Part 48

21.9K 2.8K 84
                                    

Membaca chapter ini akan menimbulkan ke uwu an, jadi tolong waspada!

Happy reading

________

Di ruang mainan, Haechan dan Renjun menemani anak-anak yang lebih kecil bermain. Renjun sangat antusias dengan anak-anak ini, dia bahkan berjanji pada mereka akan membacakan dongeng sebelum tidur siang nanti.

Tentu saja anak-anak itu setuju, kapan lagi mereka akan dibacakan dongeng oleh seseorang? Anggap saja hari ini mereka tengah bersama orang tua mereka untuk menjalani satu hari yang Indah, seperti dalam impian mereka selama ini.

Mereka senang ada orang dewasa lain selain Haechan yang datang ke panti asuhan ini, mereka tidak bisa merepotkan Haechan untuk terus memintanya membacakan dongeng atau menemani mereka bermain. Walaupun Haechan tidak keberatan, tapi jumlah mereka lebih banyak dan Haechan saja tidak akan cukup untuk menemani mereka.

Jadi kedatangan Jaemin dan Renjun hari ini benar-benar membuat mereka senang. Yahh meski Jaemin tidak menemani mereka disini, tapi dia sudah memberikan banyak mainan baru untuk mereka.

Tak lama, pintu kembali terbuka dan memperlihatkan Jaemin yang baru saja masuk.

"Hai Jaemin hyung!!!" ujar mereka bersamaan.

Jaemin mengangguk pelan sebagai jawaban, lalu duduk di tengah ruangan bersama beberapa anak laki-laki yang tengah merangkai balok lego. Ia membantu mereka menyusunnya menjadi sebuah rumah, tak lupa juga menempatkan beberapa pohon mainan disampingnya.

"Rumah yang cantik..."

"Woahh..."

Mereka menyukainya, lalu mengucapkan terima kasih pada Jaemin.

"Kalian menyukainya?" tanya Jaemin.

Mereka mengangguk setuju.

"Bagaimana jika rumah ini menjadi rumah kalian?" Jaemin kembali bertanya.

Mereka saling berpandangan, merasa bingung dengan pertanyaan yang diajukan Jaemin.

"Apa maksudnya hyung?" tanya salah satu dari mereka.

Jaemin terkekeh kecil, "maksudku adalah, bagaimana jika rumah ini menjadi nyata dan menjadi tempat tinggal kalian? Apakah kalian menyukainya?"

Mereka langsung mengerti, lalu mengangguk serempak.

"Tapi akan lebih baik memiliki taman bermain, agar kami bisa bermain di luar." tambah anak lainnya.

"Oh? Kalian ingin ada taman bermain?" Jaemin tertarik dengan ide mereka.

"Ya!!" seru mereka serentak.

"Kami juga ingin bermain seperti anak lainnya di tempat seperti itu, tapi setiap kali kami pergi ke taman untuk bermain anak-anak lain akan mengusir kami karena kami anak panti asuhan…" jelas anak berpipi gembil. Jelas dia sangat sedih karena diintimidasi dengan cara seperti itu.

Jaemin yang mendengarnya juga menjadi sedikit sakit hati, anak-anak ini tidak bersalah namun mereka dikucilkan oleh anak-anak lain yang memiliki orang tua yang lengkap. Padahal bisa saja mereka ini lebih baik dari anak-anak diluar sana.

Rasanya Jaemin ingin memukul anak-anak yang mendiskriminasi anak panti asuhan ini. Ugh tangannya sudah gatal ingin memukul wajah seseorang!!

Ia tersenyum, "jadi kalian ingin memiliki taman sendiri agar bisa bermain dengan bebas?"

Mereka mengangguk, "juga agar adik-adik yang lebih kecil bisa bermain tanpa takut diusir anak lain! Cukup kami saja yang merasakannya, jangan mereka juga!" tambah anak yang paling kurus.

Hati Jaemin terenyuh, ia terharu dengan sikap peduli mereka pada anak-anak yang lebih muda. Padahal disini, mereka harus berjuang agar bisa tetap hidup dan harus bersaing dengan anak lain apabila mereka ingin memiliki mainan.

Ia berjanji akan bekerja lebih keras untuk membuat mereka bahagia, meskipun dia dan anak-anak ini tidak memiliki ikatan darah, ia tetap menyayangi mereka seperti dia menyayangi mendiang adiknya.

Ia dan anak-anak itu lanjut bermain, hingga tak terasa sudah saatnya makan siang. Suster Yang datang untuk mengingatkan mereka agar pergi ke aula makan.

Anak-anak itu langsung membereskan mainan mereka ke tempat semula, lalu beranjak pergi menuju aula makan dalam kelompok dua atau tiga orang.

Mereka berbincang dan tertawa, tidak ada beban dalam pikiran mereka. Yang membuat tiga orang dewasa di ruang itu merasa tersentuh.

Karena Chenle, Jisung maupun Jeno sudah pernah datang sebelumnya, mereka secara alami mengikuti teman-teman mereka untuk pergi bersama. Ketiganya memiliki temannya masing-masing, dan tidak saling berdekatan seperti sebelumnya. Yang akan terus bersama kemanapun salah satu dari mereka pergi, mereka akan mengikuti.

Kali ini, ketiganya belajar untuk mengandalkan diri mereka sendiri agar nantinya bisa terbiasa saat tidak ada orang yang bisa mereka andalkan dimasa depan.

Setelah anak-anak itu pergi dari ruang bermain, tiga orang dewasa itu keluar dan menutup pintu.

"Aku akan pergi ke ruang bayi, jika kalian ingin makan siang bersama anak-anak ikuti saja mereka." ujar Haechan.

"Aku ikut!" seru Jaemin dan Renjun bersamaan.

Haechan terkekeh pelan, "baiklah. Ayo!" dia berjalan lebih dahulu diikuti dua orang dibelakangnya.

Kamar khusus bayi berada tak jauh dari kamar anak-anak lainnya, pintunya di cat dengan warna semu merah muda. Memberikan kesan hangat dan imut pada ruangan itu.

Dari luar, mereka bisa melihat melalui jendela kecil di pintu belasan boks bayi yang setengahnya terisi. Beberapa suster tengah menggendong mereka dan memberikan susu formula yang sudah dibuat sebelumnya.

Renjun menjadi gemas, ia perlahan membuka pintu ruangan itu dengan hati-hati dan berjalan menuju salah satu boks bayi yang masih terdapat makhluk lucu itu didalamnya. Ia menyentuh pipi bayi laki-laki didepannya dan hampir mengeluarkan air mata.

Ia menatap Jaemin yang masih ada di pintu dengan mata yang berkaca-kaca, sementara orang yang ditatap hanya terkekeh kecil melihat tingkahnya. Berbeda dengan Haechan yang sudah pergi ke boks yang lain dan menggendong bayi itu dalam pelukannya, lalu meminta botol susu lain untuk bayi di pelukannya.

Dia bertindak sangat alami, seolah-olah bayi dalam pelukannya itu adalah bayinya sendiri. Bahkan ia juga menyenandungkan lagu pengantar tidur untuknya. Matanya yang bulat memancarkan kasih sayang dsn kelembutan, sangat cantik dengan wajah keibuannya.

Jaemin melirik sekilas kearah Haechan, dan terkekeh kecil. Pantas saja ketiga anak itu sangat lengket padanya, Haechan sangat lembut seperti cake yang baru selesai dibuat. Mereka pasti tidak akan mau Haechan pergi apapun yang terjadi, Jaemin sudah menebaknya dari tatapan mereka.

Ia kembali menatap kekasihnya yang masih terpukau dengan bayi di dalam boks tidur, air matanya bahkan sudah mengalir keluar. Hidungnya memerah, dan isakan samar bisa ia dengar. Renjun sangat mudah menangis jika melihat sesuatu yang sangat lucu menurutnya, jadi Jaemin tidak heran melihat dia menangis.

Ia menghampirinya, lalu menggendong bayi itu kedalam pelukannya dan menatap Renjun.

"Apa kau menyukai bayi ini?" tanyanya dengan suara rendah.

Renjun mengusap air matanya dan mengangguk pelan.

"Bagaimana jika kita mengadopsinya?" ia kembali bertanya.

Renjun membeku, ia masih belum mengerti apa maksud pertanyaannya barusan.

________

To be continued

Heuheuheu aku up lagiii

Bagi yang mau berdonasi ini nomornya 089618726827 atau bisa juga melalui aplikasi Dana

Sekian

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang