Part 30

32.4K 4.1K 130
                                    

Mereka sampai di ruang makan, dan segera berbaris untuk mendapatkan nampan berisi makan siang hari ini. Didepan counter, ada seorang remaja yang baru beranjak dewasa tersenyum dan sesekali tertawa kecil saat memberikan jatah makan siang pada anak-anak.

Tak jarang ia juga akan bercanda dengan mereka. Chenle memperhatikannya dengan santai, didepannya Daehwi berbalik dan tersenyum lebar, "kakak perempuan itu adalah suster Liu, dia kakak dari Yangyang hyung."

"Itu kakaknya?" beo Chenle.

Daehwi mengangguk, "mereka datang ke panti asuhan ini bersama, itu sekitar tiga tahun lalu. Orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan beruntun di dekat jalan layang pusat kota." ia menjelaskan.

Chenle mengangguk paham, ternyata seperti itu. Maka tidak heran nama keluarga mereka akan sama.

Yangyang berada didekat barisan terakhir, sementara Chenle dan Daehwi berada di barisan tengah. Jadi Yangyang tidak tahu apa yang mereka ucapkan atau bicarakan.

Segera, tiba saatnya giliran mereka. Daehwi mengambil inisiatif untuk memperkenalkan Chenle pada Suster Liu. "Halo Suster Liu, ini Chenle. Dia datang bersama Haechan hyung untuk bermain bersama kami!"

Suster Liu menatap Chenle dengan ramah, "oh benarkah? Maka selamat datang untukmu Chenle, selamat bermain dengan anak-anak lain. Jika adikku Yangyang melakukan sesuatu yang buruk padamu, jangan segan untuk datang padaku." ujarnya.

Chenle mengangguk pelan dan tersenyum, "ya Suster Liu, terimakasih. Aku akan bergaul dengan baik disini."

Jarang sekali ia dapat tersenyum setulus sekarang, ia sudah terlalu muak dengan banyak wanita berkulit palsu yang menjadi rekan ayahnya. Hingga ia lupa berapa kali ia tersenyum tulus sebelumnya.

Ia mungkin masih kecil, tapi kerangka pikirannya sudah berkembang lebih cepat dari anak biasa. Lingkungan dan situasi keluarga membuatnya harus dewasa lebih awal, sehingga ia terkadang tak dapat bebas bermain selayaknya anak normal. Karena ia merasa itu tidak perlu, dan ia harus lebih memperhatikan sang ayah dan kedua saudaranya yang lain.

Dalam hatinya Chenle selalu berandai-andai bagaimana rasanya memiliki seorang ibu yang akan mengurus semuanya dengan baik. Memberinya kecupan selamat pagi, bertanya apa yang ingin ia makan, dan memeluknya sambil menceritakan dongeng saat akan tidur.

Semua teman-temannya selalu menceritakan hal-hal yang dilakukan oleh ibu mereka dirumah, dan tentunya dengan mata yang berbinar-binar. Setiap kali ia mendengarnya, ia akan merasakan sakit di dadanya. Ia merasa sesak, dan terkadang ingin menangis. Namun ia harus terlihat kuat agar Jisung tidak khawatir dan melaporkannya kepada guru Shin.

Ia hanya bisa menelan pil pahit yang bernama kenyataan bahwa ia tidak memiliki seorang ibu disisinya. Dan terus tersenyum untuk menghadapi kejamnya dunia.

"Chenle ayo kita duduk disana!!" ujar Daehwi sambil menunjuk ke arah meja panjang didekat jendela.

Chenle mengangguk pelan dan mengikuti Daehwi ke meja yang ditunjuk. Disana ada beberapa anak yang sudah duduk dan makan makanan mereka, tak jarang mereka akan berbincang kecil dan tertawa. Chenle iri, bagaimana bisa mereka yang memiliki nasib yang sama seperti dirinya bisa terus tersenyum secerah matahari?

Ia menelan pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Daehwi dan pada akhirnya tetap diam.

"Baejin hyung, boleh kami bergabung??" tanya Daehwi dengan antusias.

Anak berwajah kecil itu menatapnya dan mengangguk pelan, "kemarilah, meja ini cukup untuk banyak orang."

Daehwi tersenyum lebar, "terimakasih hyung!!" ia lalu memberi isyarat pada Chenle untuk duduk disebelahnya.

Ia dengan patuh duduk dan mulai memakan porsi makannya.

"Dimana Haechan hyung?" tanya Chenle tatkala ia menatap seisi ruang makan, berusaha mencari pemuda berparas manis itu.

"Aku dengar dia ingin menjemput dua anak lain untuk bermain disini juga." jawab seorang anak bernama Woojin. "Chenle, apa kau mengenal mereka?"

"Mungkin itu kedua saudaraku..." jawab Chenle.

Sesaat setelah kata-katanya jatuh, suara melengking yang dikenalnya terdengar dari pintu masuk.

"Chenle!!" berdiri disana, ada seorang anak bermata sipit dengan senyum lebar dibibirnya. Tingginya hanya sepaha orang dewasa, dengan tas berwarna hijau dan bentuk kura-kura anak itu terlihat imut.

Si pemilik nama menoleh kearah suara, dan dia bisa menemukan saudaranya yang polos berdiri dan setengah melompat-lompat di depan pintu masuk. Chenle lekas melambaikan tangannya untuk menunjukkan keberadaannya, setelah itu ia tersenyum dan menatap anak-anak panti asuhan lainnya dimeja itu.

"Dia adikku, kami berbeda tiga menit. Kembar tak identik." jelas Chenle. "Namanya Jisung."

Yang lain mengangguk mengerti dan menyaksikan si sipt Jisung berlari kecil kearah mereka dengan tasnya yang melompat-lompat di punggungnya.

"Dimana Jeno hyung?" tanya Chenle setelah sang adik berada didepannya.

"Dia berjalan sangat lambat bersama Haechan hyung, jadi aku pergi duluan. Tadi aku bertanya kepada kakak cantik apa dia melihatmu, dia bilang kau ada disini!" jelas Jisung dengan nafas yang masih tersengal-sengal, namun wajahnya dipenuhi kebahagiaan saat melihat Chenle.

"Dia sangat imut!" seru Daehwi, "hai Jisung!! Namaku Daehwi, teman baru Chenle."

Jisung melambai padanya sambil tersenyum, "hai Daehwi, namaku Jisung Lee. Saudara kembar Chenle."

Sekali lagi, mereka memperkenalkan diri satu per satu.

"Apa kau sudah makan Jisung?" tanya Baejin ramah.

Jisung menggeleng, "aku hanya makan satu roti saat disekolah, dan aku tidak membawa bekal makan siang hari ini."

Baejin menunjuk kearah counter makanan yang masih terdapat beberapa anak yang mengantri. "Berbarislah disana, nanti suster Yang akan memberikan jatah makan siang untukmu."

Jisung mengangguk pelan, "aku titip tasku ya!" setelah itu ia kembali berlari menuju counter dan berbaris di bagian belakang.

Didepannya ada seorang anak yang lebih pendek darinya, memakai pakaian bergambar roket dan terus menyenandungkan sebuah lagu anak-anak.

"Halo, siapa namamu?" tanya Jisung ramah.

Anak itu berbalik dan menatap Jisung penuh tanya, "namaku Dongpyo, siapa namamu?"

"Aku Jisung Lee, saudara kembar Chenle!" jawabnya penuh semangat. "Mari berteman?"

Dongpyo tersenyum dan mengangguk mantap, "hum! Ayo kita berteman!!"

"Baiklah, sekarang kita berteman!!" Jisung memutuskan, setelah itu keduanya tertawa bersama. Dan dengan cepat menjadi akrab.

Lain Chenle, lain pula sang adik Jisung. Jika Chenle lebih suka menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, maka Jisung lebih suka mengatakannya secara langsung. Seperti permintaan pertemanan tadi, ia lebih suka mengambil inisiatif ketika tidak berada didekat saudaranya.

Bagaimanapun dia tidak boleh tergantung pada saudaranya saat mencari teman. Mencarinya sendiri lebih mengasyikan daripada harus pergi berdua kemana-mana bersama.

Ia juga sadar bahwa Chenle selalu melindunginya baik disekolah ataupun dirumah, dan dia menghargainya. Namun, ayahnya pernah mengatakan bahwa suatu hari mereka tidak akan tetap berdua dan pasti akan berpisah untuk berjalan di jalur yang mereka pilih.

Jadi meskipun ia sedikit takut dan gugup, ia tetap berjalan maju dan mengambil inisiatif. Sejak pertama kali ia melakukannya, ia merasa bahwa itu menyenangkan. Jadi ia akan terus mengambil inisiatif lebih banyak dimasa depan.

__________
To be Continued

Yey update lagi!!! /tepuktangan

Terima kasih pada para donatur yang baik hati, cerita ini bisa berlanjut lebih cepat~

Fyi, sedikit lagi keluarga kecil papa Mark akan menghadapi badai! Ayo tetap disini untuk menyaksikan kelanjutannya!!

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang