuh ayah jika ayah tidak membayarnya sekarang juga, Haechan tolonglah...ayah akan menggantinya setelah ayah memiliki uang.." bujuk pria paruh baya itu dengan nada yang dibuat-buat.

Hening sejenak diseberang panggilan,"berapa banyak?"

"Satu juta won, hanya satu juta!!"

Haechan diseberang panggilan "...." Apa ayahnya sudah gila? Darimana dia memiliki uang sebanyak itu?

"Haechan? Kau punya kan? Kau pasti punya uang kan?! Cepat selamatkan ayahmu ini!! Kalau tidak mereka akan melaporkan aku pada polisi!!" Pria paruh baya itu terus mendesak putranya.

Sebenarnya, ia hanya berhutang sebesar 500.000 won. Tapi ia lebihkan agar bisa berjudi lagi.

"Baiklah...akan aku usahakan, ayah bisa tenang."

"Terima kasih nak!! Kau memang putraku yang dapat diandalkan!!"

"Kalau begitu aku tutup teleponnya, sampai jumpa ayah.."

"Bye.."

Diseberang panggilan, Haechan menghela nafas panjang. Ia tahu ayahnya pasti berjudi lagi dan kalah, kebiasaan buruk ayahnya ini yang membuat ibunya meninggalkan mereka karena sudah tak tahan lagi.

Belum lagi ayahnya suka bermain dengan jalang yang ada di rumah bordil, lengkap sudah semua kelakuan busuknya. Haechan mengikuti ibunya meninggalkan kota tempat tinggal dulunya ke ibukota, Seoul. Bersama ibunya.

Disini, ibunya kembali menikah dan Haechan memiliki saudara tiri yang seusia dengannya. Namanya Huang Renjun, pria yang sangat berisik dan cerewet terhadap segala hal. Namun pelupa.

Ia tak keberatan saat ibunya menikah lagi, toh itu adalah kebahagiaan ibunya. Jika ibunya senang maka ia juga ikut senang, selain itu memiliki saudara seperti Renjun adalah berkah tersendiri meski sedikit merepotkan.

"Siapa yang menelepon?" Tanya Renjun yang diam-diam mendengarkan pembicaraan Haechan ditelepon.

"Ayah kandungku.." jawab Haechan lesu.

"Ada apa? Apa dia meminta uang lagi padamu?! Ah dasar tidak tahu malu!!" Ujar Renjun pedas.

"Renjun, dia itu masih ayahku.." ucap Haechan tanpa daya.

"Jangan mengirim uang lagi, kau itu selalu saja menuruti keinginan ayahmu yang jelas-jelas bajingan itu, berhentilah!" Renjun berkomentar.

"Tapi.."

"Tidak ada tapi Lee Haechan. Kau harus menuruti apa yang kukatakan kali ini." Potong Renjun.

"Kumohon...ini yang terakhir aku membantunya, dan... bolehkah aku meminjam 400.000 won?" Pinta Haechan dengan suara mengecil diakhir kalimat.

Renjun yang tengah meminum air putih langsung menyemburkannya kembali,"apa?! 400.000?!"

Haechan mengangguk kecil.

"Kau gila?!"

Haechan menggeleng cepat.

"Seberapa banyak bajingan itu meminta uang padamu?!" Tanya Renjun dengan suara tinggi, membuat nyali Haechan ciut.

"Satu juta.." cicit Haechan.

Mata Renjun melebar, entah kata kasar apalagi yang harus ia ucapkan untuk menggambarkan ayah kandung Haechan saat ini. Benar-benar membuatnya kesal sampai mati!!

"Renjun..." Bujuk Haechan dengan wajah memelasnya.

Pada akhirnya Renjun luluh, dan menghela nafas berat. "Baiklah...kau menang! Aku hanya bisa meminjamkan 300.000, maaf."

Wajah tertekuk Haechan langsung cerah seketika,"terimakasih-"

"Tapi ini yang terakhir, tidak ada lagi pengiriman uang yang lain dimasa depan. Mengerti??"

Haechan dengan cepat mengangguk.

Renjun bangkit dari duduknya dan menuju laci nakasnya. Ia mengambil dompet dan mengeluarkan sejumlah uang tunai, lalu memberikannya pada Haechan.

"Ini."

"Terima kasih Renjun!!" Haechan memeluk Renjun erat-erat.

"Ne, Haechan.."

Setelah itu ia pamit untuk pergi menuju bank terdekat untuk melakukan transfer pada ayahnya.

To be continued

====

Usia Jeno sama si kembar itu beda 2 tahun ya gengs, jadi disini Jeno umurnya 6 tahun dan si kembar 4 tahun:)

Udah itu aja

Vomment ✔

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang